Asep Saepul Adha
Asep Saepul Adha Guru

Senang membaca dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Ayahku, Sumber Inspirasi: Kisah Transmigran yang Menggerakkan Desa

19 Maret 2025   08:53 Diperbarui: 26 Maret 2025   09:48 1112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayahku, Sumber Inspirasi: Kisah Transmigran yang Menggerakkan Desa
Sumber Ilustrasi: Kebun Kelapa Sawit (Dokumen pribadi)

Tanaman pertama yang bapak pilih adalah ubi kayu, karena tanaman ini mudah tumbuh dan cepat menghasilkan. Setelah ubi kayu berbuah, hampir setiap hari makanan kami berasal dari olahan berbahan dasar ubi. Meskipun sederhana, makanan itu menjadi penyambung hidup kami di masa-masa awal yang penuh dengan kesulitan. 

Sebelum transmigrasi ke desa ini, bapak saya adalah seorang Lebe di Bandung (sebutan untuk orang yang bertugas menikahkan warga desa) dan juga aktif mengajar bapak-bapak serta ibu-ibu di majelis ta'lim. Latar belakangnya sebagai seorang yang pernah mondok di pesantren membuatnya memiliki ilmu agama yang cukup untuk dibagikan.

Meskipun kini hidup di tempat baru yang penuh dengan kesibukan mengurus lahan dan memenuhi kebutuhan keluarga, bapak tetap tidak melupakan perannya sebagai pengajar.

Di sela-sela waktu kerjanya, beliau menyempatkan diri untuk mengajar ngaji setiap ba'da Magrib dan ba'da Jum'at, memanfaatkan ilmu yang ia peroleh selama di pesantren. 

Kegigihan bapak dalam mengubah hutan menjadi lahan pertanian dan dedikasinya dalam menyebarkan ilmu agama menjadi bukti nyata bahwa perjuangan dan keikhlasan bisa mengubah tantangan menjadi peluang.

Bapak tidak hanya membangun kehidupan baru bagi keluarga, tetapi juga turut membangun semangat keagamaan dan kebersamaan di tengah masyarakat desa yang baru kami tinggali.

Kisah bapak mengajarkan saya bahwa kerja keras dan ketulusan hati adalah kunci untuk menciptakan perubahan, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

Ingin Pulang ke Bandung

Kalau malam hari, bapak saya sering mengumpulkan kami, anak-anaknya yang sudah bisa bekerja, untuk merencanakan apa yang akan dikerjakan keesokan harinya. Beliau membagi tugas dengan jelas dan detail, memastikan setiap orang tahu apa yang harus dilakukan.

Prinsip yang beliau terapkan sejalan dengan pepatah modern, "rencanakan apa yang akan dikerjakan dan kerjakan apa yang telah direncanakan." Ternyata, bapak sudah menjalankan prinsip itu sejak dulu, jauh sebelum pepatah tersebut populer. 

Dengan disiplin dan kerja keras, kebun di sekitar rumah yang awalnya hanya ditanami ubi kayu perlahan-lahan berubah menjadi kebun kopi yang subur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Content Competition Selengkapnya

01 Apr 2025
SEDANG BERLANGSUNG

Suasana Hati Usai Minta Maaf dan Memaafkan

blog competition  ramadan bercerita 2025  ramadan bercerita 2025 hari 30 
Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Nunggu Bedug Makin Seru di Bukber Kompasianer

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.

Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun