Achilles Last Stand Versi Ramadan
Selain mudah tergoda tawa, saya mudah terserang kantuk. Godaan yang pertama membuat cenderung kurang wibawa sementara serangan yang kedua menjadikan cenderung kurang produktif. Satu-satunya kekuatan adalah rasa syukur kepada Allah atas apapun yang sudah digariskan-Nya.
Seperti saat yang lain sudah khatam Al-Qur'an, bahkan ada sudah tiga kali balikan (luar biasa!), saya baru bisa mengkhatamkan Al-Qur'an pada hari ke-26 Ramadan. Itupun dengan start bacaan tidak dari awal. Akan tetapi bagaimanapun karunia tersebut patut untuk disyukuri.
Hal lain yang memperlambat membaca Al-Quran adalah sering munculnya Eureka Effect saat menjumpai ayat-ayat tertentu. Bacaan jadi berhenti sejenak atau beberapa jenak, malah kadang diselingi melipat ujung atas halaman Al-Qur'an sebagai penanda, memotretnya dengan hp atau membuat catatan. Tidak jarang saya mengalami serendipity bahkan deja vu. Tapi secara umum, kelambatan terjadi lebih karena fokus yang mudah terganggu.
Al-Qur'an: Sebuah Kitab dengan Fitur Nirgalat
Hanya saja ada satu hal yang sangat saya nikmati, yaitu fitur yang disediakan oleh Allah saat masuk mode baca Al-Qur'an. Fitur yang dimaksudkan adalah apabila ada salah baca atau tanpa sengaja satu halaman terlompati saat berganti halaman maka ada semacam alarm berupa rasa tidak nyaman, kurang pas atau terasa ada sesuatu yang tidak beres.
Lalu, saat berhenti sejenak dan memusatkan konsentrasi segera hal yang tidak beres tersebut teridentifikasi -- jadi kesalahan segera dapat diperbaiki. Inilah fitur yang Allah SWT ciptakan untuk para pembaca Al-Qur'an. Barangkali beberapa orang menyebutnya sebagai muscle memory. Mengingat Al-Qur'ab berungkali kita mengkhatamkannya. Sehingga, menurut yang berpendapat bahwa itu sebatas muscle memory, apa yang saya rasakan merupakan sesuatu yang tidak istimewa.
Terlepas dari kemungkinan akan dikategorikan sebagai ortodoks atau dogmatis, saya lebih cenderung berpendapat bahwa fenomena Al-Qur'an dengan fitur menjaga dirinya agar tetap dibaca dengan benar -- melalui pemberian notifikasi bila terjadi kesalahan baca atau ada bagian yang terlewat tadi -- merupakan bagaian dari implikasi ayat inna nahnu nazzalnadz- dzikra wa inna lahu lahafizhun, Kami yang menurunkan adz-Dikra (Pengingt, yakni Al-Qur'an) dan sesungguhnya Kami-lah yang akan memeliharanya (QS Al-Hijr: 9). Apa yang disebut di awal sebagai fitur tersebut, saya yakini sebagai bagian dari mukjizat Al-Qur'an. Dan saya yakin tidak sendirian dalam hal ini.
Sebagaimana disebutkan di awal, saya baru bisa mengkhatamkan Al-Qur'an pada hari ke-26. Dan saat tulisan ini diposting di Kompasiana, Ramadan sudah mencapai hari ke-29. Itu artinya dua hari atau bahkan bisa saja tinggal satu hari lagi tersisa mengingat jumlah bilangan hari dalam bulan Ramadan dalam kisaran 29-30 hari.
Firdaus Yahya dari Darul Huffaz Learning Centre, Singapura sebagaimana dilansir laman resmi Muhammadiyah, menyampaikan bahwa dari sembilan Ramadan yang dijalani Rasulullah saw sepanjang hayatnya, tujuh di antaranya berjumlah 29 hari, dan hanya dua Ramadan, yakni pada tahun ke-6 dan 7 Hijrah saja yang berjumlah genap 30 hari. Untuk itu, kita harus memberikan yang terbaik dalam upaya memenuhi hak Ramadan sebagai Tamu Agung yang akan segera beranjak meninggalkan kita.
Dalam saat-saat jelang akhir ini ketangguhan kita diuji. Entah bagaimana, pikiran jadi terpaut kepada kegigihan Akhilles dalam epos Iliad seperti yang digambarkan dalam film Troy. Akhilles terus bertarung sampai akhirnya sebuah panah memutuskan tendon di bagian tumit yang menyebabkan kematiannya. Ternyata titik tersebut adalah kelemahannya. Untuk mengabadikannya, tendon tumit disebut dengan tendon Achilles.
Achilles Last Stand
Saya tidak dibesarkan dengan tradisi membaca Iliad. Sementara untuk Mahabharata, pertama mengenalnya lewat lagu Panggung Sandiwara dari Duo Kribo. Lebih beruntungnya lagi, saat SMP dulu kawan sebangku saya meminjamkan koleksi komik-komik wayangnya, dan salah satunya Mahabharata karya R.A. Kosasih. Adapun nama Troy, secara tidak langsung juga dikenal melalui lagu band rock legendaris Indonesia Godbless, She Passed Away saat masa-masa SMA dulu. Dua larik pertamanya: She wasn't Helen of Troy, Whose beauty drove men to destroy ternyata mengutip dari peristiwa Perang Troya. Dua figur hebat, yaitu Hektor dan Akhilles, terpaksa harus gugur gara-gara Paris -- adik dari Hektor --yang celamitan melarikan istri orang, Helen ke Troya. Julukan Helen of Troy sendiri sebenarnya tidak tepat sebab Helen adalah istri dari Raja Sparta, Menelaus. Jadi, idealnya ia dipanggil Helen of Sparta.
Tentang Akhilles sendiri, saya mengenalnya lewat lagu supergroup Led Zeppelin, Achilles Last Stand. Menurut informasi yang umum kita terima, lagu ini tidak dimaksudkan untuk mengisahkan Perang Troya melainkan mengacu pada insiden kecelakaan yang dialami Robet Plant, vokalis Led Zeppelin.
Plant mengalami cedera pada pergelangan kakinya dalam sebuah kecelakaan mobil sehingga tidak dapat berdiri (berjalan), oleh karena itu ia menulis lagu "Achilles Last Stand". Mengenai lirik lagu ini, Plant menggunakan mitologi Yunani untuk menulis lagu otobiografi yang mengacu pada perjalanan yang dilakukannya dan Page setelah menyelesaikan tur mereka pada tahun 1975.
Saat nonton film Troy, terutama ketika fragmen terbunuhnya Hektor oleh Akhilles ada perasaan ganjil dalam hati. Mengapa orang sebaik Hektor harus mati lalu jasadnya diseret di belakang kereta perang oleh Akhilles. Tergambar jelas dalam film tadi adegan di mana Priam, raja Troy sekaligus ayah Hektor, berlutut dan mencium tangan Akhilles.
Akhilles: "Siapa kau?"
Priam: "Aku telah menanggung apa yang belum pernah ditanggung oleh siapa pun di dunia ini. Aku mencium tangan orang yang membunuh anakku."
Akhilles: "Priam? Bagaimana kau bisa masuk ke sini?"
Priam: "Aku lebih mengenal negaraku daripada orang-orang Yunani, kurasa."
Akhilles: "Kau seorang pemberani. Aku bisa saja memenggal kepalamu dalam sekejap mata."
Priam: "Apakah kamu benar-benar berpikir kematian membuatku takut sekarang? Aku melihat putra sulungku mati, melihat kamu menyeret tubuhnya di belakang keretamu. Kembalikan dia padaku. Dia berhak mendapatkan pemakaman yang layak. Kau tahu itu. Berikan dia padaku!"
Akhilles: "Dia membunuh sepupuku."
Priam: "Dia pikir itu kau. Berapa banyak sepupu yang telah kau bunuh? Berapa banyak anak, ayah, saudara, dan suami? Berapa banyak, Akhilles sang pemberani? Aku tahu ayahmu, dia meninggal sebelum waktunya. Tapi dia beruntung tidak hidup cukup lama untuk melihat anaknya gugur."
Sebuah fragmen yang sangat menyentuh.
Film Troy merujuk kepada epos Iliad karya Homer. Epos ini memiliki kemiripan dengan Mahabharata atau Ramayana dalam penggambaran karakternya pemerannya. Tidak hitam putih. Kita bisa melihat kebaikan dan keburukan pada semua pihak yang dikisahkan. Persis sebagaimana dalam kehidupan kita. Setiap dari kita selalu memiliki dua sisi. Danb kualitas sejati kita terdapat pada seberapa besar keinginan untuk selalu memilih yang terbaik.
Silang Pendapat Kemiripan Iliad dengan Mahabharata
Seperti disebutkan sebelumnya terdapat kemiripan antara Iliad dengan Mahabharata. Atau, ada juga yang menyebutkan kemiripannya dengan Ramayana -- epos yang jauh lebih tua usianya dari Mahabharata. Pandangan berkenaan dengan kesamaan Iliad dengan Mahabharata adalah dari aspek peperangan kolosalnya, sementara dengan Ramayana lebih kepada kisah penculikan istri rajanya.
Pandangan N. J. Allen dalam Mahabaharat and Iliad: A Common Origin? menarik untuk dijadikan pemantik diskusi:
"Bahasa dari kedua tradisi epik ini memiliki asal-usul yang sama; jadi apakah narasi-narasinya juga memiliki asal-usul yang sama? Kebisuan Weda dan terlambatnya penurunan Mahabharata ke dalam bentuk tulisan bukanlah keberatan yang fatal. Lokasi asal usul yang sama dalam ruang dan waktu adalah masalah yang terpisah. Fokus pada struktur Kuruksetra dan Perang Troya. Dalam kedua tradisi epik, strukturnya terdiri dari lima bagian atau pentadik."
Hal senada dikemukakan Adam Nicolson dalam bukunya Why Homer Matters sebagaimana dikutip Terrence McCoy dalam More reasons why the Greek poet Homer may never have existed:
"Keberadaan Homer telah diragukan selama bertahun-tahun. Bahkan, ada bidang penyelidikan akademis yang meneliti segala sesuatu yang melibatkan Homer yang disebut 'Pertanyaan Homer.' Homer telah membingungkan hampir semua sarjana yang telah mempelajarinya karena alasan sederhana bahwa tidak banyak yang bisa dipelajari.
Tidak ada informasi sejarah yang dapat diandalkan tentang dia. 'Siapakah Homer, jika memang ada Homer?' tanya Martin West dari Universitas Oxford pada tahun 2010. 'Kapan dan di mana dia hidup? Apakah seorang penyair menghasilkan kedua epos tersebut, atau ada penyair yang berbeda untuk masing-masing epos? Atau apakah dalam setiap kasus terdapat suksesi penyair, atau sindikat penyair dan redaktur?'"
Namun, Nicolson, kutip McCoy, mengatakan bahwa jarak waktu antara saat puisi-puisi itu pertama kali muncul dan saat perkamen itu muncul sebenarnya jauh lebih luas. Dia berpendapat bahwa puisi-puisi itu sebenarnya muncul sekitar tahun 2000 SM - hampir 1.200 tahun sebelum orang lain mengira.
Ada dua elemen yang mendukung teorinya, Nicolson mengatakan kepada Washington Post pada hari Selasa pagi dalam sebuah wawancara. Banyak aspek dari karya-karya Homer yang tersebar di seluruh benua Eropa dan beberapa bagian India, kata Nicolson, dan tidak ada hubungannya dengan Yunani atau wilayah Aegea.
Hal ini menunjukkan bahwa karya-karya tersebut sebenarnya merupakan gabungan dari berbagai kisah yang beredar pada saat itu. "Jadi implikasinya adalah Anda harus memiliki akar yang sama untuk semua itu. Elemen-elemen dari kisah-kisah ini dimiliki oleh banyak budaya di banyak tempat," kutip McCoy.
Nada senafas berikutnya diketengahkan Ismail Butera Vyasa: Homer Of India. Berkenaan dengan Resi Wiyasa, sang penulis Mahabharata, Butera menyatakan bahwa seperti dalam narasi kebanyakan peradaban kuno, ada unsur dunia lain yang berperan, karena dikatakan bahwa Wiyasa mendapat bantuan dari seorang apsara bernama Adrika. Apsara sendiri adalah dewi yang mengilhami manusia untuk mencipta karya di bidang sastra, ilmu pengetahuan, dan kesenian.
Adrika, menurut Butera, membantu Wiyasa dalam menyusun epos yang kemudian kita kenal sebagai Mahabharata. "Mungkin Mahabharata adalah karya dari beberapa penulis, seperti yang diyakini adalah teks-teks agama di dunia, dan kemungkinan bahwa ini adalah karya dari beberapa penulis semakin jelas pada zaman dahulu ketika kebanyakan orang buta huruf dan menulis adalah hak istimewa para elit, yang mempekerjakan para cendekiawan yang melek huruf untuk menciptakan teks-teks tersebut untuk mereka. Hubungan dengan dimensi dan alam lain merupakan fitur umum di dunia kuno, yang terjalin dalam kehidupan India, makhluk-makhluk dari langit memiliki andil dalam penciptaan teks-teks penting tersebut," ungkapnya.
Jelaslah kini mengapa kedua epos yang lahir dari dua peradaban berbeda bisa memiliki kemiripan. Alasannya tidak lain, keduanya diduga berasal dari satu sumber yang sama.
Tapi kita adalah makhluk yang gandrung akan superioritas. Maka, tidaklah aneh bila ada pihak yang berbeda klaim tentang mana yang lebih tua dan siapa yang mempengaruhi siapa. Pun demikian halnya dengan bangsa pemilik dua epos, Iliad dan Mahabharata. Misalnya, di laman Greek Influence on India diturunkan sebuah tulisan berjudul Mahabharatha and Trojan war. Di dalamnya kita membaca:
"Studi dan perbandingan yang cermat antara kisah Mahabharata dan perang Troya (Iliad) akan mengungkapkan bahwa kisah Mahabharata adalah bentuk modifikasi dari perang Troya. Adaptasi dari cerita ini mungkin terjadi setelah "Invasi India" oleh Alexander. Lebih jauh lagi, ada kemungkinan bahwa ide-ide Yunani mungkin telah masuk ke India setelah pemerintahan para penguasa Indo-Yunani (lihat tautan), yang telah memasuki India dari Asia Tengah setelah invasi kerajaan-kerajaan Baktria mereka oleh bangsa Skit. Invasi India oleh bangsa Yunani benar-benar dilupakan oleh orang India, tetapi pengaruh bangsa Yunani tetap ada. Satu-satunya masalah adalah bahwa orang India tidak mengenalinya."
Perhatikan kesamaannya, tulis laman Greek Influence on India, Pandawa dikirim ke hutan selama 14 tahun, sama halnya dengan konflik Yunani-Troya yang berlangsung selama hampir 14 tahun. Konflik yang sebenarnya yang digambarkan oleh Homer dalam Iliad hanya berlangsung selama 14 hari.
Sama halnya dengan perang Mahabharata, perang di Kurukshetra hanya berlangsung selama 14 hari. Adegan perang Troya dalam Iliad dimulai dengan keengganan Akhilles untuk berperang. Arjuna melakukan hal yang sama di awal perang Mahabharata di awal perang. Arjuna meminta Krishna untuk membawanya ke tengah medan perang, dan setelah melihat formasi kedua pasukan, ia menolak untuk bertempur dan menjatuhkan busur dan anak panahnya. Kemudian, ratapan Achilles atas mayat Patroclus mirip dengan ratapan Arjuna atas mayat putranya, Abimanyu.
Klaim berbeda dikemukakan Ganesh Shaligram Chavan dalam The Ramayana Is Older and Earlier To ‘The Iliad’. Chavan menulis:
"Prof. Jaccobi dari Jerman menulis, 'Ramayana pasti telah dikenal sebagai sebuah karya kuno sebelum Mahabharata mencapai bentuk akhirnya.' Lebih lanjut ia mengatakan, 'Saya sangat yakin bahwa Mahabharata menjadi sebuah epik di bawah pengaruh seni puitis Valmiki (penulis Ramayana).' Hal ini membuktikan bahwa Ramayana setidaknya merupakan puisi yang lebih tua dari Mahabharata, yaitu lebih awal dari 5000 tahun.
Sedangkan Perang Troya dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya, hanya berasal dari tahun 1200 SM. Hal ini mengarah pada perhitungan aritmatika sederhana bahwa Ramayana lebih tua dan lebih awal dari Iliad karya Homer. M. H. Fauche, seorang sarjana Perancis menulis, 'Ramayana lebih awal dari Iliad dan Odisseus karya Homer, tidak hanya itu tetapi ia (Home) juga merancang Iliad berdasarkan garis-garis dari Ramayana.'"
Jadi mana yang lebih tua -- yang menjadi pengaruh kepada kepada yang lainnya? Iliad ataukah Mahabharata?
Untuk membandingkan usia peradaban keduanya, kita coba periksa Britannica. Peradaban Yunani Kuno berkembang pesat sejak periode setelah peradaban Mycenaean, yang berakhir sekitar tahun 1200 SM, hingga kematian Aleksander Agung pada tahun 323 SM. Pada saat itu, pengaruh budaya Yunani telah menyebar di sekitar Mediterania dan, melalui kampanye penaklukan Alexander Agung, sampai ke India. Sementara peradaban India, budaya urban paling awal yang diketahui di anak benua India. Tanggal nuklir peradaban ini tampaknya sekitar 2500-1700 SM, meskipun situs-situs di bagian selatan mungkin telah bertahan hingga milenium ke-2 SM.
Dari perbandingan usia peradaban, nampaknya epos asa bumi India lebih berpotensi untuk menjadi inspirasi bagi epos Yunani.
Semangat Tinggi Meski dengan Berat Hati
Keluar dari silang pendapat tentang 'siapa lebih tua dan mempengaruhi siapa,' terhitung bijak bila dalam satu atau dua hari ini layaknya Akhilles, kita bertempur habis-habisan untuk memenangkan keberkahan Ramadan. Celah kelemahan sekecil apapun akan berakibat fatal bila kita abai dalam menjaganya. Hari-hari akhir Ramadan harus dimenangkan dengan berbagai cara layaknya Troya dalam ambisi Akhilles.
Besok Rabu (10/04) boleh jadi kita akan merayakan Idulfitri bila sidang itsbat sore nanti menyepakati hilal sudah nampak. Artinya, Ramadan tahun ini berharikan 29 yang menjadikan tulisan saya yang ke-29 menjadi tulisan terakhir untuk bulan Ramadan 2004.
Saat nanti gema takbir berkumandang, akan masih berat untuk mengatakan selamat jalan kepada Ramadan.