Puasa untuk Sehat Lahir dan Batin
Pandemi Covid-19 yang mewabah di seantero dunia akhir-akhir ini menyadarkan kita bahwa hidup sehat adalah dambaan setiap insan yang menetap di bumi nan fana ini. Kesehatan harus dijaga dan dipelihara bahkan dipertahankan agar manusia tidak tertular virus penyakit. Fenomena ini menyadarkan kita pula bahwa tiada seorangpun yang mau atau rela tubuhnya dihinggapi penyakit, apapun penyakitnya.
Wabah Covid-19 seolah mengevaluasi bahwa selama ini selalu abai akan kesehatan itu sendiri. Lebih parahnya lagi kita selalu abai terhadap cara berprilaku hidup sehat. Walhasil serangan penyakit seperti: alergi, flu, batuk, demam, sakit kepala, mual, mules, perih, kembung, gatal-gatal dan sebagainya disebabkan oleh diri kita sendiri.
Tahun 1948, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memberi definisi, sehat adalah: "Suatu keadaan sehat jasmani, rohani, sosial dan bukan semata-mata bebas dari penyakit, kecacatan atau kelemahan".
Lalu dipertegas dalam regulasi kita, UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Jadi, kesehatan adalah hak semua warga negara tanpa terkecuali.
Hendrik L. Bluum seorang pakar ilmu kesehatan masyarakat mengemukakan konsepnya tentang derajat kesehatan sesorang yang dapat dipengaruhi oleh beberpa faktor: Lingkungan, prilaku, pelayanan kesehatan dan faktor genetik (keturunan).
UU No. 36 tahun 2009 mengungkapkan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dibutuhkan: Peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Sedikit koreksi konstruktif bahwa kekeliruan kerangka berfikir kita (umumnya masyarakat indonesia) selama ini adalah selalu terjebak pada bagaimana mengobati yang sakit bukannya bagaimana mempertahankan yang sehat. Sehingga paradigma pertama hanya melahirkan upaya memperbanyak rumah sakit dan penyediaan obat-obatan yang lebih banyak lagi.
Berbeda dengan paradigma terkini yang lebih cenderung meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan kesehatan, pendidikan aplikatif kesehatan serta transformasi cara hidup sehat agar orang dapat menikmati kesehatannya secara mandiri.
Pembangunan kesehatan merupakan tanggung jawab bersama (multi sektor) karena yang akan dicapai adalah terciptanya suatu bangsa yang sehat, produktif, mandiri, lebih tahan terhadap penyakit, bebas dari ketergantungan obat dan bebas dari pelayanan medis yang berlebihan.
Berbicara mengenai kesehatan, agama sebagai pedoman universal dan aturan hidup komprehensif manusia juga memperbincangkannya. Bahkan Al-Qur'an, telah jelas-jelas menganjurkannya. Walaupun tidak secara mendetail, berbagai himbauan agar kita menjaga kebersihan dan kesehatan. Entah itu kesehatan tubuh, pakaian, makanan, rumah, tempat-tempat berkumpulnya manusia, lingkungan dan alam sekitarnya.
Sehat Lahir
Tidak mudah menjalankan puasa ditengan pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. Tetapi, karena hukumnya wajib, orang muslim dimanapun berada mesti menjalankannya selama satu bulan penuh sesuai syari'at yang berlaku.
Selain menahan diri dari makan dan minum sejak terbit fajar hingga terbenam matahari, umat muslim juga dituntut untuk menahan diri dari segala hal-hal buruk yang dapat membatalkan puasa. Terlepas dari menjalankan kewajiban agama dan mendapatkan pahala, puasa diyakini memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh.
Jasiman dalam bukunya Manajemen Syahwat (2011), jika tidak dilakukan dengan sehat, puasa dapat melemahkan tubuh dan membahayakan kesehatan. Sebaliknya, puasa yang sehat dapat bermanfaat secara psikis dan fisik.
Secara psikis, puasa dapat menanggulangi stres dan depresi untuk beberapa orang karena mereka belajar untuk mengendalikan diri, terlebih terhadap makanan. Selain itu, setelah beberapa hari berpuasa tubuh akan mengalami peningkatan endorfin dalam darah yang memberikan perasaan sehat secara mental.
Pertama, menyehatkan jantung. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa mereka yang berpuasa sebulan sekali memiliki risiko 58 persen lebih rendah terkena penyakit jantung, dibandingkan mereka yang tidak menjalani puasa.
Kedua, mengurangi resiko kanker. Selama berpuasa, laju pembelahan sel dalam tubuh akan berkurang seiring faktor pertumbuhan yang menurun akibat terbatasnya asupan. Meski masih perlu diteliti lebih lanjut membuktikan bahwa hal ini mampu mengurangi risiko kanker. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah kondisi tersebut berlaku pada manusia.
Ketiga, menjaga berat badan. Pembakaran lemak menjadi energi membantu mengurangi berat badan dan tingkat kolesterol. Penurunan berat badan akan berdampak baik untuk mengendalikan diabetes dan tekanan darah.
Keempat, turunkan gula darah. Puasa diyakini dapat menurunkan kadar gula darah dalam tubuh secara signifikan, yaitu lebih dari 30 persen, Hal itu dapat terjadi di beberapa hari pertama berpuasa. Dianjurkan pula untuk selalu menjaga kadar gula darah agar tetap stabil karena kelebihan ataupun kekurangan kadar gula darah dalam tubuh sama-sama tidak baik.
Kelima, membuang racun dalam tubuh. Saat puasa, tidak ada makanan yang dikonsumsi hampir sehari penuh. Hal ini dapat memberikan kesempatan bagi sistem pencernaan untuk beristirahat, sehingga tubuh dapatlebih fokus pada pembuangan racun di dalam tubuh. Lalu saat proses pembakaran lemak menjadi energi, tubuh juga akan membakar racun berbahaya yang ada pada lemak yang tersisa.
Keenam, meningkatkan fungsi otak. Ahli berpendapat bahwa berpuasa dapat merangsang pelepasan BDNF (brain-derived neurothropic factor) di otak. BDNF berfungsi untuk membantu tubuh meningkatkan fungsi otak dan memproduksi lebih banyak sel-sel otak. Selain itu, BDNF juga dapat melindungi sel-sel otak serta mengurangi depresi sekaligus resiko terkena demensia atau pikun
Itulah beberapa manfaat kesehatan lahir yang kita dapatkan apabila melaksanakan puasa. Selain mendapatkan pahala, tubuh juga lebih sehat secara fisik dan mental. Tak jarang puasa dijadikan metode penyembuhan bagi penyakit lahiriyah tertentu yag disebabkan oleh prilaku tidak sehat manusia.
Sehat Batin
Dalam sobekan catatan sejarahnya, sebagai seorang tokoh sosilog kawakan, Arnold J. Toynbee berpendapat bahwa "kejahatan yang paling mengerikan dalam kehidupan ini adalah "keserakahan". Tentu menjadi religion message yang sarat makna bagi kita. Sebuah pesan moral yang begitu mulia dimata manusia.
Relevan dengan Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah memberi penjelasan berkenaan dengan fadhilah yang terkandung dalam bulan Ramadan, yang artinya: "Apabila bulan ramadan telah datang, maka dibukakan pintu rahmat (surga), dan dikunci pintu neraka, serta dikuncilah setan-setan". (Shahih Muslim).
Secara etimologi, istilah ramadan berasal dari kata ramadha yang artinya pembakaran. Dari makna generiknya tersebut ramadan diartikan sebagai ruang pembakaran atau pemasungan hawa nafsu (sifat-sifat kebinatangan) dalam diri manusia, melalui ritual-ritual khusus (baca: puasa). Sifat-sifat kebinatangan---keserakahan inilah yang dinisbatkan Toynbee sebagai kejahatan manusia yang paling mengerikan.
Lebih jauh, Toynbee memaknai keserakahan sebagai wujud dari watak eksploitatif yang banyak melahirkan efek negatif dalam interaksi kehidupan sosial. Keserakahan meminjam istilahnya Jalaluddin Rahmat---merupakan praktik keangkuhan dari nafsu kebinatangan (al-baha'imiyah) yang selalu menjatuhkan manusia dari derajat kemanusiaannya kepada derajat binatang---bahkan lebih rendah dari seekor binatang.
Begitupun Dante dalam sebuah buku syairnya Davina Comedia, mengatakan bahwa manusia memulai kehidupannya dalam alam kebahagiaan---ia menyebutnya sebagai alam paradio, karena manusia terbebas dari keinginan. Hal senada dituangkan Iwan Fals dalam penggalan syair lagunya berjudul 'Seperti Matahari' yang memposisikan keinginan sebagai sumber penderitaan.
Ironis memang, disatu sisi keinginan merupakan fitrah yang menjadikan kehidupan manusia bertahan dan berkembang. Namun disisi lain karena keinginan berlebihan manusia mengalami penurunan kualitas ruhiyah, sehingga terseret dari alam ruhani kealam materi dan terjatuh---meminjam bahasanya Dante kedalam alam inferno atau kesengsaraan.
Dalam bulan inilah manusia diberikan kesempatan untuk kembali meraih kebahagiaan melalui ibadah puasa. Bukankah secara lahiriyah dalam berpuasa kita diwajibkan untuk menahan hawa nafsu---yang dinisbatkan sebagai musuh terbesar bagi manusia? Proses kembali menuju kebahagiaan inilah yang disebut Dante sebagai alam purgatorio.
Puasa membimbing kita untuk sehat secara batin. Pertama, puasa mengajarkan disiplin dan jujur kepada diri sendiri. Hanya kita dan Allah-lah yang mengetahui benar tidaknya kita menjalankan ibadah puasa. Kedua, Puasa mendidik kita untuk bisa berbuat arif. Artinya adanya keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan ruhani dan jasamani.
Ketiga, puasa mendidik kita untuk belajar membatasi kebebasan. Derasnya arus tuntutan kebebasan, tanpa disadari telah memunculkan pandangan-pandangan yang memposisikan kebebasan sebagai sesuatu yang integral dan tanpa batas. Puasa sebagai kendali supaya kita terjebak kedalam tindakan yang tiran dan menyimpang dari norma-norma agama dan sosial.
Keempat, Puasa mendidik kita agar lebih memiliki rasa kepedulian sosial. Berpuasa melatih untuk merasakan rasa lapar dan dahaga yang telah terbiasa masyarakat miskin rasakan. Terlebih ditengah pandemi Covid-19 ini, himpitan krisis ekonomi terus menggejala, tak sedikit sudara-saudara kita yang menjadi korban. Wallahu'alam bi ash showab.
Penulis adalah peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.