Metafora Lailatul Qadar
Misalnya, kata tuma'ninah terdapat dalam firman Allah swt yang menjelaskan bahwa jika manusia mengingat Allah, maka hatinya akan tenteram. "Ketahuilah bahwa dengan ingat kepada Allah, maka hati akan mengalami tuma'ninah (ketenangan)" (Q13:28).
Ketenangan disebut juga Sakinah karena orang tersebut dapat kembali kepada Allah swt. Ada kata-kata Arab yang disebut ruj' atau inabah yang sering digunakan dalam Al quran. Salah satunya adalah peribahasa suci: Inn li l-Lahi wa Inna ilayhi Raji un kita semua berasal dari Allah dan kepada-Nya kita akan kembali.
Dengan demikian, keberhasilan untuk pulang itu adalah suatu persyaratan mencapai kebahagiaan. Sebaliknya kalau orang tidak berhasil pulang ke asal, yang dalam bahasa keseharian kita disebut dengan sesat, maka itu adalah pangkal kesengsaraan. Pulang kemana? Pulang kepada Allah swt. "Kembalilah kamu semuanya kepada Tuhanmu, dan pasrahlah kepada-Nya" (Q35:54).
Datanglah kepada Tuhan tanpa masalah. Misalnya, di hari kiamat dijelaskan bahwa sampai saat itu harta dan anak tidak berguna lagi. "Pada saat itu harta dan anak tidak ada manfaatnya apa-apa, kecuali mereka yang datang kepada Allah dengan hati yang utuh (integral)" (Q26:88-89).
Yang dimaksud dengan utuh adalah yang tidak ada persoalan dengan Tuhan (salim). Maka salamah itu pun adalah juga ketenteraman sehingga agama ini pun disebut dengan sebutan Islam. Ini bukan hanya karena kita diajarkan untuk berserah diri kepada Allah, tetapi juga untuk menerima salam. Salamjuga berarti aman. Maka orang yang beriman kepada Allah atau beriman kepada Allah akan selamat.
Semua itu membutuhkan kesadaran untuk kembali kepada Allah SWT. Maka kamu harus mengenal dirimu sendiri dan kembali ke asalmu juga kembali kepada Allah, sesuai dengan firman Allah: "Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik "(Q59:19).
Lupa diri adalah lawan dari kesadaran diri. Diri yang terlupakan adalah hasil dari orang yang tidak memahami asal usul hidupnya dan arah hidupnya. Diri yang terlupakan adalah orang yang bingung atau tertipu. Apalagi jika ini kita gabungkan dalam bahasa kita dengan ungkapan "lupa daratan", ungkapan yang mengacu pada orang yang melaut, tetapi ketika sampai di pelabuhan mereka tetap bersikap seolah-olah sedang di laut, lupa bahwa mereka sudah ada. di tepi laut Saya Oleh karena itu kembali kepada Allah ini adalah kondisi kebahagiaan. Itulah yang disebut kesalehan. Semangat kembali kepada Tuhan juga harus dibawa dalam situasi sehari-hari, seperti kematian, yang kini semakin sulit diprediksi.
Saat ini, banyak kematian yang disebabkan oleh penyakit yang disebabkan oleh kekayaan, seperti penyakit jantung. Begitu banyak orang meninggal dalam situasi tak terduga seperti memberikan pidato atau bermain bulu tangkis. Berikut ini disebutkan dalam Al-Qur'an: "Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya."(al-Zumar: 55)
Maka untuk mengatasi masalah ini seseorang harus kembali kepada Allah swt. Jadi yang Nabi maksud dengan simbolisme menutupi dengan lumpur dan memercikkan air adalah bahwa kita harus kembali ke asal kita. Lalu timbul pertanyaan, mengapa kita memiliki keinginan untuk kembali ke asal kita? Seperti yang ditunjukkan dalam khotbah sebelumnya, motivasi ini ada karena kita sebenarnya diwajibkan oleh perjanjian awal dengan Allah SWT untuk mengakui bahwa Dia (Allah) adalah Rabb-un, Lord atau Tuhan. "Bukankah Aku ini Tuanmu? Ya, kami bersaksi" (Q7:172).
Kata tuan atau penguasa berarti hakikat atau wujud, yang dalam hal ini adalah Allah swt, tempat kita bersandar untuk hidup kita. Jadi jika kita menerima Allah sebagai Rabbi, maka kita harus menyembah Dia. Saat kita berada di dunia spiritual, di dalam perjanjian, kita menjawab: "Ya, kami bersaksi."
Ini berada dalam diri kita yang terdalam yang disebut lubb-un, yang merupakan bentuk jamak dari albab. Oleh karena itu kata l l-albab dapat diterjemahkan sebagai orang yang memiliki kesadaran yang dalam; kesadaran diri yang menembus atau menetap di Lubb. Kita jauh lebih dalam dari apa yang secara psikologis disebut alam bawah sadar.