Menghargai Perbedaan
Berbagi pengalaman hidup
Di antara begitu banyak sahabat kami di Padang, yang paling sering ketemu adalah pak H.Andri, yang tinggal tidak berapa jauh dari rumah kami di Wisma Indah I di Padang.
Pada tahun 2010, ketika kami berdua sempat pulang kampung, kami diajak pak Andri ke Bukit Tinggi. Bertepatan pada waktu itu dibulan Puasa. Ketika jam 12 siang kami masih di atas mobil pak Andri yang parkir di depan Ngarai Sianok Bukittinggi.
Pak Andri permisi sebentar. Tak Lama kemudian kembali dengan membawa dua bungkus nasi.
Sambil bilang: "Pak, bu makanlah dulu, ntar sore baru kita makan bersama." Memberi kedua bungkus nasi tadi kepada kami berdua.
Suami bilang: "Pak Andri kan puaso?"
"Iyo nan puaso Kan ambo.Apak jo ibuk indak puaso." Kami semakin kagum atas sikap Pak Andri. Hal yang tampak sepele tapi mampu menjadi perekat hubungan persahabatan kami.
Kamipun makan nasi yang diberi pak Andri . Tapi tetap duduk dalam kendaraan.
Begitulah persahabatan kami dengan pak Andri dulu sejak di Orari Sebagai Ketua Klub Station Sumbar YB5ZAP suami menjadikan rumah kami "Open House" sepanjang tahun.
Pak Andri salah seorang anggota dari group. Tidak masalah dengan perbedaan antara kami berdua dengan Pak Andri. Kami katolik dan pak Andri Islam. Kami Tionghoa dan Pak Andri Minang. Ternyata perbedaan bukanlah merupakan halangan untuk menjalin hubungan persahabatan dan kekeluargaan.
Tanpa terasa kami sudah melalui persahabatan ini lebih dari 20 tahun.
Sewaktu kami masih tinggal di Padang sampai sekarang sudah lebih dari 30 tahunan. Pada acara temu kangen di rumah makan Bernama yang baru baru ini Pak Andri bersama isteri juga hadir.
Hari Raya di Kampung
Pada tahun 1985 an kami sudah sukses dalam usaha bisnis. Ketika itu perusahaan kami bernama CV Tunas Sari. Yang mengelola hasil bumi seperti, kopi, kulit manis, gambir, damar batu dan sebagainya. Yang mana kami export ke Luar Neger. Kami membeli hasil bumi ini dari para Petani dan pedagang pengumpul dari desa.
Mereka membawa hasil bumi ke Padang dan menjual kepada kami.
Berkunjung ke Rumah Petani
Pada tahun 1985 itu ketika Hari Raya beberapa hari lagi kami mengatakan pada langganan , bahwa kami mau kedesa mereka. Untuk menginap di rumah Mereka, dalam rangka hari Raya .
Betapa gembiranya langganan kami karena sampai waktu tersebut belum ada seorangpun dari Boss perusahaan yang mau ke desa apalagi menginap dirumah mereka. Teman teman sesama pebisnis heran. Mereka bilang apakah tidak salah kami bawa anak anak nginap di kampung?
Kami tidak peduli dengan omongan orang,kami terus melakukan perjalanan ke Simabu,yang lokasinya tidak jauh dari Batusangkar . Sesuai dengan janji, singgah dirumah langganan Serta makan di sana dan menginap di rumah salah seorang dari mereka yakni Pak Alek . Walaupun tidur beralaskan lapik( tikar) tidak masalah bagi kami. Pagi pagi kami mandi di pincuran. Sarapan pisang rebus, sangat nikmatnya
Mereka berlomba lomba menghidangkan makanan untuk kami. Semenjak saat itu para pedagang desa tersebut tidak mau menjual hasil bumi mereka kepada perusahaan lain. Mereka menanyakan dulu pada kami, bila kami tidak mau membeli baru mereka menjual kepada perusahaan lain.
Demikian akrabnya kami pada pedagang pedagang tersebut. Hingga saat ini sesekali masih ada yang menelepon kami berdua. Bukan urusan business melainkan karena kangen pingin bertemu.
Kesimpulan:
Keakraban terjadi antara kami yang berbeda suku dan agama. Walaupun kami keturunan Tionghoa dan pedagang tersebut dari suku Minang Tetapi hubungan persahabatan kami terus berlsnjut.. Tidak pernah kejadian terjadinya cecok antara pedagang dan kami. Hubungan persahabatan kami tidak sebatas urusan bisnis melainkan sudah bagaikan saudara sendiri
Keterangan foto semuanya dokumentasi pribadi
Terima kasih untuk semua sahabat di Kompasiana yang berkenan menyempatkan untuk singgah.
30 Maret 2023,
Salam saya,
Roselina.