Ika Ayra
Ika Ayra Penulis

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Mengajak Anak Remaja Membuat Kue Tradisional, Klepon

6 Mei 2022   08:53 Diperbarui: 6 Mei 2022   09:00 1149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengajak Anak Remaja Membuat Kue Tradisional, Klepon
Mengajak Anak Remaja Membuat Kue Tradisional, Klepon|foto: Ayra Amirah

Jika sebagian orang tua mengeluhkan anak-anak mereka-yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain ponsel-saya justru bersyukur dapat mengarahkan anak remaja saya pada hal-hal yang positip.

Salah satu obrolan saya dengan teman saat silaturahmi di hari raya, adalah perkembangan anak-anak kami. Sebut saja namanya ibu Echa. Bahkan suami ibu Echa mengatakan anak lelakinya sudah menyerupai anak gadis zaman dulu yang banyak mengurung dirinya di kamar.

Kompasianer Prajna Dewi dalam artikelnya Dunia Maya Berbahaya, Pastikan Aman bagi Anak menggambarkan sangat jelas bahaya gadget bagi anak dan remaja. Ini pulalah yang menjadi kekhawatiran ibu Echa terhadap anaknya. 

Membina anak remaja, bisa dibilang susah-susah gampang. Dengan teknik yang sama, reaksi mereka bisa jauh berbeda. Bahkan dengan orang tua dan rumah yang sama saat dibesarkan, tiga orang kakak beradik akan memiliki pembawaan dan kebiasaan yang berbeda-beda.

Mengarahkan dan membina anak remaja itu sendiri, memerlukan ekstra energi, waktu, dan metode yang beragam. Kebetulan saya seorang ibu rumah tangga tanpa kegiatan di luar rumah, dan ibu Echa seorang pekerja paruh waktu tanpa hari libur. Hari Minggu dan tanggal merah ia tetap bekerja.

Saya tidak begitu paham gaya pengasuhan yang digunakan ibu Echa dan suami untuk ketiga buah hati mereka. Tetapi bisa dikatakan saya dan suami menerapkan pola lumba-lumba, yaitu tidak ingin terlalu overprotektif, tetapi memperhitungkan keinginan, cita-cita, dan tujuan anak. 

Maksudnya, selaku orang tua, kami tidak boleh menyamaratakan anak kami, walaupun ketiganya sama-sama perempuan. 

Anak-anak pasti mempunyai keunikannya sendiri. Selain perbedaan usia; minat, sifat dan kebutuhan anak yang satu dan lainnya, pasti berbeda pula.

Dengan pemahaman seperti ini diharapkan mereka akan mempunyai keterampilan sosial, kreatifitas dan rasa percaya diri yang baik untuk ke depannya. Dengan berjalannya waktu, anak-anak akan mudah beradaptasi, dan terlatih untuk mengembangkan dirinya.

Artikel saya terkait: Membantu Anak Remaja Mengubah Sifat Pemalu Menjadi Percaya Diri

Mengajak melakukan hal positip

Banyak hal dapat dilakukan orang tua untuk membimbing anak-anak mereka. Mulai dari memberi gambaran, alasan, tujuan, sampai mengajak melakukan secara langsung.

Seperti pengalaman di bulan Ramadan, saya mengajak anak remaja kami belajar membuat kue tradisional Jawa, klepon.

Terlebih dahulu saya katakan bahwa saya sama sekali belum pernah mengeksekusi resep ini. Meski klepon merupakan kudapan zaman dulu yang terkesan jadul, namun jangan dipandang enteng. Belum tentu kami berdua bisa membuatnya sebagaimana orang tua dulu.

Mengapa memilih klepon? 

Beberapa hari sebelumnya, saya memang sempat mencari jajanan ini untuk berbuka puasa. Namun saya datang terlambat atau terlalu awal sehingga belum beruntung mendapatkannya di kedai sekitaran tempat tinggal kami.

Saya ceritakan kepada anak kami, bahwa klepon bukan sekedar penganan berbahan alami berupa: tepung ketan, gula aren, sari daun pandan, dan kelapa parut. 

Pada masyarakat Sulawesi Tengah, klepon dimaknai sebagai simbol naiknya rezeki bagi mereka yang melakukan pindahan rumah. Filosofi ini didasari proses pembuatan klepon, ketika matang ditandai adanya gerakan naik ke permukaan.

Dan benar saja, kedua hal ini menambah antusias anak-anak kami. Ketiganya sudah duduk manis mengerumuni saya.

Sebenarnya mereka jarang mencicipi klepon, meski masih ingat letusan gula merah cair saat menggigitnya. Tapi tidak masalah, mereka siap membantu membuat klepon yang diinginkan ibunya. hehehe...

Setelah menyiapkan bahan yang dibutuhkan, saya pun mencampur dan menguleni adonan hingga menjadi kalis.

"Kak, biar cukup waktu, kita bagi tugas ya. Ibu goreng ikan dan kakak yang bulatin adonan yaa..." kata saya disambut anggukan setuju.

Saya memahami setengah keraguan dalam pikiran si sulung. Apakah dia bisa melakukannya, sedang saya tidak menunjukkan caranya?

Tayangan aplikasi You Tube pun menjadi senjata menaklukkan ketidaktahuan. Dua kali memutar step dimaksud, si sulung kemudian dapat melakukannya dengan mudah dan lancar. Yeaayyy!!

Membuat kue tradisional, klepon|foto: kolase Ayra Amirah
Membuat kue tradisional, klepon|foto: kolase Ayra Amirah

Terlihat wajah mereka sumringah. Anak kedua kami bahkan penasaran ingin mencoba seperti sang kakak. Namun saya menangguhkan ke lain hari saja. Tidak ingin ada banyak tangan untuk satu jenis adonan. 

Sebagai gantinya, saya meminta bantuan anak kedua menyiapkan air bersih dalam panci untuk rebusan. Ia setuju dan mengerjakan dengan cepat.

Sambil menggoreng ikan untuk sajian makan malam, saat air mendidih saya mulai memasukkan bulatan klepon yang sudah diberi isian gula aren. Begitu adonan mengapung, saya angkat dan tiriskan.

"Sudah habis Bu, adonannya," kata si sulung tiba-tiba. Saya sedikit terkejut, semua berjalan cepat tanpa kendala!

"Kalau begitu, kakak bereskan semua mangkuk dan cuci tangan yaa," sahut saya sambil melirik jam di dinding. Masih banyak waktu dan saya merasa lega.

Bulatan klepon yang sudah matang, segera digulingkan di atas kelapa parut yang telah dikukus sebelumnya. Terus saya lakukan sampai semua selesai.

Taraaaaaa! Takjil klepon siap menunggu di atas meja. Sementara saya masih lanjut memasak sayur dan anak-anak bergantian mandi sore.

Menghadapi penolakan anak remaja

Apakah anak-anak kami selalu menuruti perkataan orang tuanya? Harus saya jawab dengan jujur, tidak. Sesekali mereka memperlihatkan ekspresi tidak suka, atau bahkan menolak.

Misalnya saat saya meminta si sulung makan buah. Apakah buah jeruk, nanas atau pisang, dia menunjukkan keengganannya.

Meskipun saya penyuka hampir semua jenis buah dan mengenalkan buah kepada mereka sejak usia balita, dalam perkembangannya ternyata si sulung berubah haluan ketika menginjak remaja. Dia mulai memilih dan menganggap sebagiannya tidaklah enak seperti yang dia inginkan.

Apakah saya harus marah lalu memaksa si sulung memakannya?

Ini akan menjadi tidak adil bagi seorang anak yang sedang berada pada masa peralihan. Maka saya mengajaknya duduk bersama.

Saya katakan bahwa lidah kita boleh jadi tidak menginginkannya, tetapi bagian dari tubuh kita pasti membutuhkannya. Seperti mata, gigi, tulang, rambut, kuku, membutuhkan kandungan nutrisi dalam buah.

Saya lalu memintanya memutar aplikasi You Tube untuk mendapat keterangan lebih lanjut. 

Wajah si sulung masih tampak setengah hati. Lalu saya katakan lagi bahwa buah-buahan adalah bagian dari rezeki yang Allah SWT berikan kepada manusia. Saya tunjukkan kepadanya beberapa keterangan dari Alquran untuk memastikan.

Saya ceritakan juga negeri yang mengalami kekeringan luar biasa dan rakyatnya kekurangan pangan. Bahkan ribuan ternak harus mati karena ketiadaan air minum. 

Apakah negeri kita yang baik-baik saja, buah dan sayur tersedia di dalam rumah, kita rela membiarkan dan tidak ingin memakannya?

Artikel saya terkait: Bagaimana Cara agar Anak Suka Buah dan Sayur?

Cara terakhir yang saya lakukan adalah meminta di sulung mencicipi setengah saja dari buah jeruk, atau satu saja untuk pisang ambon. 

Mulailah dengan bismillah dan pikirkan bahwa buah ini baik untukmu. Ia adalah rahmat pemberian. Tak perlu menghabiskan dalam jumlah banyak, tetapi ulangi di hari lainnya. Terus berusaha menikmati buah dan jangan membencinya.

Alhamdulilah, dengan pendekatan seperti tersebut, beberapa penolakan anak kami lambat laun dapat diatasi.

Semoga bermanfaat.

THRKompasiana samberTHR segarTHR

Kota Kayu, 6 Mei 2022

Ayra Amirah untuk Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun