Amidi
Amidi Dosen

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Mengurangi Volume Sampah dengan Mencegah atau Menekan Tindakan "Mubazir"

15 Maret 2024   15:00 Diperbarui: 16 Maret 2024   04:01 1328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengurangi Volume Sampah dengan Mencegah atau Menekan Tindakan "Mubazir"
Ilustrasi -- Tekan volume sampah dengan tidak membuang makanan. (Dok Shutterstock via Kompas.com)

oleh Amidi

Seiring dengan pertambahan jumlah manusia disuatu tempat, maka seiring dengan itu terjadi pertambahan sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia dalam hidup dan kehidupan ini. Seperti di negeri ini, ternyata volume sampah yang dihasilkan dari tahun ke tahun terus bertambah.

Berdasarkan data kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2020 saja, Indonesia menghasilkan sampah 67,8 juta ton. Artinya terdapat 185.753 ton sampah per harinya yang dihasilkan dari masyarakat Indonesia. Setiap orang di Indonesia aktif menyumbang sampah sebanyak 0,68 kg setiap harinya.

Bila dirunut sampah yang dihasilkan tersebut, ada beberapa jenis, dan ternyata sampah makanan merupakan komposisi sampah yang paling banyak ditemukan, yakni sebanyak 30,8 persen.

Selanjutnya diikuti sampah plastik sebesar 18,5 persen, sampah kayu, ranting dan daun sebanyak 12 persen, sampah kertas/karton 11,2 persen, sampah kain sebanyak 4,9 persen, sampah logam sebanyak 3,56 persen, sampah karet/kulit sebanyak 3,5 persen, sampah kaca sebanyak 2,8 persen dan jenis sampah lainnya sebanyak 12,8 persen (Pikiran Rakyat.com, 10 April 2021)

Kemudian, berdasarkan laporan terbaru Economist Intelligence Unit (EIU) menunjukkan setiap orang di Indonesia setiap tahunnya menghasilkan sekitar 300 kg sampah makanan. Jumlah tersebut menempatkan Indoenesia sebagai negara kedua di dunia yang meghasilkan sampah makanan terbesar setelah Arab Saudi.

Bila ditelisik dari perkembangan sampah yang ada, terutama sampah makanan, saat ini diperkirakan sampah makanan di negeri ini bertambah relatif banyak. 

Seiring dengan pertambahan unit bisnis makanan/minuman atau kuliner yang ada, diperkirakan jumlah sampah makanan tersebut sudah mencapai 40-50 persen.

Tindakan Mubazir Penyumbang Sampah Makanan

Berdasarkan realitas di lapangan, adanya dan atau terus bertambahnya sampah makanan tersebut, karena didorong oleh tindakan kita yang "mubazir" atau penyediaan makanan/minuman yang berlebihan atau pada saat akan menyantap makanan/minuman tidak mempertimbangkan kapasitas yang akan dimakan/diminum, sehingga terjadi kelebihan alias "mubazir".

Tindakan kita yang "mubazir" tersebut pada hari-hari biasa akan berbeda dengan pada saat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan ini. Pada bulan Ramadan ini, intensitas ke-mubazir-an yang kita lakukan lebih tinggi/besar dibandingkan dengan intensitas ke-mubazir-an yang kita lakukan pada hari-hari biasa (diluar Ramadan).

Bila disimak, hal tersebut, dikarenakan oleh sikap kita yang lebih mengedepankan "hawa nafsu", ketimbang dalam rangka memenuhi kebutuhan "nutrisi". Sehingga, tak ayal lagi, akan terjadi ke-mubazir-an tersebut, makanan/minuman yang kita santap/makan tersebut senantiasa berlebihan atau "bersisa" yang berpotensi menciptakan sampah makanan tersebut.

Sebetulnya kondisi ini sadar atau tidak, jauh-jauh hari pun sudah kita lakukan. Misalnya, pada saat makan ditempat acara resepsi atau acara pesta pernikahan/perkawinan seseorang, biasanya kita mengambil atau memuatkan makanan kedalam piring dengan volume yang berlebihan, piring kita isi penuh dengan makanan bahkan lengkap dengan lauk pauknya, namun pada saat kita selesai meyantap makanan yang kita ambil tersebut, ternyata tidak habis, alias terjadi kelebihan (mubazir).

Nah, kondisi ini lah, kira-kira sama dengan kondisi pada saat kita makan atau berbuka puasa, sebelum berpuka, makanan ini dan itu kita siapkan semua, segala macam makan kita siapkan untuk berbuka, namun, pada saatnya justru tidak sedikit makanan yang tidak termakan atau berlebihan karena perut kita sudah penuh/kenyang.

Kondisi ini lah yang mendorong akan timbulnya sampah makanan, belum lagi sampah makanan yang datangnya dari hotel, hotel, rumah makan, dan tempat makan lainnya, sehingga wajar, kalau volume sampah makanan tersebut volume-nya lebih besar dari sampah lainnya.

Menekan Mubazir

Untuk menekan angka atau volume sampah makanan tersebut, setidaknya kita harus dapat menekan tingkat ke-mubazir-an yang sering kita lakukan tersebut, baik pada kondisi lain maupun pada kondisi sepanjang bulan Ramadan ini.

Tindakan yang mendorong rasa emosi yang berlebihan dalam menyantap makanan sedapat mungkin harus dihindari. Makanlah sesuai dengan volume yang kita butuhkan. 

Tidak salah, kalau kita mengambil makanan tersebut sedikit demi sedikit, tinggal menambah, jika masih dirasakan perut belum penuh/kenyang.

Jika kita makan di luar rumah, di hotel, di restoran, di rumah makan atau tempat makan lainnya, pesanlah makanan sesuai dengan volume yang kita butuhkan, jika nanti masih terasa kurang, tinggal memesan kembali untuk meminta tambahan. Gunakan "wadah khusus untuk tambahan", misalnya; piring kecil berisi nasi untuk tambahan, dan jenis makanan yang lain menyesuaikan .

Langkah Menekan Volume Sampah

Selain langkah/tindakan sederhana di atas, ada lagi langkah lain yang bisa kita lakukan dalam menekan volume dan mengurangi produksi sampah.

Misalnya, sampai saat ini, ada penerapan "plastik berbayar", yakni apabila konsumen berbelanja di suatu tempat, toko, gerai, mal, Supermarket, dan lainnya, barang belanjaan mereka tersebut akan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan kantong plastik tersebut harus dibayar oleh konsumen (plastik berbayar).

Tidak heran, kalau kasir suatu toko, gerai, supermartket, mal dan lainnya tersebut, sebelum memasukkan barang belanjaan kita tersebut, mereka bertanya kepada kita, "apakah bapak/ibu/saudara mau menggunakan/memakai kantong plastik atau bapak/ibu/saudara mebawa sendiri, kalau tidak, bapak/ibu/saudara kami berikan kantong plastik, namun bapak/ibu/saudara harus membayar-nya sebesar Rp, 200,- untuk ukuran sedang dan Rp300,- ukuran besar per kantong plastik."

Bayangkan, jika barang belanjaan kita tersebut banyak dan membutuhkan (misalnya) 5 kantong plastik saja, maka kita akan membayar kantong plastik tersebut sebesar Rp1.500,-. Itu baru, untuk satu konsumen.

Terlepas dampanya membebani konsumen atau tidak, namun langkah atau penerapan plastkik berbayar tersebut dalam rangka mengurangi sampah plastik yang setiap tahun bertambah dan dalam rangka mengantisipasi kerusakan lingkungan, karena sampah plastik baru terurai dalam jangka waktu lama.

Kemudian, langkah lainnya adalah harus ada tindakan, semacam hukuman (punishment) kepada siapa saja yang seenaknya memproduksi sampah tersebut. 

Misalnya, jika sampah makanan yang kita produksi atau kita hasilkan tersebut di rumah, maka diminta agar kita memelihara binatang ternak/peliharaan, agar sisa makanan tersebut dapat diberikan pada binatang ternak/peliharaan tersebut.

Bagi hotel, restoran, rumah makan, dan tempat makanan lainnya, tidak berlebihan kalau diminta kepada mereka jangan membuang sisa makanan tersebut ke dalam kotak sampah, tetapi minta diberikan kepada binatang ternak/peliharaan yang diusahakan oleh pihak hotel, restoran, rumah makan atau tempat makan lainnya. Atau bisa juga bekerja sama dengan pihak yang mempunyai usaha dibidang peternakan.

Langkah ini segera bisa dimulai. Kemudian, jika langkah ini mengalami kendala di lapangan, bisa dicoba dengan langkah lain menyesuaikan dengan kebutuhan dalam rangka menekan produksi sampah yang terus tercipta tersebut. 

Selamat Berjuang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun