Dani Ramdani
Dani Ramdani Lainnya

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Puasa, Bukan Hanya Sekadar Menahan Lapar dan Dahaga

1 April 2023   06:12 Diperbarui: 1 April 2023   06:21 1399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puasa, Bukan Hanya Sekadar Menahan Lapar dan Dahaga
Ilustrasi. | Foto: Shutterstock via KOMPAS.COM

Puasa di bulan ramadhan merupakan salah satu rukun islam yang wajib bagi umat muslim. Perintah itu termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 183.

Untuk itu, setiap muslim yang sudah baligh dan berakal wajib untuk melaksanakan ibadah puasa. Secara harfiah, puasa adalah menahan rasa lapar dan haus dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. 

Tapi, lebih dari itu, puasa adalah ajang bagi kita untuk mengendalikan diri. Untuk itu, marilah kita berusaha agar puasa kali ini tidak hanya sekadar menahan lapar dan haus semata. Lebih dari itu, puasa adalah sarana bagi kita untuk menahan hawa nafsu. 

Manusia berbeda dengan makhluk ciptaan Allah yang lain. Manusia itu sempurna karena memiliki dua komponen dari makhluk hidup, yaitu akal dan hawa nafsu. 

Manusia, malaikat, dan hewan tidak lepas dari dua hal di atas. Malaikat diberi akal tapi tidak diberi hawa nafsu. Oleh sebab itu, malaikat merupakan makhluk Allah yang mulia karena akalnya yang memimpin. 

Sementara hewan hanya diberi hawa nafsu tanpa akal. Itu sebabnya siklus hewan tidak lebih dari sekadar makan, minum, dan urusan seks. 

Manusia memiliki keduanya yaitu hawa nafsu dan akal. Untuk itu manusia disebut sebagai makhluk sempurna. Manusia bisa lebih mulia dari hewan karena berakal.

Tapi, manusia tidak bisa lebih mulia dari malaikat karena memiliki hawa nafsu. Untuk itu, manusia senantiasa melakukan kesalahan karena memiliki hawa nafsu. 

Puasa adalah salah satu cara untuk mengendalikan hawa nafsu. Menurut Imam Ghazali, sumber utama kemasiatan manusia adalah hawa nafsu yang ada di dalam diri manusia.

Sementara bahan bakar hawa nafsu adalah makanan. Dengan mengurangi makan dan minum, maka bisa mengendalikan hawa nafsu. Dan puasa adalah jawaban dari itu semua.

Untuk itu, dalam puasa kali ini marilah kita kedepankan akal kita. Akal adalah pemimpin ideal bagi kita untuk hidup sesuai norma yang berlaku.

Akal pula dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan buruk bagi kita. Maka, beruntung bagi mereka yang bisa memimpin dirinya dengan akal. 

Sementara itu, jika kita dipimpin oleh hawa nafsu, kita tidak ubahnya seperti hewan yang tidak berakal. Pada prinsipnya, setiap perbuatan hawa nafsu selalu merugikan, entah itu bagi diri sendiri maupun orang lain. 

Untuk itu, perbuatan yang tidak dikehendaki oleh akal pasti disukai hawa nafsu. Jika hidup hanya mengikuti hawa nafsu, maka sejatinya kita telah diperbudak olehnya.

Esensi manusia terletak pada akalnya. Jika kita meminjam pemikiran Plato, maka manusia terdiri dari tiga komponen yaitu akal, kehendak, dan nafsu. 

Akal disimbolkan dengan kepala, kehendak dengan dada, dan hawa nafsu bagian bawah tubuh manusia. 

Bagi siapa saja yang mampu memimpin dirinya memakai akalnya, maka kedua komponen lain yaitu kehendak dan hawa nafsu bisa dikendalikan. 

Dalam islam pun sering kita dengan ayat yang menyinggung terkait akal, berpikir, atau pikiran. Itu berarti, kita dituntut untuk menjadi makhluk yang berpikir. 

Tapi, kita juga tidak bisa menghilangkan hawa nafsu yang tentu mencakup pula kehendak seperti apa kata Plato. Jika tidak punya itu, maka hidup kita tak ada tujuan. 

Maka, jalan terbaik bagi kita adalah dengan mengendalikannya. Dan puasa adalah salah satu cara tersebut. Puasa adalah ajang latihan untuk menekan hawa nafsu. 

Jadi, selama satu bulan penuh kita dilatih untuk mengendalikan segala bentuk hawa nafsu yang ada pada diri kita. Nafsu di sini mencakup semua hal seperti hasrat ingin memenuhi keinginan yang sebenarnya tidak terlalu penting. 

Misalnya hidup dengan kemewahan yang berujung pada sikap riya di media sosial atau disebut flexing. Kecenderungan untuk boros juga bagian dari hawa nafsu. 

Padahal, puasa mengajarkan kita untuk hidup sederhana dengan merasakan rasa lapar. Di luar sana, mungkin setiap hari merasakan lapar dan haus. Jadi, ada nilai sosial di situ. Tujuannya untuk menaikkan rasa empati dan pada akhirnya hidup sederhana. 

Jadi, di sinilah pentingnya akal bagi kita. Akal adalah pengontrol. Akal adalah sumber terpenting dalam jiwa manusia. Akal seharusnya mengatur diri kita bukan hawa nafsu atau hasrat. Jika kita dikendalikan sepenuhnya oleh akal, maka kita akan tahu batas. 

Batas kapan memenuhi hawa nafsu yang natural seperti makan, tidur, seks, dan lainnya, atau hasrat dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan. Meski begitu, akal juga perlu makanan. Jika menurut Imam Ghazali bahan bakar hawa nafsu adalah makanan. Maka, bahan bakar akal adalah ilmu.

Jika kita analogikan, seekor kuda bisa disebut kuda karena dapat "mengoptimalkan" ciri yang ada di dalam dirinya yaitu berlari kencang. 

Begitu juga dengan manusia, kita akan disebut sebagai manusia dengan mengoptimalkan ciri yang ada di dalam diri kita yaitu akal. Karena itu, ciri utama manusia dibanding dengan makhkuk lain adalah berpikir. 

Lalu, kita tinggal memilih. Apakah ingin dipimpin oleh akal atau diperbudak hawa nafsu? Tapi, untuk bisa membedak itu, maka kita perlu ilmu yang menjadi kebutuhan akal. 

Akal tanpa ilmu tentu tidak berguna. Lebih dari itu, disamping diberi akal, kita juga wajib menuntut ilmu untuk membawa kita ke jalan yang benar. Jika akal yang mengontrol kita, maka kita telah menjadi manusia yang mengoptimalkan ciri utama kita yaitu berpikir. 

Bukankah islam adalah agama bagi mereka yang berpikir? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun