Nilai Edukatif dalam Silaturrahim
Silaturrahim dalam budaya masyarakat Indonesia lebih dikenal dengan mudik ke kampung halaman atau berkunjung ke kerabat keluarga, tetangga, sahabat dan guru atau tokoh masyarakat. Makna dari silaturrahim adalah menyambungkan tali kasih sayang.
Tidak akan tersambung tali kasih sayang tanpa kunjungan, pertemuan, dan komunikasi di antara masyarakat. Karena itu, banyak hal yang dapat dilakukan untuk menyambungkan tali kasih sayang di antara mereka.
Lebaran menjadi moment penting untuk melakukan kegiatan silaturrahim, meskipun bisa dilakukan di hari-hari lain, tetapi hari lebaran ini menjadi hari yang sangat bagus setelah menunaikan ibadah puasa, semua dosa-dosa Allah ampuni dan semua salah dimaafkan, begitu juga dosa dan kesalahan yang berhubungan dengan manusia, karenanya diantara mereka saling berkunjung dan bermaaf-maafan sehingga menyempurnakan silaturrahim mereka.
Silaturrahim telah menjadi istilah yang dipahami oleh masyarakat Indonesia, kegiatan ini memberikan manfaat besar bagi hubungan mereka untuk saling kasih-mengasihi, cinta-mencintai dan tolong-menolong. Oleh karena itu, jika dikaji secara mendalam, maka terdapat nilai-nilai edukatif dalam aktivitas silaturrahim tersebut yang akan diuraikan sebagai berikut:
Pertama, nilai kasih sayang (rahim). Kalimat rahim ini diambil dari kalimat asmaul husna yang memiliki arti kasih sayang. Nilai kasih sayang ini sangat penting dalam setiap aktivitas manusia. Jika aktivitas kehidupan manusia tanpa nilai kasih sayang maka akan sia-sia dan tidak akan bermakna.
Seorang pekerja akan bekerja dengan baik jika memiliki kecintaan terhadap pekerjaannya. Seorang ayah juga akan lebih semangat mencari nafkah karena ada kecintaan terhadap keluarganya, seorang ibu yang masak dan menyiapkan makanan karena ada kecintaaan terhadap keluarganya.
Semua manusia yang beraktivitas karena dilandasi dengan kecintaan akan jauh lebih baik daripada tanpa rasa kecintaan atau kasih sayang. Dalam dunia pendidikan, seorang guru yang mengajar dengan tulus hati karena ada kecintaan terhadap tugasnya dan kasih sayang terhadap peserta didiknya.
Begitu pula peserta didik akan belajar dengan serius dan komitmen karena ada rasa kecintaan terhadap ilmu yang dikajinya dan kecintaan terhadap lingkungannya.
Sebaliknya, jika manusia telah hilang kecintaan dalam dirinya, maka orang tua tidak akan menyayangi keluarganya, anak membenci orang tua, guru tidak peduli dengan peserta didiknya, peserta didik tidak menghormati gurunya, masyarakat mengabaikan intsruksi pemimpinnya dan pemimpin menzhalimi masyarakatnya.
Kondisi seperti itu sangat membahayakan setiap sendi kehidupan.. Karena itulah perlu silaturrahim. Anak perlu sering bersilaturrahim kepada orang tua, peserta didik kepada gurunya, masyarakat terhadap pemimpinnya. Silaturrahim ini menjadi alat pemersatu bangsa. Silaturrahim ini akan menghilangkan permusuhan, kebencian, dendam dan hasud di antara mereka.
Karena itu, silaturrahim bukan hanya sesama kelompoknya tetapi juga terhadap musuhnya, agar kelompoknya semakin sayang dan musuhnya menjadi sahabatnya untuk membangun bangsa dan negeri ini.
Kedua, nilai maaf (al-'afwu). Dalam silaturrahim, umat tidak hanya terjadi pertemuan dan perjumpaan tetapi juga saling bermaaf-maafan. Masing-masing keduanya menyadari banyak kesalahan dan khilaf sebagai manusia karena itu mereka pun bermaaf-maafan dengan tulus dan ikhlas dengan saling memberikan maaf.
Meskipun tidak ada salah dan khilaf di antara mereka tetapi mereka melakukan hal itu. Ternyata kata maaf itu tidak hanya terucap Ketika ada kesalahan atau kealfaan tetapi kata itu pun dapat diucapkan Ketika memang tidak ada salah dan khilaf diantara umat.
Kata afwu itu pun diambil dari kalimat asmaul husna al-'afuwwu (maha pemaaf). Kalimat maaf ini harus menjadikan kita umat yang legowo, tulus dan ikhlas untuk memaafkan orang lain yang berbuat salah dan zhalim kepada kita. Sebab hari ini, masyarakat kita sudah hampir hilang sifat maafnya yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Padahal masyarakat Indonesia telah memaafkan bangsa yang pernah menjajah negeri ini. kepada orang lain yang berbeda bangsa kita bisa memaafkan kenapa sesama bangsa sendiri kita sulit memaafkan mereka. Marilah kita pupuk rasa maaf dan memaafkan saudara sebangsa kita, agar negeri ini menjadi lebih aman, nyaman dan damai. Silaturrahim ini memberikan nilai 'afwu agar kita menjadi lebih pemaaf.
Ketiga, nilai berbagi (wahb). Umat saling berbagi dalam aktivitas silaturrahim, dan umat tidak menilai apa yang diberikannya, tetapi silaturrahim ini memang mengajarkan nilai-nilai untuk berbagi. Mereka saling berbagi dan saling memberi dalam aktivitas silaturrahim.
Ternyata apa yang mereka bagi itu adalah alat untuk lebih mempererat hubungan mereka sehingga tertanam rasa kasih sayang dan kepedulian di antara mereka. Mereka bisa berbagi kue, bingkisan atau hadiah yang hanya bertujuan agar silaturrahim mereka lebih bermakna. Mereka tidak berharap mendapatkan pemberian yang lebih baik lagi, karena pemberian mereka ketika silaturrahim itu benar-benar telah ikhlas dan tulus.
Kondisi masyarakat hari ini pun mulai kendor sifat berbaginya, mereka cenderung menjadi pihak penerima saja, bahkan berharap orang-orang berbelas kasih kepadanya. Kita dapat saksikan orang-orang yang mencari belas kasih di lampu-lampu merah.
Bahkan terkadang mereka melakukan cara-cara licik agar orang berbelas kasih kepadanya, ada yang pura-pura hamil besar, pura-pura cacat dan lain sebagainya. Mereka memang tidak dapat memberi tetapi setidaknya jangan mengemis untuk menerima pemberian.
Kondisi ekonomi negara yang memang belum baik ditambah lagi dengan kondisi covid. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan banyak pengangguran dan pengemis di jalan-jalan. Oleh karena itu, perlu kita pupuk kesadaran kita untuk memberi. Memberilah sebelum mereka meminta.
Dengan demikian, silaturrahim ini memperkuat nilai berbagi kepada mereka yang membutuhkan, jangan tunggu mereka meminta tetapi kita harus respon cepat kebutuhan mereka dan penuhi kebutuhan mereka sebelum mereka mengemis-ngemis.
Sebab Allah pun memiliki sifat al-Wahhab (Maha Pemberi) bahwa Allah memberikan nikmat-Nya tanpa kita minta, Allah memberikan pendengaran, penglihatan dan lain-lain tanpa pernah kita minta. Tetapi terkadang kita meminta yang memang tidak dibutuhkan.
Keempat, nilai 'ilmu (washaya). Dalam silaturrahim ada nilai 'ilmu atau wasiat kebaikan jika kita berkunjung kepada orangtua, saudara yang lebih tua, guru atau tokoh masyarakat. Ilmu yang mereka sampaikan akan sangat bermanfaat bagi kehidupan.
Ada banyak pengalaman-pengalaman hidup yang telah mereka alami yang dibagi kepada kita, pengalaman itu menjadi ilmu. Terlebih jika kita berkunjung kepada guru, kita bisa menanyakan persoalan-persoalan agama yang ditemukan dan dipecahkan oleh guru kita. Itulah nilai ilmu atau wasiat dalam silaturrahim.
Dahulu, guru-guru kita setiap kali lebaran hampir semua murid-muridnya datang berkunjung dan bersilaturrahim. Tetapi hari ini, murid-murid sekarang rasanya enggan mengunjungi gurunya, atau mungkin guru hari ini tidak lagi menjadi teladan mereka, sehingga tidak terjadi silaturrahim di antara mereka.
Siapa yang salah? Oleh karena itu, silaturrahim terhadap guru ini harus diajarkan oleh kedua orang tua, bagaimana orangtua mengajarkan silaturrahim kepada guru-gurunya. Orangtua menjadi teladan dan contoh agar anak-anaknya gemar bersilaturrahim kepada guru-gurunya.
Bagi murid hari ini, nanti di sekolah juga bisa berjumpa dan bermaafan atau sekolah juga menyelenggarakan halal bihalal bisa bermaafan pada momen itu. Hal tersebut juga bagian dari silaturrahim. Tetapi silaturrahim dengan berkunjung ke rumah seorang guru adalah lebih baik daripada moment-moment yang diciptakan untuk bersilaturrrahim.
Kelima, nilai persaudaraan (ukhuwwah). Orang-orang yang bersilaturrahim pastinya menyadari bahwa dirinya adalah bersaudara, saudara sesama muslim, saudara sesama bangsa dan negara dan saudara sesama kemanusiaan. Dalam silaturrahmi nilai tersebut dipupuk.
Tanpa ia kenal nama dan alamatnya, ia mau bersilaturrahim dan berkomunikasi dengan orang lain. Nilai ukhuwwah inilah yang menjadi kekuatan dalam silaturrahim. Rasa persaudaraan sebagai sebangsa dan senegara perlu dipupuk lagi, sebab hari ini, kondisi masyarakat dengan beragama suku, bangsa, kelompok dan organisasi terkadang membawa kepada konflik di masyarakat.
Diantara mereka saling pukul sehingga jatuh korban. Kemana persaudaraan diantara mereka, bagaimana mereka bisa saling menganiaya, saling pukul dan saling menzhalimi diantara anak bangsa. Oleh karena itu, silaturrahim perlu dipupuk antar golongan yang berbeda, antar supporter sepak bola, antar pelajar, dan antar bangsa dan negara. Sehingga lahir nilai persaudaraan di antara mereka.
Keenam, nilai pertolongan (ta'awun). Seandainya telah lahir nilai kasih sayang (rahim), nilai memberi (Wahab), nilai memaafkan ('afwu), dan nilai ukhuwwah pastinya akan lahir pula nilai pertolongan (ta'awun). Semakin tinggi aktivitas silaturrahim seseorang akan semakin tinggi sifat pertolongan dan kepedulian terhadap orang lain.
Masyarakat Indonesia dikenal dengan masyarakat yang peduli, ia tidak segan untuk membantu sesama, menghibur saudaranya yang sedang berduka dan menolong yang kesusahan. Tetapi hari ini, beredar sekelompok masyarakat yang memberikan pinjaman dengan bunga tinggi yang pada akhirnya mereka terjebak dengan utang yang membinasakan diri mereka.
Kemiskinan semakin tinggi, ditambah lagi rasa kepercayaan di masyarakat semakin menurun. Seorang kaya tidak lagi mau meminjamkan uangnya kepada saudaranya yang membutuhkan, seorang miskin tidak lagi menunjukkan rasa kepercayaan kepada si kaya, yang pada akhirnya si miskin datang kepada pihak renternir dan terjebak dengan bunga utang.
Seandainya terjalin silaturrahim antara si kaya dan si miskin, maka si kaya akan senantiasa membantu si miskin dan si miskin pun akan menunjukkan sifat kepercayaan dan akan mencoba berusaha membalas kebaikan si kaya.
Oleh karena itu, terus dijaga silaturrahim dan terus dipupuk, sebab kita tidak tahu, mungkin kita akan membutuhkan seseorang atau kelompok orang untuk membantu apa yang kita butuhkan. Sebab manusia itu adalah makhluk sosial yang tidak mungkin dapat hidup sendirian, ia akan membutuhkan orang lain. maka berbagilah kepada orang lain.
Ketujuh, nilai persatuan (ittihad). Silaturrahim mampu mewujudkan nilai persatuan dan persatuan akan melahirkan kekuatan. Nilai persatuan sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia, sebab hanya dengan persatuan bangsa ini akan kuat, maju dan sejahtera.
Hilangkan setiap perbedaan pandangan, hindari konflik dan jauhkan prasangka buruk antara masyarakat. Sebab kita adalah bangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Dalam rangka melahirkan nilai persatuan, maka silaturrahim antar masyarakat perlu mendapatkan perhatian, para pimpinan negara saatnya untuk mewujudkan silaturrahim antar masyarakat tanpa memandang perbedaan partai, golongan, dan kelompok tertentu, sebab bangsa ini akan kuat dan maju jika persatuan yang kita kedepankan. Insya Allah Indonesia akan menjadi bangsa yang kuat dan maju.
Demikianlah, nilai-nilai edukatif dalam silaturrahim.
Semoga kita mampu mewujudkan semua nilai tersebut untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih baik, lebih maju dan lebih kuat.
Insya Allah. Amin.