Rindu Lamang Tapai Buatan Mama
Seberapa banyak ilmu meracik menu yang aku pelajari dari kursus, youtobe atau saling bertukar resep dengan sahabat. Di saat inilah mencoba menerapkan di antara resep yang di sukai anak anak. Dari jajanan pasar hingga khas Palembang serta aneka roti.
Namun dari sekian banyak menu yang sering diuji coba di saat Ramadhan, menu tradisi keluargalah yang selalu menggetarkan jiwa. Keren dong menggetarkan jiwa padahal menunya sederhana sekali.
Walau hidup serba moderen dan serba ada tak menjadikan aku ikutan ibu ibu di zaman sekarang yang serba instan. Terkadang yang kita beli belum tentu menjamin dalam segi kesehatan, kebersihan yang terkadang masih dipertanyakan.
Kita bisa memilah makanan yang mana cocok di perut, seperti aku, tak bisa makanan yang mengandung penyedap dan untuk minuman yang mengandung pemanis buatan. Tak butuh lama langsung bereaksi ke dalam tubuh.
Kali ini aku ingin menyajikan menu dari Minang, walau lahir di kota Curup (Rejang Lebong) dan tinggal di Palembang. Namun darah Minang itu tetap mengalir dalam nadiku.
Makanan yang tersaji kala bulan puasa dan lebaran, namun banyak anak sekarang tak paham dan tak suka memakannya termasuk anak anakku yang tak mengerti sajian menu berbuka khas.
Semasa kecil mama selalu menyajikan bahkan meraciknya sendiri. Walau rada ribet tetap dikerjakan sendiri dan ilmu itu pun diturunkan dengan anak anaknya. Kudapan yang selalu ditanyakan tamu jika bersilaturahmi ke rumah.
Bedanya karena anak anak tak menyukainya jadi aku tak pernah membuatnya. Sekarang aku ingin mengenang dan mengingat menu andalan
keluarga dan masa kecilku. Walau sekarang hanya bisa membeli yang siap disantap karena di sini sangat sulit mencari bambu mudanya.
Lamang terdiri dari tiga varian
Lamang tapai pisang yaitu perpaduan beras ketan dan pisang
Lamang original yaitu perpaduan beras ketan santan
Lamang tapai balua yaitu perpaduaan beras ketan, kelapa parut dan gula
LAMANG KETAN ORGINAL
1, Lamang Tapai yang berasal dari tanah Datar Sumatera Barat
Siapa yang tak mengenal lamang tapai khas Minang. Mungkin di daerah lain juga ada menu ini namun dengan nama yang berbeda.
2. Proses yang rumit
Beras ketan yang di cuci bersih lalu di campur dengan santan dan di masukkan ke dalam bambu yang telah dimasukkan daun pisang kemudian di masukkan lagi sisa santan dan melalui proses dibakar yang cukup lama atau hingga matang.
Kenapa aroma lamang uni karena ada paduan santan, daun pisang, bambu muda dan kayu bakar. Akan semakin sedap di santap tatkala menghangatkan badan di tengah dinginnya udara.
Untuk menemani lamang dibuatlah tapai ketan hitam atau merah, yang setelah dikukus atau masak di beri ragi tape dan difermentasikan selama beberapa hari.
Masih ingat sekali bagai mana mama membuat tapi ketan, setelah di ragi selapis demi selapis ditutup dengan daun dan di bungkus sedemikian ruma agar tape berhasil fermentasinya.
Mempunyai cita rasa gurih dengan tekstur legit, sedangkan tapai bercita rasa asam.
4. Banyak di jumpai dan mudah didapat.
LAMANG TAPAI BERAS KETAN DAN PISANG
Bahan
Beras ketan 250 g,
daun pandan,
12 lembar daun suji,
1/2 sdt air kapur,
150 ml santan dari 1 butir kelapa
garam
daun pisang
4 pisang raja
Cara membuat
Cuci beras, lalu rendam selama satu jam tiriskan lalu kukus,
Iris daun pandan dan daun suji, tumbuk, peras airnya 50 ml bubuhkan air kapur
Santan dan gula merah masukkan dalam panci jerangkan di atas api kecil
ambil selembar daun pisang taruh sebagian adonan ketan dan masukkan pisang di tengah adonan lalu tekan, gulung dan sematkan diujung dengan lidi.
Kukus hingga matang.
LAMANG TAPAI BERAS KETAN, GULA DAN KELAPA
Bahannya tak beda jauh, beras ketan di siram dengan santan yang telah dimasak terlebih dahulu, aduk hingga rata lalu kukus, bungkus seperti lemper bedanya di dalamnya diisi kelapa parut yang dimasak bersama gula merah, setelah selesai gongseng tanpa minyak (minyak sedikit) hingga berbau harum.
Lamang tapai ini disuguhkan pada momen tertentu terkait tradisi Minang tetapi sekarang banyak di jumpai dan tak perlu menunggu acara khusus untuk mencicipi santapan lamang tapai.
Palembang, 26042021
sumber :IDN Times
Primarasa