Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Lainnya

Sedang belajar mengompos, yuk bareng!

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Menakar Suka Duka Mudik dengan Bus

2 Juni 2019   16:37 Diperbarui: 2 Juni 2019   16:51 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menakar Suka Duka Mudik dengan Bus
ilustrasi mudik | sumber: https://www.merdeka.com

Mudik alias pulang ke kampung halaman adalah tradisi Ramadhan yang puncaknya biasa terjadi pada H-2 lebaran. Moda transportasi dipilih sesuai kenyamanan masing-masing. Bagi yang ingin nyaman, cepat, dengan biaya yang tidak terlalu mahal, mungkin kamu bisa memilih kereta api. Namun konsekuensinya harus membeli tiket jauh-jauh hari sebelumnya.

Jika pergi ke luar pulau, mungkin kamu perlu menggunakan pesawat. Namun harus bersiap dengan biaya yang mungkin melonjak tinggi, terlebih sekarang memang harga pesawat konon tengah jauh melampaui batas biasanya. Nah, jika ingin biaya yang murah dengan tanggal belum pasti, kamu bisa memilih bis.

Selain murah, konon bus merupakan transportasi yang menyediakan kursi terbanyak. Jika kereta ada batasnya, ketika sudah penuh maka kamu tidak bisa membeli tiketnya. Begitu juga dengan pesawat. Namun bus tidak mengenal kata penuh. Meskipun penuh, di belakangnya selalu hadir bus baru yang siap membawamu pergi ke kampung halaman.

Bagi kamu yang memilih bus sebagai kendaraan mudik, ada baiknya kamu menyimak suka duka yang akan kamu lalui ketika menaiki transportasi ini.

Harus siap dengan macet

Duka pertama yang akan kita jumpai ketika naik bus adalah macet. Ya, macet tampaknya merupakan tradisi ketika mudik tiba. Meledaknya jumlah kendaraan tidak berbanding lurus dengan lebarnya jalan, sehingga macet menjadi satu hal yang tak dapat terbantahkan.

macet saat lebaran | ilustrasi: https://nasional.kompas.com
macet saat lebaran | ilustrasi: https://nasional.kompas.com

Dulu, sewaktu saya masih duduk di bangku SMP ketika tol belum dibuat, macet bisa terjadi selama berjam-jam. Jalur pantura terasa sesak dengan kendaraan. Belum lagi kondisi bus yang terasa panas akibat terik matahari yang menyiram dengan ganas. Walau AC sudah dinyalakan, udara tetap saja terasa sangat kering.

Semenjak tol trans jawa diresmikan, kemacetan cenderung berkurang, walau tak benar-benar hilang. Kemacetan masih terjadi terutama saat masuk dan keluar dari tol, atau ketika tengah berada di jalan biasa.

Macet memang adalah hal yang tak terelakan saat bermudik dengan bus. Hal ini tentu saja berbeda ketika mudik dengan menaiki kereta atau pesawat. Kereta tidak mungkin macet, hanya berhenti di setiap stasiun tertentu. Pesawat apalagi, ia tidak mungkin macet, yang ada hanya delay untuk menunggu waktu keberangkatan, di mana kita bisa menunggu di ruang yang dingin yaitu bandara. 

Sedangkan jika di bus, kita hanya bisa menanti macet dengan sabar dan khidmat. Percayalah jika badai bisa berlalu, kemacetan juga pasti berlalu, heuheu..

Harus siap mendengar tangisan anak

Perjalanan dengan bus memakan waktu lebih lama dibanding kereta api dan pesawat. Belum lagi ditambah macet dan pengap karena sempitnya ruang dan banyak orang. Hal-hal inilah yang membuat anak kecil cenderung tidak tahan dan akhirnya menangis.

Tangisan anak bukan hal yang baru bagi saya. Di setiap perjalanan, pasti ada saja anak yang selalu menangis, entah kegerahan, ingin cepat sampai, atau ingin pipis namun terjebak di tengah kemacetan. 

Rasa kasihan pasti selalu muncul, tapi dibalik itu juga terdapat rasa pengang ya memenuhi kepala. Pada akhirnya, yang dapat saya lakukan hanya bersabar. Saya percaya, macet dan tangisan anak merupakan latihan mental yang dapat menaikkan derajat kesabaran.

Sajian pemandangan indah 

Salah satu keuntungan yang bisa kamu dapat ketika naik bus adalah matamu akan disajikan oleh pemandangan indah. Hamparan sawah dan perkebunan bisa membuatmu sejenak lupa oleh tangisan dan macet yang tengah mendera.

sunset di rest area tol Cipali | sumber: http://gogonugroho.blogspot.com
sunset di rest area tol Cipali | sumber: http://gogonugroho.blogspot.com

Jika beruntung, kamu mungkin akan mendapatkan momen matahari terbenam alias sunset, dimana langit berubah oranye dan matahari bagaikan kelereng emas yang hendak membenamkan diri.

Pemandangan khas Ibukota dengan gedung-gedung pencakar langit tidak lagi kamu temui di sini. Yang ada hanya rumah-rumah sederhana atau jalan yang berliuk mengikuti struktur tanahnya. Dengan begini, kamu dapat menghirup satu aroma yang tak pernah kamu temui di ibukota. Ya, aroma kebebasan! 

Menikmati makanan khas daerah di tempat pemberhentian

Bermudik dengan bus berarti kamu harus akan beberapa kali berhenti di rest area, untuk istirahat, sholat, dan makan. Di tempat inilah kamu dapat mencicipi makanan khas daerah yang disajikan di rumah makan. Kamu juga dapat membeli oleh-oleh yang khas dari daerah sekitar.

Soto Klawi di rest area tol Solo - Ngawi | sumber: http://www.suarakarya.id
Soto Klawi di rest area tol Solo - Ngawi | sumber: http://www.suarakarya.id

Biasanya ketika saya bermudik ke Jawa dari Jakarta, tempat pemberhentian pertama adalah rest area KM 57 yang terletak di daerah Karawang, lalu akan berhenti lagi di daerah Subang, lalu berhenti lagi di sekitaran Cirebon. Semakin banyak rest area yang kamu hampiri, semakin berpeluang juga untuk mendapat oleh-oleh yang beragam.

Nah, inilah salah satu kelebihan yang tidak akan kamu dapatkan ketika bermudik dengan kereta atau pesawat. Namun kamu juga perlu berhati-hati dengan harga yang ditawarkan. 

Karena mereka berjualan di tempat yang ekslusif dimana dilalui banyak pemudik, harga yang dipatok juga pasti lebih dari yang biasa. Jadi berhati-hati dan tawar kalo bisa ya, Mudikers.

Nah, inilah suka duka bermudik dengan bus. Bagaimanapun pilihan tetap kembali ke tangan kamu. Semua moda transportasi punya konsekuensi masing-masing. Namun yang terpenting adalah sampai ke kampung halaman dengan selamat bukan?

Salam,

Tutut Setyorinie, 2 Juni 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun