Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/
Inspirasi Baju Lebaran: Tak Harus Mahal, yang Penting Nyaman dan Elegan
Bagi sebagian orang, baju Lebaran tak ubahnya kewajiban. Rasa-rasanya kurang afdal jika tidak mengenakan setelan anyar saat merayakan Hari Kemenangan. Rupa-rupanya kurang sah bila tidak berbusana baru tatkala mudik ke kampung halaman.
***
Pernyataan itu saya tulis bukan tanpa alasan. Survei Databoks membuktikan, faktanya aktivitas belanja daring naik tajam jelang Hari Raya. Sepanjang pekan ke-3 Ramadan, jenis barang yang dibeli konsumen bisa diduga. Ya, apalagi kalau bukan busana.
Kebiasaan membeli baju baru jelang Lebaran, sejak dulu, memang sudah mengakar kuat, jika tidak mau dibilang membudaya. Apalagi sejak 1951, sudah ada yang namanya tradisi Tunjangan Hari Raya (THR) di negeri kita.
Seperti kata pepatah, di mana ada uang, di situ ada kulakan.
Ketika bonus yang dinanti-nantikan sudah cair, hasrat konsumen untuk berbelanja kian memuncak. Sudah begitu, ditambah pula dengan deretan iklan dan semburan promo menggiurkan yang banyak ditebar pedagang demi menjaring cuan.
Jika boleh jujur, perilaku kita memang seperti itu adanya. Kata riset Dataindonesia.id, hampir separuh orang Indonesia memutuskan belanja ketika ingin merayakan sesuatu atau menghadiri acara tertentu.
Idulfitri sendiri, adalah hari raya umat muslim. Nabi Muhammad mengajarkan umatnya untuk mengenakan pakaian terbaik saat Hari Raya. Nabi memilih pakaian yang paling bagus, dan dipakai secara khusus saat merayakan Idulfitri dan Iduladha.
Perilaku Nabi itu tertuang dalam buku Ahkamu Al’ Iidaini Fii Al Sunnah Al Muthahharah. Dari sana, kita bisa mengambil kesimpulan. Kenakanlah pakaian “terbaikmu” saat Hari Raya.
Kata “terbaik” memang bisa diartikan macam-macam. Ada yang bilang harus berpakaian baru dengan alasan tidak ada baju paling baik selain baju baru. Sebagian lain mengatakan, tidak perlu baru, yang penting indah dipandang.
Saya sendiri cenderung mengambil jalan tengah. Jika memang sanggup dan mampu, silakan beli baju baru. Tidak masalah. Boleh-boleh saja. Sah-sah saja.
Akan tetapi, jika sebaliknya, jangan sampai berutang lantas dikejar-kejar penagih utang hanya karena ingin mengenakan sandang baru. Duh, amit-amit!
Oleh sebab itu, sesuaikan dengan isi kantongmu. Tera ulang kemampuan finansialmu. Jujurlah kepada dirimu sendiri, apakah baju baru adalah barang yang benar-benar Anda butuhkan? Yang terpenting, jangan sampai besar pasak daripada tiang gara-gara urusan baju Lebaran.
Kendati sanggup dan mampu, tampaknya Lebaran kali ini saya tidak akan membeli baju baru. Keputusan itu saya buat setelah melihat dan mencermati kondisi lemari. Ternyata, masih banyak baju bagus yang jarang saya kenakan.
Dari sana, saya pun berpikir. Kenapa tidak dikenakan saat Lebaran? Wong, jarang dipakai, kok.
Inspirasi Baju Lebaran
Kata istri saya, baju Lebaran saya tahun ini sudah dibeli sejak tiga tahun lalu. Tapi, jarang saya gunakan karena kurang cocok dengan gaya outfit kantoran. Kebetulan sehari-hari saya memang berprofesi sebagai pegawai kantoran yang sering mengenakan kemeja dan dasi.
Harganya juga cukup terjangkau. Tidak sampai lima ratus ribu perak. Buatan perajin lokal yang kebetulan saya jumpai saat bertugas di Medan, Sumatera Utara.
Warnanya kuning. Kata orang, warna ini erat kaitannya dan diidentikan dengan kebahagiaan dan keceriaan. Oleh sebab itu, rasa-rasanya cocok dikenakan untuk merayakan Hari Kemanangan.
Akan tetapi, kuning bukan sembarang kuning. Warna kuning dari baju Lebaran saya punya motif khusus. Penjualnya bilang, itu motif tenun khas Medan, menyerupai motif yang ada di kain Ulos.
Dengan kata lain, ada nilai-nilai budaya Nusantara pada baju yang akan saya kenakan saat Lebaran. Sebagai warga negara yang baik, tentu saya bangga bisa memperkenalkan dan mempromosikan wastra busana lewat sepotong baju yang saya kenakan di Hari Lebaran.
Atasan sudah. Sekarang, mari kita beralih ke bawahan.
Bawahan yang saya pakai adalah celana panjang jenis chino. Sedang tren digunakan oleh penggemar K-Pop. Warnanya beige, atau krem muda. Warna ini kerap diasosiakan dengan penghormatan dan kerendahan hati.
Warna beige juga melambangkan fleksibilitas, dapat diandalkan, dan memancarkan rasa tenang. Orang yang memandangi warna krem tidak akan merasa terintimadasi atau terganggu. Sebab warna krem akan terasa lembut di mata.
Bagi saya, warna krem cocok dengan suasana Lebaran. Ketika ibadah Ramadan tuntas ditunaikan, maka seorang manusia kembali suci dari dosa. Sikap rendah hati kian terpupuk setelah terbiasa menahan hawa nafsu selama sebulan penuh.
Namun demikian, menurut saya, satu hal yang paling pokok saat berpakaian adalah rasa nyaman. Buat apa pakai baju bagus kalau kepanasan? Untuk apa gaya-gayaan kalau ternyata tidak nyaman dikenakan? Setuju, kan?
Oleh sebab itu, pakaian yang saya kenakan bersifat nyaman. Nyaman digunakan untuk menunaikan salat Idulfitri. Nyaman pula dipakai saat bersilaturahmi. Bahannya tidak panas dan menyerap keringat.
Apalagi kita adalah barisan manusia yang tinggal di garis khatulistiwa. Rasa nyaman dalam berpakaian adalah hal yang mesti diprioritaskan. Salah-salah memilih pakaian, bisa berakibat kepanasan. Jikalau sudah seperti itu, Lebaran pun bakal kurang nyaman.
Luruskan Niat
Yang terpenting, apa pun yang kalian kenakan saat Lebaran nanti, ingat-ingatlah hadis Nabi. Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada niatnya. Termasuk perbuatan membeli dan mengenakan baju Lebaran.
Niatkanlah semata-mata ingin mencontoh Nabi. Agar kita mendapat rida-Nya. Jangan sampai niat beli baju baru hanya gara-gara gengsi karena mendengar kabar tetangga sudah beli baju Lebaran.
Saat bersilaturahmi nanti, luruskan pula niat kita. Jangan karena berbaju baru lantas ingin pamer kepada segenap handai taulan. Jangan pula beli baju baru karena ingin banget ditanya, “Outfit, elo, harga berapa?”
Lagipula, zaman sekarang sudah basi pamer-pamer pakaian. Yang biasa berseloroh, “Murah banget!” nyatanya sudah dipenjara. Yang istrinya terciduk pamer pakaian mahal dan hidup mewah di jagat media sosial harus rela kehilangan jabatannya.
Lantas, kita yang biasa-biasa ini, buat apa pamer baju Lebaran?
Lebih baik pamer kebaikan. Daripada sibuk mikirin baju Lebaran, lebih baik benah-benah lemari untuk mencari baju layak pakai untuk disumbangkan kepada mereka yang membutuhkan.
Kalau itu, tidak apa-apa dipamerkan. Sebab Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 271 s.d. 275, bahwa sedekah yang dilakukan secara diam-diam maupun terang-terangan, itu sama baiknya.
Bukankah bulan Ramadan adalah bulan yang penuh ampunan? Bukankah menebar kebaikan itu akan mengundang ampunan-Nya?
Oleh sebab itu, mari kita manfaatkan momentum Ramadan untuk menebar banyak kebaikan. Mumpung masih ada beberapa hari sebelum Idulfitri tiba. Siapa tahu dari sedikit kebaikan yang kita tebar, ternyata itulah yang bisa memuluskan langkah kita menuju surga-Nya. [Adhi]
***