Guru Pendidikan khusus, Penulis Buku Panduan Guru Pengembangan Komunikasi Autis, aktivis pendidikan dan pecinta literasi
Untaian Ilmu di Jemari Bu Ainun: Cahaya Ilmu di Tengah Keterbatasan
Di tengah hiruk-pikuk dunia pendidikan, di mana masih banyak guru yang memilih bertahan di zona nyaman, ada sosok yang tak pernah berhenti bergerak maju.
Bu Ainun, seorang guru tunanetra, adalah bukti bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk terus belajar, berkembang, dan menginspirasi.
Dengan jemari yang terampil meraba huruf braille, dengan laptop dan ponsel bersuara dengan setting NVDA sebagai alatnya, ia melampaui batasan yang banyak orang anggap tak mungkin ditembus.
Menulis dengan Hati, Menginspirasi dengan Karya
Selain mengajar, Bu Ainun juga seorang penulis produktif. Artikel-artikel hasil pemikirannya telah dibukukan, menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Ia tak hanya menuliskan gagasan, tetapi juga perjuangannya, refleksi atas kehidupan, dan semangat pantang menyerah yang ia hidupi setiap hari.
Dalam dunia yang kerap menilai seseorang dari apa yang tampak di permukaan, Bu Ainun memilih untuk tidak terganggu oleh celotehan miring atau pandangan meremehkan terhadap dirinya.
Ia tidak butuh validasi dari orang lain untuk terus melangkah. "Selama saya bisa, saya akan lakukan sendiri dulu," begitu prinsipnya.
Dan memang, Bu Ainun adalah sosok yang mandiri. Ia pergi ke mana-mana sendiri, bahkan ke luar kota. Bayangkan seorang tunanetra yang menempuh perjalanan Tasikmalaya-Bandung dengan kendaraan umum, menghadapi lalu lintas, berpindah angkutan, dan tetap menjalani perkuliahannya dengan semangat yang tak tergoyahkan.
Jika banyak orang yang memiliki penglihatan sempurna enggan beranjak dari zona nyamannya, Bu Ainun justru terus menantang diri untuk menjadi lebih baik.
Teknologi sebagai Mata, Semangat sebagai Penggerak
Bagi Bu Ainun, keterbatasan penglihatan bukan alasan untuk tertinggal dalam perkembangan zaman. Ia mengoptimalkan pendengarannya untuk belajar dan mengajar.
Laptop dan ponsel berbicara dengan setting NVDA atau pembaca layar portabel bukan sekadar alat, tetapi jendela dunia yang membantunya menyerap ilmu dan berbagi pemikiran.
Dengan perangkat lunak pembaca layar tersebut, ia membaca jurnal, menulis artikel, dan berkomunikasi dengan murid-muridnya.
Ketika banyak orang menganggap teknologi sebagai penghalang atau sekadar hiburan, bagi Bu Ainun, teknologi adalah kunci untuk menaklukkan tantangan.
Menciptakan Inovasi untuk Mobilitas Tunanetra
Tak hanya untuk dirinya sendiri, Bu Ainun juga memikirkan bagaimana tunanetra lain bisa lebih mandiri. Bersama tim kelompok kuliahnya, ia mengembangkan alat pendeteksi arah yang membantu tunanetra lebih leluasa dalam mobilitas.
Alat ini dirancang untuk memberikan sinyal suara atau getaran guna menunjukkan arah yang benar saat berjalan, sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan rasa aman bagi penggunanya.
"Mobilitas adalah tantangan terbesar bagi tunanetra, tapi dengan teknologi yang tepat, kita bisa menjadikannya lebih mudah," kata Bu Ainun penuh optimisme.
Inovasi ini adalah wujud nyata dari semangatnya yang tak hanya ingin berkembang sendiri, tetapi juga ingin membuka jalan bagi orang lain.
Dengan keberanian dan dedikasi, ia terus menciptakan solusi bagi komunitasnya, membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah alasan untuk berhenti berinovasi.
Melampaui Batas, Menghidupkan Optimisme di Bulan Ramadan
Perjalanan hidup Bu Ainun bukan sekadar kisah seorang guru tunanetra, tetapi sebuah pelajaran tentang keberanian dan ketekunan.
Di tengah keterbatasannya, ia tetap melangkah lebih jauh dari banyak orang yang memiliki kondisi lebih baik darinya.
Di bulan Ramadan, semangat juangnya semakin terasa. Saat banyak orang mengendurkan aktivitas karena berpuasa, Bu Ainun tetap menjalani rutinitasnya seperti biasa, mengajar, menulis, dan terus belajar.
Ia meyakini bahwa Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang memperkuat tekad dan mengasah keikhlasan.
"Saya tidak ingin Ramadan menjadi alasan untuk bermalas-malasan, justru ini momen untuk semakin mendekatkan diri pada ilmu dan kebaikan," ujarnya.
Saya sendiri banyak belajar dari beliau. Jika seseorang dengan hambatan fisik bisa memiliki tekad sekuat baja, mengembangkan diri tanpa henti, dan mengabdi kepada negeri dengan sepenuh hati, lalu apa alasan kita untuk menyerah?
Optimisme Bu Ainun bukan sekadar kata-kata, melainkan tindakan nyata.
Dan di antara semua hal yang telah ia capai, mungkin pelajaran terbesar yang ia berikan kepada kita adalah: keterbatasan bukan alasan untuk berhenti, tetapi justru alasan untuk melampaui diri sendiri, terutama di bulan suci yang penuh berkah ini.
Content Competition Selengkapnya
Kisah Inspiratif Orang-Orang di Sekitarmu
MYSTERY TOPIC
Mystery Topic 4
Mudik Hijau untuk Kurangi Jejak Karbon
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.
Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025