6 Perilaku Utama, Ikhtiar Menghindar Pelaksanaan Puasa "Omon-Omon Saja"
Ramadan adalah bulan mulia. Kehadirannya menghadirkan berbagai kemuliaan. Maka sangat beruntung orang yang mau berjuang memperoleh kemuliaannya.
Oleh sebab itu untuk meraih kemuliaannya perlu kiranya dalam menjalani puasa di bulan suci ramadan juga dengan perilaku yang mulia.
Seperti diketahui bahwa tujuan diwajibkannya puasa ramadan bagi orang beriman adalah agar dapat meningkat menjadi orang yang bertaqwa.
Hal ini berarti ramadan merupakan sarana yang digunakan sebagai proses transformasi spiritual dari seorang mukmin menjadi seorang muttaqin. Predikat mukmin adalah predikat perantara menuju predikat paripurna yaitu predikat muttaqin.
Oleh sebab itu, dalam menjalani aktivitas ibadah puasa bulan ramadan perlu kiranya memahami tentang perilaku apa saja yang semestinya harus dijalankan dalam rangkaian kegiatan ramadan.
Apa tujuannya? Jawabnya singkat yaitu agar ramadan yang dijalani bermakna. Kebermaknaan inilah yang membuktikan keberhasilan ibadah puasa yang dijalani. Pendek kata, ibadah puasa yang dijalani bukan hanya "omon-omon"saja.
Kondisi demikian yang secara langsung diingatkan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya yang berbunyi:
Bunyi hadits tersebut mengingatkan kita agar dalam menjalani puasa tidak hanya memperoleh lapar dan dahaga. Sebab lapar dan dahaga hanya sebagai sarana mengasah jiwa, bukan tujuan. Sedangkan tujuan puasa yang dijalani dengan lapar dan dahaga agar bisa menjadi orang yang bertaqwa.
Ketika ramadan hanya dijalani secara ritual, maka pasca ramadan tidak akan muncul jejak-jejak ramadan yang bersifat monumental-spiritual.
Jejak ini selain memberikan gambaran belum efektifnya dalam menjalani puasa ramadan, juga membuktikan bahwa ketercapaian puasa yang dijalani masih belum fungsional. Pendek kata, belum berhasil meraih nilai-nilai utama puasa.
Jejak monumental-spiritual biasanya bisa ditandai dengan adanya perubahan perilaku ke arah lebih baik setelah menjalani puasa ramadan.
Misalnya, sebelum puasa ramadan jarang (bahkan tidak pernah) tadarus Al Qur'an, pasca ramadan gemar tadarus setiap harinya, sebelum ramadan jarang salat jamaah di masjid, pasca puasa ramadan seseorang sudah mulai gemar salat jamaah di masjid.
Sebelum ramadan malas tadarus Qur'an, pasca ramadan rutin tadarusnya. Sebelum ramadan susah memaafkan kesalahan orang lain, pasca ramadan sudah mau memaafkan kesalahan orang lain.
Sebelum ramadan, melakukan suatu kebaikan agar mendapat pengakuan orang lain, pasca ramadan beberapa kebaikan yang dilakukan untuk memperoleh ridha Allah SWT.
Terus, sebelum ramadan sifat iri, dengki, hasad masih dominan dalam setiap perilakunya, pasca puasa ramadan sifat-sifat tersebut mulai berkurang secara bertahap. Hal tersebut adalah contoh riil adanya perubahan. Contoh perubahan tersebut adalah aspek-aspek taqwa yang kasat mata.
Sederet contoh tersebut adalah contoh adanya jejak yang monumental-spiritual yang diperoleh seseorang setelah menjalani puasa ramadan. Sederet contoh tersebut adalah ilustrasi seseorang yang dapat memperoleh makna dalam kehidupan setelah berpuasa ramadan.
Oleh sebab itu perlu kiranya mengetahui perilaku-perilaku mulia agar puasa yang dijalani dapat memperoleh makna, bukan "omon-omon"saja.
1) Ikhlaskan Niat
Kata Nabi Muhammad SAW, segala sesuatu sangat tergantung dengan niatnya. Kata bijak itu adalah adalah nasihat spiritual yang dalam bagi siapa saja yang menginginkan suatu keberhasilan.
Dari berbagai fakta yang muncul di tengah kehidupan, ternyata niat sangat menentukan kesuksesan seseorang. Apabila niatnya kuat, kecenderungannya adalah selalu berusaha dengan keras. Langkah ini pada gilirannya mendorong kesuksesan seseorang.
Niat hakikinya adalah gambaran visi dan misi kehidupan yang ingin diraih. Maka kuat dan tidaknya niat memberikan gambaran tentang kejelasan visi dan misi yang ingin diraihnya. Sehingga langkah-langkah yang dilakukan dengan segenap liku-liku yang dijalani adalah bukti kuat dan tidaknya niat yang diikrarkan.
Ujian, tantangan, rintangan, dan cobaan adalah hukum ilahiyah yang selalu dihadapi setiap orang yang ingin meraih keberhasilan. Pendek kata, niat memberikan gambaran tentang apa yang ingin diraih dalam kehidupan, berikut gambaran cara untuk meraihnya.
Puasa ramadan juga tergantung pada niatnya. Maka keberhasilan dalam menjalani puasa ramadan juga sangat dipengaruhi oleh kuat dan tidaknya niat. Apa dan cara apa yang dilakukan, sangat dipengaruhi oleh niatnya.
Maka "mengikhlaskan niat" merupakan salah satu perilaku mulia dalam menjalani ibadah bulan ramadan. Ikhlasnya niat akan mendasari dan memberikan arah tentang tujuan yang ingin diraih dalam menjalankan ibadah puasa.
2) Sungguh-sungguh dalam Taubat
Seperti diuraikan pada artikel sebelumnya, taubat merupakan usaha sadar seseorang dalam mengupayakan terhapusnya kotoran-kotoran jiwa yang dimilikinya. Taubat merupakan pengakuan tentang dosa-dosa yang pernah dilakukan.
Maka taubat yang sungguh-sungguh merupakan perilaku mulia yang efektif dalam memperoleh keutamaan nilai-nilai puasa yaitu ampunan atas semua dosa.
Ketika seseorang berpuasa sudah mengakui atas semua kesalahan, maka secara tidak langsung orang tersebut telah mampu melakukan introspeksi diri (muhasabah) tentang kotoran-kotoran jiwa yang dimilikinya.
Kondisi demikian pada gilirannya akan menjadikan jiwanya lembut, penuh maaf, penuh pesona kemulian ucapan, perilaku dan tindakan. Orang yang demikianlah orang yang dapat memperoleh kemuliaan ibadah puasa di bulan suci ramadan.
3) Melapangkan dada
Perilaku mulia yang tidak kalah penting adalah lapang dada yaitu sikap dan perilaku yang mau meminta maaf apabila melakukan kesalahan, dan mau memaafkan terhadap kesalahan orang lain.
Perilaku mulia ini ketika dijalani dalam menjalankan ibadah puasa, maka secara langsung akan diri untuk saling menyadari tentang kelebihan dan kekurangan diri sendiri maupun orang lain. Ramadan merupakan bulan yang efektif dalam mengasah sikap lapang dada.
4) Menyedikitkan makan
Kata Nabi Muhammad SAW, makanlah ketika kamu belum lapar, dan berhentilah makan sebelum perutmu kenyang. Imam Asy-Syafi'i juga menjelaskan perut kenyang dapat menyebabkan kerasnya hati.
Menyedikitkan makan (mengurangi) bisa menjadi salah satu perilaku mulia yang dapat dilakukan dalam menjalani ibadah bulan ramadan. Perilaku ini dapat menjadi faktor penting untuk meraih kemuliaan bulan suci ramadan. Sebab kalau perut kenyang itu menjadi kebiasaan, kecenderungannya yang terjadi adalah malas, bahkan dapat menjadikan hati menjadi keras.
5) Menambah bekal ilmu
Perilaku mulia yang juga perlu dilakukan dalam menjalankan ibadah bulan ramadan adalah menambah ilmu. Ilmu tentang apa? Secara khusus adalah ilmu tentang hal-ikhwal yang berkaitan dengan puasa ramadan.
Makin banyak ilmu yang dimiliki tentang puasa ramadan, selain dapat meluruskan niat, juga makin jelas hal-hal ingin ditingkatkan selama menjalani ibadah bulan suci ramadan.
Di dalam Islam ada kaidah, iman tanpa ilmu akan tumpul, ilmu tanpa iman akan salah arah. Maka orang beriman dan berilmu diangkat derajatnya lebih tinggi.
6) Pembiasaan amal saleh
Perilaku utama yang juga akan memberikan pengaruh besar pada keberhasilan seseorang memperoleh nilai-nilai utama bulan ramadan adalah pembiasaan amal saleh. Bulan ramadan menjadi sarana efektif untuk melatih kepekaan sosial dan jiwa peduli.
Oleh sebab itu pembiasaan amal saleh sebaiknya dijadikan sebagai perilaku utama yang ditampilkan dalam menjalani ibadah bulan suci ramadan.
Semua perilaku mulia tersebut adalah skill jiwa. Maka, memerlukan latihan demi latihan secara terus menerus atau pembiasaan. Sebab tanpa langkah tersebut, maka puasa kita bisa terjebak pada puasa yang hanya "omon-omon saja".
Mengapa? Sebab hanya memperoleh kebaikan yang bersifat teoritis, ritual, dan retoris. Namun perilakunya dan tindakanya jauh dari kemampuan teoritis, ritual, dan retorikan kebaikan yang dikuasainya.
Diksi "omon-omon saja" memang belum ada definisi yang baku. Namun secara simbolis, bisa dipahami sebagai suatu sikap seseorang yang tidak hanya pandai bicara, namun juga mampu mengedepankan tindakan nyata.
Maka ketika seseorang dalam menjalankan ibadah puasa terjebak pada "omon-omon saja", bisa dipahami bahwa aktivitas puasa yang dijalani hanya mampu memperoleh kebaikan secara ritual, teoritis, retoris, namun terjadi kesenjangan dengan tindakan nyatanya di tengah kehidupan masyarakat.
Tesis 6 perilaku utama di atas, semoga dapat menjadi cara menghindarkan diri dari ibadah puasa yang hanya memperoleh "omon-omon saja" bagi penulis (khususnya) dan pembaca budiman pada umumnya.
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY CHALLENGE
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Ketemu di Ramadan hadir kembali. Selain sebagai ajang buka puasa bersama Kompasianer, ada hal seru yang berbeda dari tahun sebelumnya. Penasaran? Tunggu informasi selengkapnya!