Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.
Puasa untuk Allah dan Balasan untuk yang Berpuasa
"Puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya.” Begitu kata Allah dalam sebuah hadist.
Diriwayatkan oleh Bukhari, 1761 dan Muslim, 1946
عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”
Ya, saat semua amal kita untuk Allah dan Dia yang akan membalasnya, maka para ulama berbeda pendapat dalam firman-Nya, ( الصيام لي وأنا أجزي به = “Puasa untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya“). Mengapa puasa dikhususkan?
Padahal pada dasarnya semua amal perbuatan baik kita untuk Allah Azza wa Jalla dan memang hanya Dia-lah yang akan bisa atau kuasa membalasnya. Inilah alasan puasa diistimewakan oleh Allah Azza wa Jalla.
Pertama, puasa merupakan ibadah yang tidak ada unsur riya, sebagaimana yang terjadi pada ibadah lainnya.
Riya diartikan memamerkan atau flexing amal, ibadah, atau prestasi yang kita miliki atau lakukan kepada orang lain dengan tujuan mendapat pujian dan penghargaan dari orang lain.
Riya ini merupakan perbuatan hati yang tercela. Riya dianggap sebagai asy-syirk al-ashgar (syirik kecil) kepada Allah karena membuat orang sombong. Sedang kita dilarang sombong.
Kedua, puasa yang dimaksud dengan “dan Aku-lah yang akan membalasnya,” nya pada kata membalasnya adalah puasa. “Hanya Aku-lah (Allah) yang mengetahui besarnya balasan kepada orang berpuasa dan berapa banyak kebaikan yang dilipatgandakan untuk orang yang berpuasa.
Ibadah lainnya dapat dilihat orang sedang puasa menyangkut rahasia yang berpuasa dengan Allah. Makan dan minum ditahan, sahwat ditahan, amarah ditahan.
Saat lapar, haus, lemas, berapa dzikir yang terucap, Allah yang tahu saat hati berucap: Allah, atau kata-kata pujian lain, subhanallah, alhamdulillah, laa haula wala quwwata illa billah... hingga kita kuat berpuasa.
Ketiga, puasa yang dimaksud dengan “dan Aku-lah yang akan membalasnya,” Berarti puasa merupakan ibadah yang paling Allah cintai. Allah yang akan mendahulukan pembalasannya di dunia dan di sisi-Nya kelak.
Pengalaman saya berpuasa sunnah Senin dan Kamis, juga puasa Daud, kenikmatan di dunia yang diberikan Allah adalah rasa tenang, mampu mengendalikan diri. Tak gelisah meskipun tak memiliki uang berjuta-juta di dompet apalagi rekening. He he he.
Maklumlah ASN pada umumnya gaji pada tanggal 1 sudah habis dilibas bank karena beli tanah, buat mendirikan rumah, dan membeli kendaraan untuk bekerja dan antar jemput anak ke sekolah.
Dengan berpuasa jiwa merasa tenang karena kita hanya memikirkan makan 2x sehari. Penghematan 1x sehari. Bila sudah biasa berpuasa sunnah Daud, berbuka tak perlu lagi mewah. Cukup 1 biji korma, air putih, dan memakan satu porsi nasi bersama lauk dan sayur. Sudah bergizi.
Ya, nikmat makan paling enak saat berbuka. Mmmhhh... nikmat banget karena perut dalam keadaan lapar. Perut lapar pasti mudah bersyukur. Inilah balasan nikmat makan bagi yang berpuasa di dunia. Keren, kita tak perlu bercita-cita banyak uang tapi cukup uang untuk sehari-hari dan untuk bersedekah.
Keempat, balasan puasa bahwa puasa milik Allah. Idhafah, penyandaran. Redaksinya, idhafah tasyrif, kemuliaan, dan ta’zhim, keagungan. Sebagaimana Baitullah (rumah Allah di Makkah Almukarramah) , padahal semua masjid di dunia disebut rumah Allah juga dengan makna sebenarnya milik Allah SWT.
Jadi, puasa pun demikian. Ibadah semua agung, mulia, dan penyandaran kita kepada Allah. Tapi dengan keunikannya yang berbeda dari ibadah lain. Niat, melambatkan sahur, menahan, menyegerakan berbuka, dan tarawih.
Kelima, seperti disebut di atas, ibadah puasa tak membutuhkan makan dan syahwat-syahwat lainnya. Tak butuh makan, tak ada syahwat adalah salah satu sifat Allah Azza wa Jalla.
Orang berpuasa mendekatkan dirinya dengan Allah melalui puasa yang unsur puasa itu salah satu sifat Allah yang mulia, tak butuh makan apalagi syahwat. Kitapun menyandarkan ibadah tersebut kepada Allah agar keagungan Allah melindungi kita. Dari sini kita bisa belajar kehebatan Allah, tak butuh makan dan syahwat.
Sedang kita manusia bisa lapar, haus, dahaga minum dan kasih sayang. Kita tak bisa berdiri sendiri seperti Allah. Kita butuh petani, butuh tukang ledeng, butuh istri atau suami. Betapa rendahnya dan terikatnya kita manusia. Kita lemah dan tak bisa berdiri sendiri.
Keenam, puasa pun bermaksud sama seperti di atas, menyadarkan kita akan keberagaman kehebatan ciptaan Allah, manusia dengan sifat butuh makan dan syahwat, malaikat dengan sifat malaikat.
Malaikat tak membutuhkan makan dan tak memiliki syahwat. Sedang kita manusia butuh makan, butuh minum, dan pelepasan syahwat. Sifat malaikat itu salah satu sifat suci mereka yang menunjukkan kehebatan Allah mencipta mereka dan membedakan dengan kita, manusia.
Ketujuh, puasa maksudnya murni hanya untuk Allah ‘Azza wa Jalla saja. Tak satu bagian pun dari ibadah tersebut yang ditujukan kepada sesama hamba, seperti sedekah. Kita berpahala dan kita memberi kebermanfaatan sedekah bagi fakir, miskin, atau keluarga kita yang disedekahi.
Al-Baidhawi rahimahullah berkata, “Ada dua hal yang menjadi alasan mengapa ibadah puasa diistimewakan dengan kelebihan seperti ini :
Pertama; ibadah-ibadah lain dapat dilihat oleh manusia puasa tidak. Ibadah puasa berbeda karena ia adalah rahasia antara hamba-Nya dengan Allah Azza wa Jalla. Yang berpuasa pun melakukan dengan ikhlas dan mengerjakan karena mengharap ridha-Nya.
Hal itulah yang ditunjukkan Allah Azza wa Jalla dalam hadits qudsi tedsebut, yang artinya, "...Sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku."
Kedua ; semua perbuatan yang baik, baik dilakukan dengan cara mengeluarkan harta atau mempergunakan fisik biasanya. Sedangkan puasa berbeda, dilakukan dengan cara pengekangan hawa nafsu sehingga membuat fisik yang berpuasa menjadi lemah.
Ibadah puasa mengandung unsur kesabaran dalam menahan rasa lapar, haus, dan meninggalkan syahwat. Sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah Azza wa Jalla dalam hadits qudsi, dengan artinya, "... Dia meninggalkan syahwatnya karena-Ku."
Jadi, beribadah puasa baik di Bulan Ramadhan ini maupun Senin Kamis, Puasa Daud, di awal bulan Syawal, nazar, dan lain sebagainya, istimewa. Puasa mendapatkan balasan langsung dari Allah SWT di dunia dan akhirat tanpa kita sadari.
Bila kebiasaan berpuasa di bulan Ramadhan ini kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan berpuasa sunat, maka balasan Allah untuk kita yang berpuasa Ramadhan dan puasa sunat di dunia adalah kita akan memiliki sifat sabar, menahan diri, dan tenang lahir batin. Tidak rakus apalagi tamak. Rezki selalu dicukupi Allah.
Semoga kita diberi Allah kekuatan untuk menunaikan puasa serta mendapatkan keberkahan dalam Ramadhan ini. Semangat puasa. Aamiin YRA.