Belanja Lebaran dan Jebakan Kebutuhan Palsu
Terkadang yang ditonjolkan bukan kebutuhan akan barang tertentu, tetapi pemenuhan obsesi untuk memiliki atau berbelanja itu sendiri. Orang ke mall atau shopping center, semata-mata didorong oleh dan mengacu pada belanja semata.
Tentu tidak ada yang keliru dengan membeli pakaian atau ponsel baru. Untuk alasan fungsional jelas penting. Namun terkadang, orang termanipulasi secara psikis sehingga begitu ada jenis telepon genggam keluaran terbaru di pasaran, maka mereka merasa harus membelinya, walau yang sedang dimiliki masih memadai dan lebih dari cukup.
Orang merasa penting untuk membeli pakaian karena tidak ingin ketinggalan memiliki pakaian model terbaru. Orang merasa butuh untuk ke pusat perbelanjaan karena mengganggap sudah menjadi kebutuhan untuk bertandang ke sana walau demi sesuatu yang sejatinya bukan prioritas.
Tentu, kasus tersebut, tidak hanya terbatas pada aktivitas belanja di luar jaringan dan hanya untuk jenis barang tertentu. Manipulasi kebutuhan palsu pun berlaku pada jenis transaksi digital dan merembet pada barang-barang lainnya. Selama kita dikuasai kebutuhan palsu maka berbelanja online hanyalah soal cara dan sarana pemenuhan.
Soal Pilihan
Secara teoritis kebutuhan palsu adalah sesuatu yang bisa dan masih bisa kita konfirmasi secara faktual. Setiap orang tentu memiliki standar kebutuhan berbeda-beda. Begitu juga dengan tingkat kesanggupan yang satu tak akan sama dengan yang lain.
Namun begitu, kita tentu sepakat, bahwa urusan belanja bukan sesuatu yang bisa lepas dari pertimbangan begitu saja. Terkadang alasan di balik pemenuhan itu tak bisa diseragamkan. Namun ada beberapa prinsip yang menjadi pertimbangan hampir setiap orang. Apalagi di tengah pandemi seperti ini.
Pertama, berbelanja secara online di tengah pandemi adalah salah satu pilihan yang paling memungkinkan untuk mendukung upaya pemerintah menghentikan atau mempersempit laju penyebaran virus Covid-19. Untuk itu berbelanja dengan aman dan efisien adalah bagian dari upaya melindungi diri dan orang lain. Apalagi berbagai platform menyajikan diskon menarik.
Kedua, terkadang masih ada yang merasa harus berbelanja secara offline karena alasan harga, juga kemudahan melihat dan memilih barang secara langsung. Pilihan berbelanja di pasar tradisional atau toko kelontong misalnya masih menjadi alternatif bagi banyak orang.
Untuk yang memilih jenis tersebut, maka sekiranya mempertimbangkan sejumlah hal. Membatasi waktu di toko atau pasar karena potensi berinteraksi dan bertemu dengan banyak orang terbuka lebar. Perlu membuat rencana belanja secara terperinci untuk kebutuhan konsumsi dalam periode tertentu sehingga tidak harus setiap hari bertandang ke pasar.