Aulia
Aulia Dosen

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Tradisi Memasak Rendang Menyambut Ramadhan: Kelezatan Budaya Orang Minangkabau

10 Maret 2024   18:05 Diperbarui: 10 Maret 2024   18:14 2009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Memasak Rendang Menyambut Ramadhan: Kelezatan Budaya Orang Minangkabau
Dokumen pribadi 

Pengantar 

Tradisi memasak rendang menjelang bulan Ramadhan merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya Minangkabau. Bagi masyarakat Minang, rendang atau randang bukan sekadar hidangan lezat, tetapi juga simbol kebersamaan, kehangatan, dan rasa syukur menyambut bulan suci.

Tulisan ini akan mengupas tradisi ini lebih dalam, dengan menitikberatkan pada pengalaman pribadi penulis dan menambahkan data serta informasi untuk memperkaya narasi.

Persiapan Memasak Rendang

Dua hari sebelum Ramadhan, istri saya mulai bersiap memasak rendang. Awalnya, kami berencana menggunakan daging sapi segar, namun harga yang tinggi (lebih dari Rp 130.000 per kilogram) membuat kami memilih daging beku sebagai alternatif yang lebih ekonomis.

Setelah mencari di internet, istri saya menemukan daging kerbau beku impor dari India dengan harga di bawah Rp 100.000 per kilogram.

Tanpa ragu, ia pergi ke Jl. Perak, pusat kota Padang, untuk membeli 3 kilogram daging.

Biasanya, rendang yang kami buat dinikmati oleh lima anggota keluarga, namun karena dua anak laki-laki kami merantau, kami hanya menyantapnya bertiga dengan anak bungsu kami yang perempuan.

Anak sulung kami telah bekerja di Yogyakarta selama hampir dua tahun, sementara yang kedua sedang menempuh pendidikan semester 6 di Politeknik Negeri Batam.

Sejak saat itu, istri saya memiliki rutinitas baru di awal Ramadhan: mengirimkan rendang ke anak kedua yang kos di Batam, dan memasak untuk keluarga di Padang.

Anak sulung tidak mendapatkan kiriman rendang karena lebih memilih membeli makanan siap saji dan setiap saat dia bisa makan rendang di sana. Tetapi randang masakan umi tetap istimewa katanya.

Screen shoot https://static.promediateknologi.id/crop/0x0:0x0/750x500/webp/photo/2022/06/19/647509488.jpg
Screen shoot https://static.promediateknologi.id/crop/0x0:0x0/750x500/webp/photo/2022/06/19/647509488.jpg

Proses Memasak Rendang

Memasak rendang bukanlah hal yang sulit bagi istri saya. Ia mewarisi keterampilan ini dari generasi sebelumnya. Cara memasak rendang orang Minangkabau melibatkan proses masak lama, lebih dari 5jam, dengan rempah-rempah pilihan seperti serai, daun jeruk, daun kunyit, dan berbagai bumbu lainnya. Semua bahan dimasukkan ke dalam daging yang telah direndam santan kelapa, kemudian dimasak dengan api kecil hingga rempah meresap dan daging menjadi empuk.

Pengalaman Pribadi dan Makna Tradisi

Pagi pada tanggal 10 Maret, ketika pulang dari masjid At-Taqwa setelah Goro, ternyata istri saya bilang barusan dia telah mengirimkan randang ke Batam untuk anak kami yang nomor dua yang sedang kuliah di Politeknik negeri Batam. Randang dikirimkan adalah yang dimasak kemarin.

Oh iya, ketika memasak randang kemarin saya juga sempat menggantikan istri mengaduk rendang ketika istri pergi melakukan sholat Zuhur.

Hal yang sama dulunya juga sering saya lakukan ketika masih kecil jika Amak (ibu) ada keperluan sebentar sewaktu memasak randang. Jadi saya sudah terbiasa bantu-bantu di dapur termasuk mengaduk rendang dengan irama tertentu sehingga daging tidak lengket atau hangus.

*****

Diceritakan oleh istri saya bahwa hingga menjelang tengah hari, suasana di sekitar Anduring, tempat kami tinggal, di kota Padang, masih ramai dengan ibu-ibu yang antri membeli daging segar. Meskipun harganya cukup mahal, semangat menyambut Ramadhan tetap menggelora, bahkan jika hanya untuk membeli satu kilogram daging.

Bagi saya, tradisi memasak rendang bukan hanya tentang menikmati hidangan lezat, tetapi juga tentang melestarikan budaya dan tradisi leluhur. Tradisi ini merupakan simbol kebersamaan dan kehangatan keluarga, serta rasa syukur atas datangnya bulan suci Ramadhan.

Sejarah Rendang

Rendang diyakini berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, dan telah ada sejak abad ke-14. Konon, rendang awalnya dibuat untuk mengawetkan daging agar tahan lama dalam perjalanan panjang.

Proses Memasak Rendang

Memasak rendang membutuhkan waktu lama, biasanya 4-8 jam, tergantung jenis daging dan jumlah bumbu yang digunakan. Proses ini membutuhkan kesabaran dan ketelatenan agar rendang matang sempurna dan bumbunya meresap ke dalam daging.

 

Jenis Rendang

Ada berbagai jenis rendang, seperti rendang daging sapi, rendang ayam, rendang jengkol, dan rendang telur. Setiap daerah di Minangkabau memiliki resep dan ciri khas rendangnya sendiri.

 

Randang telor. https://cdn.idntimes.com/content-images/community/2022/02/fromandroid-551cdbd4ba4c76e7da3a587e633e31f9_600x400.jpg
Randang telor. https://cdn.idntimes.com/content-images/community/2022/02/fromandroid-551cdbd4ba4c76e7da3a587e633e31f9_600x400.jpg

Makna Tradisi Memasak Rendang

Tradisi memasak rendang di bulan Ramadhan memiliki makna simbolis, seperti:

  • Kebersamaan: Memasak dan menyantap rendang bersama-sama merupakan simbol kebersamaan dan kehangatan keluarga.
  • Kesyukuran: Tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur atas datangnya bulan suci Ramadhan.
  • Kedermawanan: Rendang sering dibagikan kepada tetangga dan keluarga sebagai bentuk kedermawanan dan berbagi kebahagiaan.

Rendang dalam Budaya Populer

Rendang telah menjadi salah satu hidangan Indonesia yang paling terkenal di dunia. Rendang pernah dinobatkan sebagai makanan terenak di dunia dalam sebuah jajak pendapat yang diadakan CNN International pada tahun 2011. Bahkan sampai sekarang  jika melihat vlog traveler dari berbagai dunia, ketika mencoba masakan, reaksinya randang tetap number one of the most delicious food in the world.

Cerita Tradisi Memasak Rendang di Batuhampar

Tradisi di kampung halaman saya, menurut cerita Apak (Ayah), berbeda dengan tradisi di banyak tempat lain. Tradisi memasak rendang tidak hanya dilakukan di awal bulan Ramadhan, tetapi justru yang lebih besar dan meriah adalah sehari sebelum Hari Raya Idul Fitri.

Tradisi ini merupakan sebuah tradisi turun-temurun yang telah dilestarikan selama bertahun-tahun. Kata Apak, masyarakat di kampung saya memiliki cara unik untuk merayakan Lebaran, yaitu dengan memasak rendang secara bersama-sama. Beberapa orang akan iuran dan menabung selama 11 bulan untuk membeli seekor kerbau. Jumlah orang yang terlibat biasanya tidak terlalu banyak, sekitar 8 sampai 10 orang. Dengan jumlah tersebut, mereka mendapatkan bagian daging yang sama dan cukup banyak.

Daging yang digunakan untuk randang adalah daging sapi khusus yang disebut "daging as", yang dianggap sebagai bagian terbaik dari kerbau ataupun sapi. Daging ini dipotong dengan ukuran besar, sekitar 1 kilogram per potongnya. Potongan daging besar inilah yang kemudian dimasak menjadi rendang.

Konon, rendang yang dimasak dengan cara ini memiliki daya tahan yang luar biasa, bahkan bisa awet hingga 2 tahun. Rendang disimpan dalam keadaan terendam minyak yang dihasilkan santan kelapa ketika memasak dan secara berkala dipanaskan kembali. Hal ini membuat teksturnya tetap empuk dan rasanya tetap sedap di lidah.

Lebaran di kampung halaman saya selalu diwarnai dengan aroma rendang yang khas dan lezat. Rendang ini menjadi hidangan utama yang dinikmati bersama keluarga dan tetangga, di samping kue bolu dan lemang tapai. Tradisi ini bukan hanya tentang menikmati hidangan lezat, tetapi juga tentang mempererat tali persaudaraan dan kebersamaan antar masyarakat.

Penutup

Tradisi memasak rendang menjelang bulan Ramadhan merupakan bagian penting dari budaya Minangkabau. Tradisi ini bukan hanya tentang menikmati hidangan lezat, tetapi juga tentang melestarikan budaya dan tradisi leluhur, serta mempererat tali persaudaraan dan rasa syukur di bulan suci Ramadhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun