Yuli Anita
Yuli Anita Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Waspada Penipuan Berkedok Teman Lama Saat Lebaran

12 April 2024   06:32 Diperbarui: 12 April 2024   13:40 1137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Waspada Penipuan Berkedok Teman Lama Saat Lebaran
Ilustrasi mendapat telepon dari teman lama. Sumber gambar: Freepik

Lebaran adalah saat yang sangat membahagiakan. Sholat Id, berkumpul bersama keluarga, berkunjung ke sanak famili hingga bertemu dengan kawan lama adalah agenda rutin selama Lebaran.

Pertemuan dengan kawan lama bisa digagas lewat WhatsApp grup ataupun mengadakan pertemuan dengan perjanjian sendiri. 

Alhasil, saat lebaran ada saja telepon atau WhatsApp dari teman lama. Entah mengajak ketemuan atau sekedar berucap Selamat Lebaran.

Ada sedikit pengalaman saya untuk mengajak pembaca lebih berhati-hati berkaitan dengan telepon atau pesan dari teman lama. 

Jika nomor yang menghubungi sudah kita simpan, tidak ada masalah, berarti kita sudah kenal. Namun jika nomornya belum kita simpan, tak ada salahnya jika kita waspada. Bisa saja itu nomor orang lain yang mengaku teman lama dan mempunyai maksud yang kurang baik pada kita.

Hati-hati dengan nomor tak dikenal, sumber gambar: Tekno Kompas
Hati-hati dengan nomor tak dikenal, sumber gambar: Tekno Kompas

Kejadian ini persisnya terjadi di Lebaran tahun lalu. Sepulang dari sholat, saya dan anak -anak hendak bertandang ke rumah famili yang letaknya tak begitu jauh dari rumah. Ketika akan berangkat, tiba-tiba HP saya bergetar. Sebuah nomor tidak dikenal.

"Halo, bagaimana kabarnya, Yul?" tanya Si penelepon. Nada suaranya akrab sekali.

"Halo, Alhamdulillah, baik, siapa ini?" balas saya.

"Wah, masak lupa sama saya..., ayo.. tebak...teman SMP..," katanya.

Ingatan saya langsung melompat ke masa SMP. Ini sepertinya suara ketua kelas saya, pikir saya.

"Hei, ini ketua kelasku pas SMP ya?" kata saya antusias. Saya tidak sadar mulai masuk jebakannya.

"Benar... masih ingat kamu.., masih di Malang ya?" tanya 'teman' saya lagi.

"Masih..," pembicaraan terus berlanjut. Keberangkatan untuk silaturahmi tertunda sebentar.

"Anakmu berapa?" Lanjutnya. Nah, khasnya orang seusia saya, pembicaraan langsung masuk ke masalah anak. 

Pintarnya 'teman' saya ini tahu satu demi satu nama teman-teman yang lain dan membicarakannya. Ia berhasil menggiring saya dalam obrolan nostalgia.

Namun pada sebuah titik pembicaraan, saya mulai merasakan kejanggalan. 

Teman ini mulai memuji-muji saya. Dan saya merasakan pujian tersebut mulai over dosis. 

Ia mengatakan saya suka olah raga, pintar, tinggi semampai dan cantik seperti peragawati. 

He..he... pujian terakhir ini yang sangat berlebihan. Kriteria cantik seperti peragawati benar-benar jauh dari diri saya. Sebagai gambaran, semasa SMP saya suka basket atau bersepeda ke mana-mana, jadi bisa dibayangkan seperti apa penampilan saya saat itu.

Saya mulai curiga dan kurang antusias. Pembicaraan semakin 'nggladrah', mulai tidak sambung. Dan di akhir pembicaraan ternyata dia minta ditransfer sejumlah uang, katanya ada keperluan untuk membayar cicilan kredit sepeda anaknya.

"Tidak banyak..tiga juta saja, Yul," katanya saat itu.

Tiga juta tidak banyak? Pikir saya kaget.Benar perkiraan saya, pasti ada udang di balik batu. 

Ilustrasi berbincang lewat telepon, sumber gambar: IStock
Ilustrasi berbincang lewat telepon, sumber gambar: IStock
Dengan berbagai alasan saya menolak permintaannya. 

Tidak putus asa sampai di situ, dia terus meminta dengan berkali-kali menelepon saya, nominalnya diturunkan pula. Sampai akhirnya nomornya saya blokir.

Karena kesibukan Lebaran, saya sudah lupa peristiwa itu. Tiba-tiba dua hari kemudian seorang teman di grup bercerita bahwa dia habis kena tipu dari seseorang yang mengaku teman. 

Teman saya ini transfer tiga juta rupiah pada 'teman' yang kesulitan uang untuk membayar cicilan kredit sepeda anaknya. Ah, sama persis dengan pengalaman saya kemarin.

Teman saya ini memang tidak tegaan , jadi begitu ada yang sambat, ia langsung memberikan bantuan dengan transfer saat itu juga lewat Mobile Banking. Ia baru sadar kalau tertipu, ketika nomor 'teman' yang ditransfer ini tidak bisa dihubungi lagi.

Ah, saya jadi agak 'getun', kenapa saat itu tidak memberi tahu di grup kalau ada modus penipuan semacam itu dan mengingatkan teman-teman agar berhati hati.

Itulah sedikit cerita saya terhindar dari penipuan berkedok teman lama saat Lebaran. Berbagi boleh saja, namun tidak ada salahnya kita tetap meningkatkan kewaspadaan saat Lebaran supaya tidak ada yang memanfaatkan momen tersebut untuk melakukan niat yang tidak baik.

Semoga bermanfaat dan selamat merayakan Idul Fitri bersama keluarga tercinta...

Arti istilah:

Getun: menyesal

Nggladrah: tak tentu arah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun