Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita
Mengajak Anak Remaja Membuat Kue Tradisional, Klepon
Tayangan aplikasi You Tube pun menjadi senjata menaklukkan ketidaktahuan. Dua kali memutar step dimaksud, si sulung kemudian dapat melakukannya dengan mudah dan lancar. Yeaayyy!!
Terlihat wajah mereka sumringah. Anak kedua kami bahkan penasaran ingin mencoba seperti sang kakak. Namun saya menangguhkan ke lain hari saja. Tidak ingin ada banyak tangan untuk satu jenis adonan.
Sebagai gantinya, saya meminta bantuan anak kedua menyiapkan air bersih dalam panci untuk rebusan. Ia setuju dan mengerjakan dengan cepat.
Sambil menggoreng ikan untuk sajian makan malam, saat air mendidih saya mulai memasukkan bulatan klepon yang sudah diberi isian gula aren. Begitu adonan mengapung, saya angkat dan tiriskan.
"Sudah habis Bu, adonannya," kata si sulung tiba-tiba. Saya sedikit terkejut, semua berjalan cepat tanpa kendala!
"Kalau begitu, kakak bereskan semua mangkuk dan cuci tangan yaa," sahut saya sambil melirik jam di dinding. Masih banyak waktu dan saya merasa lega.
Bulatan klepon yang sudah matang, segera digulingkan di atas kelapa parut yang telah dikukus sebelumnya. Terus saya lakukan sampai semua selesai.
Taraaaaaa! Takjil klepon siap menunggu di atas meja. Sementara saya masih lanjut memasak sayur dan anak-anak bergantian mandi sore.
Menghadapi penolakan anak remaja
Apakah anak-anak kami selalu menuruti perkataan orang tuanya? Harus saya jawab dengan jujur, tidak. Sesekali mereka memperlihatkan ekspresi tidak suka, atau bahkan menolak.
Misalnya saat saya meminta si sulung makan buah. Apakah buah jeruk, nanas atau pisang, dia menunjukkan keengganannya.