Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/
Belajar dari 5 Keluarga dalam Al-Qur'an, Mirip Siapa Kita?
Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam kitab "Mabahits fi Ulum Al-Qur'an", ada tiga macam kisah dalam Al-Quran. Pertama, kisah-kisah Nabi terdahulu, mencakup tentang dakwah mereka, mukjizat yang Allah berikan kepada mereka, para penentang dakwahnya, serta keluarga mereka.
Kedua, kisah-kisah yang menceritakan peristiwa-peristiwa terdahulu serta sosok-sosok yang tidak termasuk nabi. Contohnya Maryam ibunda Nabi Isa as, serta keluarga Imran dan Luqman Al-Hakim. Ketiga, kisah-kisah yang terkait peristiwa pada zaman Nabi saw, seperti kisah perang Badar, perang Uhud, kisah dalam keluarga Nabi saw, dan lain-lain.
Semua kisah dalam Al-Qur'an memberikan pelajaran, petunjuk, hikmah, serta pencerahan dan penguatan untuk umat manusia. Dengan kisah tersebut kita bisa mendapatkan sangat banyak nilai petunjuk dan jalan kebenaran untuk dipilih dan diikuti. Tak pernah ada yang sia-sia, ketika Al-Qur'an menuturkan kisah-kisah keluarga dengan berbagai keadaan dan dinamikanya.
Lima Kisah Keluarga Pilihan dalam Al-Qur'an
Dari sekian banyak kisah keluarga yang diceritakan dalam Al-Qur'an, kita akan melihat lima contoh keluarga yang berbeda-beda sifat dan karakternya. Mari kita pelajari lima contoh profil keluarga berikut ini.
Pertama, Keluarga Abu Lahab dan Ummu Jamil
Abu Lahab adalah paman Nabi saw yang sangat keras memusuhi Islam. Nama aslinya adalah Abdul 'Uzza bin 'Abdil Muthallib. Nama kunyahnya adalah Abu 'Utaibah. Namun ia lebih dikenal dengan Abu Lahab, karena wajahnya yang memerah. Arti kata lahab dalam bahasa Arab adalah api yang menyala dan bergejolak.
Istri Abu Lahab bernama Ummu Jamil, salah seorang pembesar wanita Quraisy. Nama aslinya adalah Arwa binti Harb bin Umayyah. Ummu Jamil adalah saudara Abu Sufyan. Ummu Jamil membantu suaminya dalam kekufuran, penentangan dan pembakangan pada Nabi saw.
Mari kita simak kisah keluarga Abu Lahab dan Ummu Jamil dalam surat Al-Lahab ayat 1 hingga ayat 5 berikut ini,
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!"
"Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan."
"Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka)."
"Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah)."
"Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal."
Keluarga Abu Jahal dan Ummu Jamil adalah contoh keluarga kompak. Sayangnya, kekompakan mereka dalam kekufuran dan kejahatan. Ketika Nabi saw berdakwah kepada kaumnya di Mekah, Abu Jahal langsung menentang dan menyerang dengan terbuka. Sedangkan Ummu Jamil berkeliling kepada masyarakat untuk menyebar fitnah dan berita hoax tentang Nabi Muhammad saw.
Kelak mereka berdua juga kompak di neraka. Na'udzu billahimin dzalik. Semoga kita terhindar dari jenis keluarga yang pertama ini.
Kedua, Keluarga Nabi Nuh dan Nabi Luth
Al-Qur'an juga menceritakan kisah keluarga Nabi Nuh dan keluarga Nabi Luth. Keduanya memilikikisah yang serupa, dan Allah kabarkan dalam satu ayat bersamaan. Kita simak kisah kedua Nabi Allah tersebut,
"Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)" (QS. At-Tahrim : 10).
Dari ayat di atas kita mendapatkan gambaran tentang keluarga yang tidak kompak. Yaitu tidak kompak dari sisi ketaatan dan kebaikan budi. Nuh dan Luth adalah Nabi pilihan Allah, namun istri mereka berdua tidak berada dalam keimanan. Ini merupakan bentuk ujian terhadap kedua Nabi Allah tersebut.
Dikisahkan dalam ayat di atas "fakhanata huma", bahwa kedua istri tersebut berkhianat kepada suami masing-masing. Apa yang dimaksud dengan berkhianat dalam ayat tersebut? Para ulama tafsirmenjelaskan, istri Nabi Nuh dan istri Nabi Luth mengkhianati suaminya dalam sisi agama, karena keduanya tidak mengikuti agama tauhid. Inilah yang dimaksud berkhianat.
Berkhianat yang dimaksud bukanlah berkhianat dalam hal seksual atau pengkhianatan cinta semacam kisah film layangan putus. Karena istri Nabi tidaklah pernah melacurkan diri atau tidak pernah berselingkuh. Pengkhianatan mereka terjadipada sisi agama, bahwa suaminya Nabi yang berdakwah menuju keimanan, sedangkan istrinya tidak mengikutiajakan keimanan.
Dalam Tafsir Al-Jalalain disebutkan bahwa istri Nuh itu bernama Wahilah, ia mengatakan pada kaumnya bahwa suaminya itu majnun (gila). Sedangkan isti Luth bernama Wa'ilah, ia tunjukkan pada kaumnya yang suka sesama jenis, bahwa ada tamu laki-laki yang datang ke rumahnya. Jika tamu datang pada malam hari, Wa'ilah menunjukkannya dengan menyalakan api. Jika tamu datang pada siang hari diberi tanda dengan asap.
Tentang keluarga Nabi Nuh yang tidak beriman, Allah nyatakan mereka itu tidak bisa disebut sebagai keluarga. Firman Allah,
"Allah berfirman: Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan" (QS. Hud : 46).
Kisah kedua ini, menggambarkan sosok suami yang salih, dengan istri yang jahat dalam bentuk kekafiran dan khianat dari sisi agama. Kelak mereka berpisah di akhirat.
Ketiga, Keluarga Fir'aun dan Asiyah binti Muzahim
Kisah berikutnya adalah keluarga Fir'aun dengan istrinya, Asiyah binti Muzahim. Keluarga Fir'aun termasuk jenis keluarga yang tidak kompak dalam ketaatan, namun dengan kondisi yang berbeda jika dibanding kisah kedua. Suami jahat dan kufur, sedangkan istri adalah sosok perempuan salihah dan beriman.
Kisahnya bisa kita simak dalam ayat berikut,
"Dan Allah membuat isteri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam Firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim" (QS. At-Tahrim : 11).
Dalam Tafsir Al-Jalalain disebutkan Firaun menyiksa Asiyah binti Muzahim dengan cara mengikat kedua tangan dan kakinya, lalu di dadanya diletakkan penggilingan yang besar. Dalam situasi terikat dan tertekan, Asiyah dihadapakan ke arah sinar matahari yang sangat panas terik. Ketika orang-orang yang diperintahkan oleh Firaun untuk menjaganya pergi, malaikat menaungi Asiyah dari sengatan sinar matahari.
Dalam kondisi tertekan oleh kejahatan suaminya, Asiyah berdoa kepada Allah, "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam Firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim."
Nabi saw menyatakan bahwa Asiyah binti Muzahim adalah perempuan yang sempurna, bersama dengan Maryam binti Imran. Sabda Nabi saw,
"Lelaki yang sempurna jumlahnya banyak. Dan tidak ada wanita yang sempurna selain Maryam binti Imran dan Asiyah istri Firaun" (HR. Bukhari, no. 5418 dan Muslim, no. 2431).
Kisah ketiga ini, menggambarkan sosok istri yang beriman dan salihah, dengan suami yang kufur dan jahat. Kelak mereka berpisah di akhirat.
Keempat, Keluarga Nabi Ibrahim
Inilah profil keluarga yang kompak dalam ketaatan dan kebaikan. Luar biasa ketaatan Nabi Ibrahim dan keluarganya, sehingga Allah Ta'ala mengabadikan beliau sebagai suri teladan bagi orang-orang yang beriman. Hal ini telah Allah nyatakan dengan jelas dan tegas dalam ayat:
"Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia" (QS. Al Mumtahanah : 4).
Beliau bersama istrinya, Siti Hajar, dan anaknya Ismail, adalah contoh keluarga yang berhasil membangun kehidupan atas dasar keimanan. Beliau mampu membangun idealisme dan cita-cita yang sangat tinggi disertai dengan totalitas pengorbanan dalam rangka mengharap ridha Allah semata. Pada saat yang bersamaan, Ibrahim As berhasil membangun keluarga yang penuh cinta dan kasih sayang.
Keluarga Ibrahim As memberikan sangat banyak pelajaran, apalagi bagi masyarakat modern saat ini, dalam membangun keharmonisan keluarga. Beliau memberikan teladan kepada kita tentang kelembutan dan kehangatan dalam interaksi dalam keluarga. Komunikasi cinta senantiasa beliau lakukan dalam keluarga, sebagaimana tampak ketika Nabi Ibrahim memanggil putranya dengan sebutan lembut, "Ya bunayya".
"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu. Ia menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar" (QS. Ash Shaaffaat : 102).
Ibrahim mendapatkan ujian dari Allah untuk meninggalkan Siti Hajar di lembah gersang, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an,
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur" (QS Ibrahim: 37).
Dalam Kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah disebutkan bahwa Siti Hajar bertanya kepada Nabi Ibrahim alaihis salam. "Akan kemana engkau Ya Ibrahim?" Pertanyaan itu diulang sampai tiga kali tanpa mendapat jawaban. Sampai akhirnya bertanya kembali, "Apakah ini merupakan perintah Tuhanmu?" Nabi Ibrahim pun menjawab dengan "Ya."
Menengar jawaban ini menjadikan Siti Hajar mengambil kesimpulan sendiri, "Kalau begitu, Allah tidak akan menyia-nyiakan kita." Itulah letak ketaatan Siti Hajar atas perintah Allah. Maka tak mengherankan jika Ismail tumbuh dalam ketaatan kepada Allah, sebagaimana ayah dan ibunya.
Kisah keempat ini, menggambarkan sosok suami yang salih, dengan istri yang salihah, dan anak yang salih. Kelak mereka berkumpul di surga Allah Ta'ala.
Kelima, Keluarga Maryam binti Imran
Ibnu Katsir menyebut keluarga Imran ini sebagai keluarga yang thahir (suci) dan thayyib (baik). Muhammad bin Ishaq mengatakan bahwa Imran, ayah Maryam, adalah Imran bin Basyam bin Mansya bin Hazqiya, yang merupakan keturunan dari Sulaiman bin Daud. Ibu Maryam bernama Hannah binti Faquda bin Qabil yang termasuk wanita ahli ibadah.
"Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-Kitab-Nya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat" (QS. At-Tahrim : 12)
Maryam putri Imran adalah wanita terhormat yang menjaga kesucian dirinya. Nabi saw bersabda tentang perempuan calon penghuni surga yang utama,
"Wanita-wanita yang paling utama sebagai penduduk surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Asiyah binti Muzahim (istri Fir'aun) dan Maryam binti 'Imran" (HR. Ahmad, 1:293. Syaikh Syu'aib Al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits ini sahih).
Keluarga Imran adalah contoh keluarga mulia dalam sejarah kemanusiaan. Imran bukan Nabi dan bukan Rasul. Maryam juga bukan Nabi dan bukan Rasul. Namun Allah memilih keluarga Imran untuk menjadi teladan bagi keluarga lainnya,
"Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing), (sebagai) satu keturunan yang sebagiannya (turunan) dari yang lain" (QS. Ali Imran: 33-34).
Ternyata yang bisa menjadi keluarga kompak dalam ketaatan, keluarga yang bisa dijadikan teladan, bukan hanya keluarga Nabi dan Rasul. Bahkan keluarga dari manusia "biasa", yang bukan Nabi, bisa menjadi teladan dalam kebaikan. Keluarga Imran termasuk salah satu keluarga pilihan --yang melebihi semua umat di masanya.
Kisah kelima ini, menggambarkan sosok perempuan suci dan salihah, dengan ayah yang salih meskipun bukan dari kalangan Nabi dan Rasul. Kelak mereka berkumpul di surga Allah yang sangat indah. Keluarga manusia biasa --bukan Nabi, yang terpilih menjadi teladan dalam kebaikan.
Keluarga kita, lebih mirip yang mana? Semoga momentum Ramadan ini menjadikan kita keluarga yang kompak dalam keimanan, ketaatan dan kebaikan. Semoga menjadi keluarga yang mampu meraih surga dunia dan surga akhirat. Aamiin.
Bahan Bacaan
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir
Cahyadi Takariawan, Wonderful Family, Era Intermedia, Solo, 2015
Muhammad Abduh Tuasikal, Pelajaran dari Kisah Istri Nabi Nuh dan Nabi Luth, Istri Firaun, dan Maryam, www.rumaysho.com, 27 Agustus 2019