Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Penulis

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Menyikapi Pertanyaan dengan Nuansa Kekepoan, Jawaban Lucu Bolehkah?

5 April 2024   22:02 Diperbarui: 5 April 2024   22:07 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyikapi Pertanyaan dengan Nuansa Kekepoan, Jawaban Lucu Bolehkah?
Menyikapi Pertanyaan Dengan Nuansa Kekepoan (Sumber: Pexels/Anna Shvets)

Dulu saat saya masih kecil, gambaran tentang Indonesia adalah negara yang memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah dan penduduknya ramah-ramah. Setelah saya makin dewasa dan berinteraksi dengan banyak orang, saya baru menyadari bahwa sebetulnya penduduknya bukan ramah, tapi kepo. Kedua hal itu beda banget, tapi bagi orang yang pekok, pasti mengira bahwa keponya yang mengganggu itu adalah wujud keramahan dan perhatian.

Spoiler dulu, penulis juga penduduk Indonesia yang kadang baik disengaja maupun tidak, juga bersikap kepo yang tak perlu. Khilaf sesekali boleh lah.

Waktu saya tinggal di Jogja, saya mengontrak rumah di sebuah kampung. Dari kontrakan saya, misal mau ke kampus atau keluar kemana saja, harus melewati rumah tetangga. Biasanya tetangga selalu ada di teras rumah entah sedang ngapain. Dan tentu dengan segala keramahan hatinya, menyapa saya yang sedang lewat. Padahal lewatnya sudah sambil nunduk ambil jurus-jurus menghindar malas disapa orang.

"Mbak Indah, mau kemana?"

Dalam hati saya ingin menjawab, "Mau tau aja, apa mau tau banget?" Tapi tentu saja demi kemaslahatan umat, saya hanya tersenyum dan menjawab, "Ke kampus, Bu."

Kadang saya menjawab, "Ke sana, Bu." Kadang kalau lagi males pol dan nggak ingin si ibu tahu kalau saya cuma mau nongkrong di kafe baca jurnal, saya menjawab: "Iyaa, Bu."

Nggak nyambung, kan? Ditanya mau kemana malah jawabannya 'iya'. Tapi saya cuek saja, saat sudah jenuh ditanya mau kemana.

Apa harus saya jawab ala-ala Ayu Tingting? Kemanaaaa...di manaaa...kemanaaaa

Kalau dibalikin ke saya, emang saya nggak pernah nanya seperti itu sama seseibu atau sesetetangga? Yaa ... pernah juga, sih. Tapi saya pasti maklum kalau cuma dijawab 'iya' atau jawaban nggak nyambung lainnya. Namanya juga basa-basi, bisa dong dijawab dengan jawaban yang sama basinya.

Sebenarnya saya menyadari, pertanyaan atau sapaan 'mau kemana' itu terlalu privasi. Ngapain juga elo mau tau guwe mau kemana? Terserah guwe mau kemana.

Kadang kan orang nggak mau diketahui mau kemana. Beda kalau orang yang mau menyiarkan kalau dia mau ke bulan dua bulan misalnya dan mau menitipkan rumah di bumi. Pasti tanpa pertanyaan andalan 'mau kemana' sudah bilang duluan baik-baik ke tetangga, "Bu, saya mau ke bulan selama dua bulan. Titip rumah, ya, Bu."

Jadi seharusnya kalau ada tetangga lewat depan rumah, harus menyapa bagaimana?

Pertama, nggak usah menyapa - kalau memang gesture tetangga itu seperti ogah menjawab

Kedua, cukup tersenyum dan bilang, 'Mbakkk' atau 'Buuu' atau 'Bu ... mau berangkat?' Entah berangkat kemana, tapi jawabannya pasti cukup: "Iyaa, mari, Buuu..."

Pertanyaan yang penuh nuansa kekepoan itu lebih mengganggu lagi jika ditanyakan saat lebaran. Momen berkumpul keluarga sekali dalam setahun bisa-bisa buyar jika ada anggota keluarga yang kepo nanya macam-macam seperti: 

"Kamu di rantau dua tahun sudah punya apa saja?" - Heh, memangnya yang nanya pegawai pajak?

"Ada lowongan kerja, nggak, di kantormu? Tuh si Lisa butuh kerjaan, ajak gih dia." - Heh, memangnya guwe badan penyalur pekerja?

"Kamu lama banget pacaran sama si itu, kapan nikahnya?" - Heh, emangnya mau bayarin biaya nikah?

"Kantormu gede ya, pasti gajimu gede, berapa?" - Heh, another pegawai pajak. Belum saatnya bikin SPT!

Biasanya yang nanya adalah keluarga yang agak-agak jauh, bukannya keluarga inti. Keluarga inti saya tidak pernah nanya-nanya hal yang privasi seperti itu. Paling mama saya yang suka kepo dengan gaji anaknya. Kalau mama yang nanya, pasti saya jawab dengan senang hati.

Ditanya dengan pertanyaan yang penuh nuansa kekepoan dan sangat mengganggu tentunya sangat menjengkelkan. Kita tidak bisa dengan mudah mengubah karakter orang menjadi tidak kepo. Kalau begitu harus kita sendiri yang berubah duluan. 

Minimalisir terlebih dahulu diri kita sendiri dalam bertingkah kepo. Dan jika kita yang menjadi sasaran kekepoan orang lain, berusaha saja untuk cool dan jangan baper. Kalau sudah keterlaluan, tunjukkan bahwa Anda tidak suka ditanya seperti itu. Kadang-kadang kita harus straight to the point agar orang sadar dan lebih bisa mengontrol lidahnya. Misalnya...

Pertanyaan: "Kamu kok anaknya masih satu, kapan nambah?"

Jawab: "Tanyakan pada Tuhan, Mbak. Mbak tahu kan, caranya ketemu Tuhan?"

Salam lucu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun