Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com
Melanggengkan Silaturahim dengan Melupakan Utang
Allah dan Rasul-Nya menyatakan utang sebagai hal yang penting dalam hubungan antar manusia atau hablum minannas sehingga mengaturnya dengan sedemikian rupa. Karena memang pada akhirnya kita ketahui sendiri saat ini, masalah utang memang berdampak pada kehidupan dan hubungan antar sesama. Bukan hal mengherankan lagi jika seseorang tidak berhubungan lagi dengan teman atau saudaranya karena masalah utang.
Telah banyak sekali kita tahu betapa masalah utang telah memutus silaturahim pertemanan dan persaudaraan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sementara utang seolah-olah menjadi satu perkara yang tidak bisa dihindari oleh seseorang. Sebab terkadang ada kebutuhan yang seseorang tidak mampu memenuhi dengan kemampuan harta dan uangnya, sehingga terpaksa harus berutang.
Bukan hanya untuk kebutuhan mendesak sehari-hari, utang juga sering terpaksa atau perlu dilakukan untuk bisa mengembangkan usaha. Banyak pengusaha sukses di bidangnya berawal dari ketekunan dan modal yang diperoleh dengan cara utang. Sehingga kesuksesannya bisa berdampak luas dan bermanfaat bagi orang-orang sekitarnya.
Untuk itulah masalah utang-piutang diatur dan dibolehkan oleh ajaran Islam. Dengan pengaturan tersebut diharapkan utang-piutang menjadi muamalah yang baik sehingga tidak mendatangkan kerusakan dalam hubungan antar manusia. Sebaliknya, justru dari utang-piutang itu diharapkan mendatangkan manfaat bagi sesama manusia dalam kehidupan di dunia maupun akhirat.
Kisah Singkat Utang Rasulullah dan Sultan Abdul Hamid - Turki
Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam adalah utusan Allah yang memilih hidup tak berkecukupan. Bukan karena tidak memiliki kesempatan untuk menjadi seseorang yang hidup berkecukupan atau kaya raya, tapi memang memilih untuk hidup miskin di dunia. Tujuannya agar segala kebaikan bisa didapat di akhirat, dan kebaikan di akhirat itu bisa digunakan untuk menolong atau memberi syafaat pada umatnya.
Besarnya keinginan dan harapan itu sampai membuat Rasulullah hidup dalam kondisi yang kekurangan. Namun, Rasulullah tidak pernah mengeluhkan apa yang telah menjadi pilihannya. Hingga akhirnya banyak diketahui kisah mengenai Rasulullah pernah berutang pada seorang Yahudi di Madinah.
Atas utang itu, suatu hari Rasulullah pernah dihardik oleh seorang Yahudi di tengah keramaian agar segera membayar utangnya yang akan jatuh tempo.
Saat itu, mendengar Rasulullah dihardik, sahabat Umar bin Khattab Radhiyallahu naik pitam. Umar bin Khattab refleks hendak menghajar Yahudi itu itu, namun segera dihentikan Rasulullah. Karena bagi Rasulullah wajar pemberi utang bertindak demikian, terutama karena dia seorang Yahudi yang tidak tahu adab utang-piutang dalam Islam.
Rasulullah kemudian memerintahkan sahabatnya supaya segera membayarkan utangnya pada Yahudi tersebut. Rasulullah juga memerintahkan agar sahabat tersebut menambahkan nilai dari utang itu karena Yahudi itu nyaris dihajar. Bukannya tersinggung karena dihardik di tengah keramaian saat ditagih utangnya, Rasulullah justru memberikan tambahan atas utangnya karena si penagih nyaris dihajar sahabat Rasul atas perlakuannya tersebut.
Si penagih utang Yahudi tadi akhirnya terkesan dengan akhlak dan perlakuan Rasulullah padanya. Bukan hanya segera membayar utangnya, Rasulullah bahkan menambahkannya karena perlakuan kasar sahabatnya dan tidak mempermasalahkan hardikannya saat menagih utang. Yahudi itu kemudian Yahudi itu menangis, lalu atas kemauannya sendiri masuk Islam.