Junjung Widagdo, S.Pd. Gr
Junjung Widagdo Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Nomine Penulis Opini Terbaik Kompasiana Awards 2024 | Juara Favorit Blog Competition Badan Bank Tanah 2025

Tanya Pakar

Pakar Menjawab

Pak guru bagaimana menangani anak yang suka marah-marah di bulan ramadhan yang memancing emosi kita.


Kuncinya ada pada kita, Pak. Terutama di bulan Ramadan, ini adalah momen yang sangat tepat bagi kita sebagai pendidik maupun orang tua untuk terus mengasah kesabaran. Belajar sabar memang tidak ada batasnya, dan dalam Islam, kesabaran adalah jalan menuju derajat tertinggi.

Kita tentu menyadari bahwa sebagai manusia, kita tidak sempurna. Namun, sebagai pendidik dan orang tua, kesabaran adalah satu paket yang harus melekat dalam diri kita. Anak-anak yang sedang belajar berpuasa sering kali mengalami ketidaknyamanan, baik karena lapar, haus, atau perubahan rutinitas, sehingga emosinya menjadi lebih mudah terpancing. Di sinilah peran kita untuk menghadapi mereka dengan kepala dingin dan empati.

Saat menghadapi anak yang sedang marah-marah, saya biasanya berhenti sejenak, ibarat menekan tombol pause dalam diri. Memberi diri kita waktu untuk bernapas dan mencerna situasi sebelum bereaksi sangat penting agar respons kita tetap tenang dan bijak. Setelah itu, saya mencoba memahami penyebab kemarahannya. Biasanya, ketika anak diberi kesempatan untuk bercerita, emosinya perlahan mereda.

Jika kemarahan ini terjadi sesekali, cukup dengan memberikan ruang untuk mereka menenangkan diri. Namun, jika marah sudah menjadi kebiasaan, kita perlu mengambil sikap tegas dengan menanamkan pemahaman bahwa marah bukanlah cara yang baik untuk menghadapi masalah. Anak perlu dibantu untuk mengenali emosinya dan belajar mengendalikannya, agar kebiasaan marah tidak terbentuk menjadi karakter negatif yang terbawa hingga dewasa.

Bagaimana dengan pengalaman Pak Riyanto? Mungkin Bapak punya pendekatan lain dalam menangani hal ini. Sebab, setiap anak memiliki karakter yang berbeda, sehingga cara penanganannya pun bisa berbeda-beda. Namun yang pasti, dalam semua situasi, kekerasan bukanlah pilihan.

Terima kasih, Pak Riyanto. Salam kenal dan salam hormat.

Pak Guru, mohon tips mengelola anak-anak normal bersama 1-2 anak berkebutuhan khusus dalam 1 kelas yang mengalami konflik. Sebab tidak selalu mudah bagi anak normal memahami kebutuhan anak spesial. Terima kasih sebelumnya Pak Guru


Persis seperti yang pernah saya alami beberapa tahun lalu, Pak Krismas. Mengelola kelas yang terdiri dari anak-anak normal dan 1-2 anak berkebutuhan khusus memang tidak selalu mudah. Tantangannya beragam, terutama karena tidak semua anak memahami kebutuhan teman-temannya yang spesial.

Dulu, saat awal tahun ajaran, saya selalu mengadakan sesi bimbingan khusus bagi kelas yang di dalamnya ada anak berkebutuhan khusus. Tujuannya agar sejak awal mereka memahami bahwa setiap teman memiliki keunikan masing-masing, dan penting bagi kita untuk saling mendukung. Pemahaman ini bisa membantu mencegah konflik di kemudian hari.

Namun, jika konflik sudah terjadi, tentu harus segera diselesaikan agar tidak berlarut-larut dan tidak menimbulkan dampak negatif, terutama bagi anak berkebutuhan khusus. Langkah yang saya lakukan biasanya seperti ini:

Identifikasi Masalah; Saya panggil anak-anak yang berkonflik untuk berbicara secara mendalam. Saya gali apa yang sebenarnya terjadi, apa penyebabnya, dan bagaimana perasaan masing-masing pihak.

Pendidikan Empati; Setelah mengetahui akar masalahnya, saya berikan pemahaman kepada mereka bahwa setiap anak memiliki kelebihan dan keterbatasan. Saya tekankan bahwa dalam sebuah kelas, kita bukan hanya belajar akademik, tetapi juga belajar bagaimana memahami dan menghormati satu sama lain.

Mediasi dan Kesepakatan; Saya pertemukan mereka untuk berdiskusi, menyampaikan perasaan masing-masing, dan mencari solusi bersama. Mereka didorong untuk membuat komitmen agar konflik tidak terulang.

Pendampingan Berkelanjutan; Setelah konflik selesai, saya tetap mengawasi dinamika kelas. Saya juga melibatkan teman-teman lain untuk membangun lingkungan yang lebih inklusif. Kadang, saya gunakan metode seperti role-playing atau cerita inspiratif agar mereka lebih memahami perspektif teman mereka yang berkebutuhan khusus.

Begitu, Pak Krismas. Kalau boleh tahu, sejauh ini langkah apa yang sudah Bapak lakukan? Konflik yang terjadi seperti apa, dan anak berkebutuhan khusus dalam kasus ini memiliki kebutuhan seperti apa? Mungkin dari situ kita bisa mencari pendekatan yang lebih spesifik. Terima kasih atas pertanyaannya, Pak.

Halo, Guru Pakar đź‘‹ Izin bertanya, kalau perang sarung diadakan resmi di sekolah dengan aturan yang aman, apakah bakal lebih efektif menanamkan nilai-nilai disiplin dan sportivitas daripada cuma dilarang?


Pertanyaan yang luar biasa, Pak Firasat! Ini benar-benar memantik diskusi yang bisa menjadi solusi bersama.

Sebenarnya, tren perang sarung sudah ada sejak dulu. Saya pun mengalaminya di tahun 90-an. Bedanya, dulu perang sarung hanya sebatas slepet-slepetan untuk hiburan saat Ramadan. Sayangnya, maknanya kini bergeser menjadi aksi kekerasan dan tawuran, bahkan sampai menelan korban jiwa.

Jika ingin diadakan kembali dalam bentuk yang lebih aman di sekolah, tentu perlu kajian mendalam. Namun, yang masih jadi pertanyaan besar, apakah perang sarung versi “tertib” ini bisa benar-benar mengurangi perang sarung yang anarkis? Atau jangan-jangan, tetap saja aksi brutal itu terjadi, meski versi amannya diselenggarakan?

Karena pada dasarnya, yang perlu kita atasi adalah akar dari kekerasan itu sendiri. Ini menjadi PR bersama agar kita bisa membumikan kasih sayang, sehingga tidak ada lagi perang sarung yang berujung duka.

Terima kasih, Pak Firasat. Semoga diskusi ini terus berkembang dan melahirkan solusi yang benar-benar membawa kebaikan bagi kita semua.

Cara meredam siswa SMK yang konon identik dengan tawuran, bagaimana, Pak Junjung..... Terima kasih...


PR bersama ini, Bu. Tawuran sering muncul karena siswa butuh ruang untuk menyalurkan energi dan emosinya.

Kuncinya adalah peduli, bukan menghakimi, tapi merangkul. Ramadan bisa jadi momen tepat untuk mendekatkan mereka dengan nilai-nilai kebaikan.

Bangun kedekatan, ajak mereka ke kegiatan positif, dan beri ruang agar mereka merasa dihargai. Saat mereka merasa didengar, mereka lebih mudah diarahkan.

Terima kasih, Bu Murni.

Cara meredam siswa SMK yang konon identik dengan tawuran, bagaimana, Pak Junjung..... Terima kasih...


PR bersama ini, Bu. Tawuran sering muncul karena siswa butuh ruang untuk menyalurkan energi dan emosinya.

Kuncinya adalah peduli, bukan menghakimi, tapi merangkul. Ramadan bisa jadi momen tepat untuk mendekatkan mereka dengan nilai-nilai kebaikan.

Bangun kedekatan, ajak mereka ke kegiatan positif, dan beri ruang agar mereka merasa dihargai. Saat mereka merasa didengar, mereka lebih mudah diarahkan.

Terima kasih, Bu Murni.

Izin bertanya, Kak. Saya bertemu anak-anak SD bermain, bersenda gurau, berkata puitis: b*g, a*j*n*,t*l*l,dsb. Bagaimana tanggapan Kak Sinju sebagai guru? Apa yang salah? Sekian dan terima kasih.


Wah, saya juga sering menemui hal seperti ini Pak Budi. Memang miris, apalagi kata-kata kasar ini seakan sudah jadi bagian dari percakapan sehari-hari anak-anak.

Yang salah bukan hanya ucapannya, tapi juga kebiasaan yang terbentuk. Bisa jadi mereka meniru dari lingkungan, keluarga, teman, atau media. Ini alarm bagi kita semua untuk lebih peduli.

Apa yang bisa kita lakukan? Menegur dengan bijak, tanpa menghakimi, agar mereka paham bahwa kata-kata itu tidak baik. Orang tua dan guru perlu memberi contoh dalam bertutur kata santun. Ramadan bisa jadi momen tepat untuk menanamkan kebiasaan berbicara dengan qaulan karima perkataan yang baik dan penuh hormat.

Mari bersama membangun lingkungan yang lebih sehat bagi anak-anak kita. Terima kasih Pak Budi.

Ijin bertanya kak, anak bungsu kami lk (7 thn) sholatnya kadang bolong trus main-main. Mhn tips n triknya


Izin menjawab, Bu. Anak usia 7 tahun memang masih dalam fase bermain, jadi wajar kalau salatnya kadang bolong atau masih main-main. Namun, justru di usia ini kebiasaan baik perlu dibentuk.

Sama halnya dengan yang dulu dan saat ini saya alami, betapa kita harus telaten dalam mengingatkan salat terus-menerus, bahkan setiap kali masuk waktunya salat. Cara yang paling ampuh adalah dengan mengajak anak salat berjamaah, terutama di masjid. Ramadan adalah waktu yang sangat tepat untuk membangun kebiasaan ini agar kelak tumbuh kesadaran dari diri sendiri.

Beberapa tips yang bisa dicoba:

Ajak dan dampingi terus. Jangan bosan mengajak karena anak butuh contoh nyata.

Biasakan salat berjamaah. Jika memungkinkan, ajak ke masjid agar mereka terbiasa dengan suasana ibadah.

Berikan apresiasi. Pujian atau perhatian kecil bisa membuat anak lebih semangat salat.

Jangan dimarahi, tetapi diingatkan dengan lembut. Kesabaran adalah kunci dalam membentuk kebiasaan.

Jadikan Ramadan sebagai momen latihan. Biasakan mereka salat di masjid agar kelak tumbuh kesadaran dari diri sendiri.

Semoga Ibu Yudaningsih dimudahkan dalam mendidik anak untuk rajin salat, ya. Aamiin.

Pak guru, izin bertanya. gimana ya caranya ngasih tau anak-anak yg suka bercanda saat solat tarawih? kalau diomelin khawatir mereka nantinya gak mau lagi dateng ke masjid. tapi kalau dibiarin, cukup mengganggu ibadah, pak.


Wah, ini emang dilema, ya. Kalau diomelin, takutnya mereka malah kapok dan gak mau ke masjid lagi. Tapi kalau dibiarkan, ganggu yang lain.

Menurut saya, yang paling pas itu kasih tahu pelan-pelan. Gak perlu marah-marah, tapi coba diingetin dengan cara yang enak kalau sholat tarawih itu ibadah yang harus khusyuk. Bisa juga dikasih tahu kalau ngobrol dan bercanda saat sholat bisa ganggu orang lain dan malah jadi dosa.

Yang penting, kita sabar. Namanya juga anak-anak, dunianya masih main-main. Tapi justru ini tanda bagus, lho. Masjid masih rame sama anak kecil, berarti ada generasi penerus yang kenal masjid dari kecil. Tinggal gimana caranya kita arahin tanpa bikin mereka ngerasa tersakiti.

Makasih, Bu Isky, atas pertanyaannya. Ini juga kejadian sehari-hari di masjid kami, dan emang gak ada habisnya ribut mereka. Tapi dari suara ribut itu, justru ada harapan, masjid gak sepi. Yang penting, kita bimbing, bukan usir. Ramadan ini waktu yang pas buat ngajarin mereka dengan cara yang lebih lembut dan penuh kasih sayang.

Artikel Pakar

Terima kasih!

Pertanyaan Anda sudah terkirim.

Apakah Anda yakin ingin menghapus pertanyaan ini?

Apakah Anda yakin ingin menghapus jawban ini?

Link Artikel Edit

lorem ipsum dolor sit amet adipiscing elite lorem ipsum amet consectetur lorem ipsum dolor sit amet adipiscing elite lorem ipsum amet consecteturlorem ipsum dolor sit amet adipiscing elite lorem ipsum amet consectetur

Link Artikel