Oktav Unik Ardiana
Oktav Unik Ardiana Guru

Anak perempuan pertama dari 4 bersaudara yang tengah belajar mengabdi pada dunia pendidikan. Masih terus belajar, belajar, dan belajar

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Atasi Isrof dengan Berbagi Bak Ikatan Ion

2 Mei 2020   17:38 Diperbarui: 2 Mei 2020   17:38 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Atasi Isrof dengan Berbagi Bak Ikatan Ion
Sumber: shutterstock.com "

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan. Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros." (QS. Al-Israa': 26-27)

Telah lugas sekali dalam firman Allah tersebut bahwa pemboros dan orang yang suka berlebih-lebihan merupakan saudara setan. Kegiatan berlebih-lebihan dalam Islam sering disebut dengan isrof.

Fenomena ini juga sering dijumpai saat bulan suci Ramadhan. Nafsu manusia terkadang menguasai dirinya sendiri untuk membeli sesuatu secara berlebihan dengan dalih persiapan untuk berbuka puasa. Terlebih ujian mata yang dihadapi oleh ibu rumah tangga saat pergi berbelanja ke pasar. Ingin masak ini. Ingin mengolah itu. Bikin ini kayaknya enak deh. Nanti pas buka puasa mau buat ini ah..

Akhirnya semua yang diinginkan dibeli padahal belum tentu nantinya akan dimasak dalam waktu yang sama. Padahal beberapa bahan makanan seperti sayuran atau daging tidak akan tahan lama jika tidak disimpan di dalam almari pendingin. Sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk sahur juga sih, tapi kalau jumlah pembeliannya sangat banyak dan melebihi kapasitas lemari pendingin, akankah diolah semua? Alhasil, beberapa bahan makanan bisa rusak atau busuk jika tidak langsung diolah.

Bagaimana kondisi pasar di waktu sekarang ini?

Adanya pandemi Covid-19 seperti ini sedikit banyak berdampak pada kondisi pasar di berbagai daerah. Meskipun di tempat tinggal saya yang masih disebut zona hijau, beberapa pasar tradisional terlihat tidak begitu ramai seperti bulan Ramadhan sebelum-sebelumnya. Tak lagi berdesak-desakan saat mengunjungi para penjual di pasar. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian masyarakat khawatir dan takut untuk berinteraksi dengan banyak orang. Alih-alih berbelanja di warung keliling atau order via online menjadi pilihan.

Begitu juga yang saya lakukan, hari pertama Ramadhan saya memesan bahan makanan untuk berbuka melalui kawan sejawat saya dengan alasan karena enggan beranjak ke pasar padahal lokasinya cukup dekat. Hal ini cukup efektif untuk menahan nafsu membeli kebutuhan yang benar-benar diperlukan dan hendak diolah saja.

Sebenarnya hal ini jauh lebih hemat karena sebelumnya saya sudah memikirkan apa yang hendak saya olah pada hari itu maka saya pesan sesuai dengan menu yang akan diolah. Keuntungan kedua, bahan makanan diantar ke rumah jadi saya hanya perlu beranjak saat pesanan sudah datang.

Hari kedua dan selanjutnya mencoba ke warung keliling untuk berbelanja. Benar saja, mulai tergoda untuk membeli apa yang tidak ada dalam catatan, namun karena budget yang dibawa memang sudah diperhitungkan, syukurlah tidak terduga. Ternyata terdapat hikmah yang dapat diambil dari adanya peristiwa wabah ini. Salah satunya yakni menahan nafsu saat berbelanja. Semoga untuk ke depannya meskipun kelak kondisi bangsa  telah membaik, masyarakat tetap dapat menjaga nafsu untuk tidak berlebihan dalam berperilaku konsumtif.

Bagaimana agar terhindar dari perilaku isrof ?

1. Yakinlah bahwa semua yang ada di dunia ini milik Allah SWT

" Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk)" (Q.S. An-Nuur : 42)

Segalanya milik Allah, termasuk harta yang kita punya. Penggunaan harta dan pengeluaran yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Sudahkah menyiapkan jawaban saat ditanya malaikat?

2. Menyadari bahwa Allah SWT  tidak menyukai segala sesuatu hal yang berlebihan maka biasakan diri untuk menjalani kehidupan sederhana.

"Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan." (QS. Al-An'am: 6)

Dengan begitu jelas dikatakan bahwa Allah tak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Tidak-kah kita menyesal jika Allah tak menyukai kita karena perilaku berlebih-lebihan kita? Bukankah hidup sederhana serta merasa cukup akan membuat kita jauh lebih lega dan bersahaja?

3. Melakukan pengeluaran sebaik mungkin dengan membuat skala prioritas atau rencana belanja

Hal ini merupakan keahlian ibu rumah tangga dalam membuat rencana belanja namun ibu rumah tangga pun sosok yang mudah tergoda dengan sesuatu yang menyedapkan mata (contoh: diskon murah pada barang yang belum menjadi kebutuhan utama). Lagi-lagi harus melawan nafsu dan keinginan pribadi yang tak begitu penting. Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits bahwa

"Sungguh beruntung orang yang (beragama Islam), diberi rezeki yang cukup, dan menerima apa yang diberikan Allah kepadanya." (HR. Imam Muslim)

Tak inginkah kita menjadi orang yang beruntung?

4. Memperbanyak sedekah atau berinfak.

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhlan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.  Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang dia kehendaki dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah :261)

Selain mendapat ganjaran berlipat, bersedekah dan berinfak merupakan investasi akhirat yang pahalanya tidak akan terputus meskipun kita telah tiada. Bukankah itu sangat menjanjikan? Tak akan ruginya bukan? Selain terhindar dari perilaku isrof, kita juga menuai pahala tak berkesudahan. Kuncinya tentu satu. Ikhlas. Lillaah. Hanya karena Allah semata.

5. Selalu bersyukur kepada Allah

"dan ridalah dengan apa yang diberikan Allah untukmu, maka kamu menjadi orang yang paling kaya..." (HR. Imam Baihaqi)

Definisi kaya tak selalu bergelimang harta, saat kita bersyukur bukankah itu nikmat yang paling membahagiakan? Kaya bukan seberapa banyak harta yang kita punya, namun seberapa banyak yang dapat kita beri dan kita bagi pada sesama. Setuju?

Dalam hal ini kita berusaha untuk memanfaatkan apa yang kita punya dengan sebaik-baiknya. Setiap orang memiliki kebutuhan masing-masing. Antar satu dengan yang lainnya berbeda. Dalam suatu keadaan sesuatu yang bagi kita merupakan kebutuhan primer, bisa jadi bagi orang lain merupakan kebutuhan sekunder atau tersier. Begitu pula dalam kebutuhan bahan makanan.

Bagi suatu keluarga yang beranggotakan 4 orang kebutuhannya tidak sama dengan keluarga yang memiliki anggota 7 orang. Semakin banyak anggota keluarga, keperluan secara umum juga lebih banyak dan beragam.

Menggunakan secukupnya, berbagi apa yang kita punya. Belajar dari ikatan ion (ionik)

Saat kita belajar kimia dasar, kita kenal ikatan ion yang terjadi antara unsur (atom) logam dan non logam. Suatu atom yang memiliki kelebihan elekron akan melepaskan elektronnya dan memberikan pada atom yang kekurangan elektron agar kedua pihak mencapai kestabilan. Ikatan yang indah bukan? Saling melengkapi. Manusia pun demikian, daripada kita bersikap boros dan berlebihan dalam pemenuhan kebutuhan, bukankah akan lebih baik apabila kelebihan yang kita punya dapat dibagi dengan orang lain?

Misalnya saja ketika kita memasak makanan dengan jumlah banyak, tak ada salahnya ketika kita membagikan dengan orang yang membutuhkan. Selain mendapat pahala sedekah, bukankah berbagi itu indah? Dan makanan kita tidak akan terbuang sia-sia, justru menjadi manfaat bagi yang menerima.

Jadi, sebuah atom saja mau berbagi kelebihan elektron, bagaimana dengan kita?

  Cilacap, 02 Mei 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun