Ramadan 2013, Saya Akhirnya Berjilbab
Saya mulai konsisten berjilbab pada Ramadan 2013. Biasanya saya berhijab hanya pada momen-momen tertentu, misalkan saat pergi salat tarawih ke masjid, kala salat id, sewaktu perayaan Hari Raya Idulfitri dan Iduladha, atau saat ikut pengajian atau perayaan hari besar Islam lainnya.
Saya masih ingat, waktu itu hari Jumat. Saya pergi ke kantor dengan menggunakan salah satu jilbab yang memang selalu tersedia beberapa di rumah. Jilbab pasmina panjang yang saya lilit-lilit di kepala dengan menggunakan jarum pentul. Yaa... memang masih sangat jauh dari kata syari hehe.
Saya sengaja memilih hari Jumat, biar teman-teman kantor tidak heboh. Hari Jumat biasanya banyak teman kantor perempuan yang muslim suka coba-coba berjilbab. Terlebih di bulan Ramadan. Mereka sudah ada keinginan untuk berjilbab, tetapi belum siap berjilbab secara permanen. Akhirnya hanya berjilbab di hari Jumat. Hari lain tidak berjilbab lagi.
Sesuai prediksi, teman-teman kantor biasa saja sewaktu melihat saya berjilbab. Mereka pikir saya hanya berjilbab di hari Jumat. Namun, saat saya kembali berjilbab di hari Senin, baru deh heboh. Ada yang bertanya kenapa akhirnya berhijab, ada juga yang memberi dukungan.
Mereka heboh saya berjilbab karena sebelumnya tidak ada tanda-tanda saya akan berjilbab. Saya bukan karyawan yang suka rutin ikut pengajian yang diadakan kantor secara berkala. Kalau pun ikut pengajian hanya sekali-sekali. Salat fardu di kantor pun seringnya mepet-mepet waktu karena lebih mengutamakan pekerjaan kantor. Menjelang akhir, baru salat.
Saat Kecil Terbiasa Berjilbab
Saat kecil saya sebenarnya sudah terbiasa berhijab. Nenek saya yang membiasakan hal tersebut. Setiap kali keluar rumah, kepala saya ditutup kerudung. Terlebih, sejak usia tiga tahun saya sudah mulai sekolah di salah satu Madrasah Ibtidaiyah (MI) dekat rumah.
MI tersebut sebenarnya setara dengan Sekolah Dasar (SD). Namun, kami dulu sekolah di madrasah justru sebagai persiapan masuk ke SD negeri. Maklum dulu di tempat saya tinggal belum ada TK. Jadinya, masuk MI masih pada di usia balita. Lulus MI juga jadinya lebih cepat dibanding lulus SD. Saya sudah lulus MI saat kelas tiga SD.
Anyway, saat itu saya sebenarnya masuk MI terlalu cepat. Gara-gara teman main saya yang umumnya jauh lebih besar sudah sekolah duluan. Saya pun ingin ikut-ikutan sekolah. Sekelas dengan mereka.
Sempat Tidak Terbayang Akan Berjilbab
Setelah lulus MI saya tidak lagi berjilbab. Apalagi kemudian saya pindah kota, rumah orang tua tidak lagi dekat rumah nenek.
Saya mengenakan jilbab pada waktu-waktu tertentu saja, misalkan saat belajar mengaji, atau pada hari-hari tertentu yang memang diwajibkan oleh sekolah. Biasanya saat pesantren kilat di bulan Ramadan.
Semakin besar saya semakin tidak terbayang mengenakan jilbab seperti waktu kecil dulu. Apalagi setiap kali mengenakan jilbab, saya terlihat lebih tua. Jilbab yang saya kenakan juga sering mencong-mencong. Pas dikenakan bagus dan rapi, lima menit kemudian sudah terlihat tidak karuan. Membuat penampilan nggak banget.
Saat saya duduk di bangku SMA, ada salah satu teman sekelas yang memaksa saya mengenakan jilbab. Perempuan katanya dosa kalau tidak berjilbab. Sebagai sesama muslim, ia mengingatkan agar saya berjilbab. Waktu itu, saya bukannya tergerak untuk berjilbab, malah semakin antipati untuk mengenakan hijab.
Bahkan saat saya bermimpi agak serem terkait surga dan neraka, saya juga belum mau untuk mengenakan hijab. Saat kuliah saya pernah bermimpi dunia kiamat, saya dan manusia lain kemudian meninggal.
Saat itu, di dalam mimpi, entah bagaimana saya sudah sampai surga. Namun, saya tidak bisa masuk. Pintu surga tertutup rapat. Saya ketuk dan buka pintu surga itu sekuat tenaga, tetapi tidak juga terbuka.
Lalu, di dalam mimpi itu, saya bertanya pada diri sendiri, apa ya yang membuat saya tidak bisa masuk surga? Entah mengapa, saya tiba-tiba kepikiran, mungkin karena saya tidak berjilbab.
Akhirnya dalam mimpi itu saya menangis meraung-raung. Menyesal karena tidak mengenakan jilbab. Saya berjanji, bila diberi kesempatan, saya akan mengenakan jilbab. Terus tiba-tiba saya terbangun. Namun, esoknya, lusanya, saya tetap belum mengenakan jilbab hehe.
Lalu, Mengapa Akhirnya Berjilbab?
Mama saya meninggal pertengahan 2010 lalu. Sejak mama saya meninggal saya kerap dihantui rasa bersalah. Saya selalu teringat hadist mengenai tiga amalan yang akan terus mengalir meski kita sudah meninggal.
"Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang saleh." (HR. Muslim nomor 1631).
Saya berpikir, kalau saya tidak berjilbab, saya khawatir tidak termasuk anak yang salih. Terus, saya kepikiran, mama saya dapat tambahan amalan dari mana? Padahal anaknya hanya lah saya seorang.
Akhirnya saya mantap berhijab juga sekitar tiga tahun setelah mama saya meninggal. Entahlah, mengapa memerlukan waktu selama itu.
Mengapa Berhijab di Bulan Ramadan?
Mungkin waktunya pas. Saat Ramadan iman setiap muslim umumnya berada di level tertinggi. Sehingga, saya pun tergerak untuk menjalankan salah satu perintah Allah yang disampaikan melalui Al Quran.
"Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.S. Al Ahzab ayat 59)
Selain tercantum dalam Surat Al Ahzab, termaktub juga dalam Surat Nur ayat 31:
"Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung. (Q.S.Nur ayat 31)
Selain itu, saat Ramadan juga kita lebih mudah mengakses beragam ceramah Islami, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Orang-orang sekitar juga biasanya lebih agamis. Sehingga, kondisi dan situasi lebih mendukung.
Namun, walaupun sudah berjilbab saya merasa tetap belum salih. Masih banyak kekurangan diri yang harus diperbaiki. Jilbab yang saya kenakan juga terkadang masih belum sesuai syariah. Semoga Ramadan ini bisa membuat diri semakin baik. Amiiin.
Salam Kompasiana! (*)