Supartono JW
Supartono JW Konsultan

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

1445 H (14) Berubah yang Dirindukan dan Ditakuti

24 Maret 2024   11:08 Diperbarui: 24 Maret 2024   12:48 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1445 H (14) Berubah yang Dirindukan dan Ditakuti
Ilustrasi Supartono JW

Meski di negeri ini, dalam "kontestasi" ada yang ketakutan tentang "perubahan". Berbagai upaya dilakukan untuk mencegahnya. Ramadan tetap momentum untuk Umat Muslim dan manusia pada umumnya, dapat melakukan perubahan diri agar terhindar dari bencana dan malapetaka.

(Supartono JW.24032024)

Dalam menjalani Ibadah Ramadan 1445 Hijriah, khususnya di Indonesia, beberapa wilayah sudah dilanda bencana alam: banjir, tanah, longsor, hingga gempa bumi. Semua bencana tersebut meninggalkan duka. Ada korban jiwa hingga korban harta benda.

Saya kutip dari Republika Online (8/12/2022), Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, bencana alam yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia bukan berarti azab. Bencana alam dapat dimaknai sebagai peringatan bagi umat manusia.

Sekretaris MUI KH Miftahul Huda menyampaikan, umat Islam perlu membedakan dua jenis bencana. Yakni bencana alam yang sifatnya murni dan terdapat unsur campur tangan manusia. Sehingga tidak semua bencana yang ditakdirkan Allah adalah azab.

Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah Ar-Rum ayat 41, " yang artinya, "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar),".

Sejatinya, selain bencana alam, di Indonesia terkini justru sedang terjadi bencana dan malapetaka yang lebih dahsyat. Yaitu runtuhnya etika dan moral para pemimpin bangsa. Bahkan, teladannya adalah pemimpin utama negeri ini.

Runtuhnya etika dan moral memang tidak diraskan, bahkan juga tidak dapat dilihat oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Hanya orang pintar, cerdik pandai dan terutama para akademisilah yang dapat melihat dan merasakan, seseorang sedang menebar bencana dan malapetaka untuk bangsa dan negara ini, sebab yang dihancurkan adalah etika dan moral.

Tidak semua rakyat tahu dan merasakan, saat ada calon pemimpin rakyat yang mengusung perubahan, ternyata dengan berbagai akal licik. Menghalalkan segala cara, pengusung perubahan ini wajib disingkirkan. Sebab, bila pengusung perubahan sampai mendapat amanah rakyat, "mereka" akan mendapatkan "kiamat" lebiha cepat. Kiamat dari segala sikap dan perbuatan licik, jahat, demi tetap menguasai negeri ini.

Nyatanya, menurut berbagai pihak cerdik pandai dan para akademisi, "mereka" ini berhasil mencegah pengusung perubahan mendapat simpati dan suara rakyat. Sebab hati rakyat dibeli dengan jalan meruntuhkan etika dan moral. Ini adalah bencana sekaligus malapetaka untuk bangsa ini, yang lebih hebat dari bencana alam. Tetapi tidak terasa dan tidak dapat di lihat oleh sebagian besar rakyat yang masih belum terdidik.

Padahal yang terlihat jelas, kurang lebih 500 Triliun dana APBN digunakan untuk mencegah PERUBAHAN, belum lagi yang tidak nampak, yang dintimidasi, dll.

Terkait bencana dan malapetaka yang kini masih melanda Indonesia itu, bukan suatu yang kebetulan ternyata hari ke-14 Ibadah Ramadan,
Doa yang dianjurkan dibaca adalah doa menolak bencana dan malapetaka.

Doa ini dikutip dari buku Al-Baqiyatus Shalihat, oleh Syaikh Rabi' Abdurrauf Az-Zawawi. Syaikh Rabi' Abdurrauf Az-Zawawi mengatakan, salah satu keutamaan bulan Ramadan adalah terdapat doa yang mustajab di dalamnya. Untuk itu, penting bagi umat Islam menyampaikan doa dengan sungguh-sungguh.

Berikut salah satu doa yang dianjurkan Syaikh Rabi' Abdurrauf Az-Zawawi: yang artinya:

"Ya Allah! Mohon janganlah Engkau tuntut dari kami di bulan ini semua kesalahan yang aku lakukan. Hapuskan seluruh kesalahan dan kebodohanku. Hindarkan aku dari bencana dan malapetaka. Demi kemuliaan-Mu, wahai sandaran Kemuliaan kaum muslimin."

Dikalahkan, tetap dapat berubah

Sejak sebelum hadirnya bulan Ramadan, hingga Ramadan benar-benar hadir, pengusung perubahan, sementara memang benar-benar sudah berhasil disingkirkan. Mungkin akan benar-benar dinyatakan disingkirkan bila nantinya pengadil tertinggi di negeri ini, benar menyatakan pengusung perubahan memang kalah secara hukum yang dibuat oleh manusia.

Tetapi, meski pengusung perubahan sudah disingkirkan karena sangat membahayakan kepentingan "mereka", Umat Islam tetap dapat menapakkan langkahnya untuk dapat berubah. Tidak meneladani perusakan etika dan moral yang dilakukan dengan terang-terangan oleh pemimpin negeri ini.

Umat Islam tetap dapat berubah, dan mustahil pemimpin yang zalim akan dapat mencegah, pasalnya ibadah Ramadan, khususnya berpuasa menyimpan energi perubahan yang maha dahsyat. Baik perubahan untuk diri pribadi melalui ibadah ritual personal (mahdhoh).

Terlebih lagi dalam bentuk ibadah sosial komunal (ghoiru mahdhoh). Bentuk perubahan dari manusia yang berpuasa adalah proses penyadaran diri manusia dalam menjalani hidup dan kehidupan.

Dalam KBBI, "Perubahan" berasal dari kata "Ubah" yang berarti menjadi lain atau berbeda dari semula. Dari berbagai ajaran Ulama, saya simpulkan bahwa puasa dapat membuat manusia berubah menjadi lebih bertaqwa, merasa selalu diawasi Allah, menjadi hamba yang pandai bersyukur, dan selalu meminta bimbingan dan petunjuk Allah.

Bila puasa dijalankan dengan benar, garansinya dapat menjadi manusia baru yang langkah hidupnya benar dan lebih baik. Kita wajib selalu sadar bahwa ruh manusia berasal dariNya dan akan kembali kepadaNya.

Sehingga ibadah puasa harus mampu merubah pola pikir, sikap, dan prilaku sebagai orang yang beriman untuk senantiasa menjadi hamba Allah sebagaimana yang dikehendakiNya dengan mengendalikan hawa nafsu.

Dengan demikian, kita akan menjadi pribadi yang dapat berubah dengan hadirnya Ramadan. Tidak ada satu manusia pun yang dapat mencegah diri kita berubah bila kita terus menjadi hamba yang memperbaiki diri dengan bertaqwa.

Merasa selalu diawasi Allah, sehingga punya rasa malu dan berdosa bila meruntuhkan sendi-sendi kehidupan dengan mengabaikan etika dan moral.
Berikutnya menjadi hamba yang pandai bersyukur, dan selalu meminta bimbingan dan petunjuk Allah, dihindarkan berbuat zalim, apalagi menzalimi sesama manusia, rakyat.

Karenanya, bagi Umat Muslim, perubahan adalah hal yang dirindukan, bukan malah ditakuti, karena pondasinya kebenaran, kebaikan. Bukan kesalahan, kejahatan, kezaliman.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian zalim adalah bengis, tidak adil, tidak punya rasa belas kasih, dan kejam, dengan artian seorang individu atau kelompok yang menyakiti perasaan orang lain secara lahir maupun batin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun