Yuni Akbar adalah pemerhati dialektika bahasa dalam ranah logika sosial, psikologi dan pendidikan. Penggiat Gerakan Literasi. Dan sebagainya.
Obrolan Seru di Kelas: Puasa dan Beras Nasional
"Eh, Salma, jangan begitu. Jodoh tak tahu kemana, lho." Kulirik Salma jenaka.
"Ndak mauuuuu....!" seringainya. Wah, ini nanti suasana bisa panas. Harus dihentikan.
"Coba kalian lihat apa sih tujuan puasa? Bagaimana orang berbuka, sahur? Kita bahas tentang makan sesuai syariat, kesehatan, budaya, dan apa saja, ya. Pokoknya kaitannya dengan makan."
Aku memberi waktu beberapa saat untuk mereka mencari segala hal yang berkaitan dengan makan. Di kelas 12 ini kebetulan semua siswanya muslim. Tapi misalnya ada yang tidak muslimpun, pengetahuan tentang makan ini sangat universal terutama kaitannya dengan kesehatan. Setengah jam kemudian aku buka diskusi kelas.
"Kita mulai dari syariat dulu, ya? Yang mau menyebutkan ayatnya boleh, haditsnya juga boleh atau pendapat ulama, boleh juga. Kalian tidak usah merasa enggan ya kalau biacara tentang dalil. Kan itu bukan pendapat kalian sendiri, jadi sebutkan saja." Aku memotivasi kelas agar diskusi bisa ramai seperti tadi. Tapi kalau topiknya sudah tentang keilmuan biasanya diskusi jadi seret, apalagi tentang agama. Sama seperti orang dewasa yang suka merasa kurang ilmu atau takut dianggap sok tahu, siswa kelas ini pun begitu. Bisa dipastikan kalau ada satu saja siswa yang sering kelihatan membaca al Quran di kelas atau membahas agama, dia akan dipanggil ustadz. Bisa jadi ini sekedar candaan tapi mungkin efeknya akan membuat jengah yang dituju.
"Ada yang sudah menemukan sumbernya?" tanyaku.
"Makanan yang baik-baik, Bu," terdengar suara Aldi agak ragu.
"Bacakan dan sebutkan sumbernya," jawabku.
"Thaha ayat 81, Bu. Makanlah yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu dan janganlah kamu melampau batas, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Barangsiapa ditimpa kemurkaan-Ku, maka sungguh binasalah dia."
"Bagus sekali," pujiku karena suaranya yang lantang berbeda saat pertama dia menjawab.
"Kalian bingung ndak dengan kalimat 'menyebabkan kemurkaan-Ku'?" tanyaku selanjutnya. Beberapa siswa menggelengkan kepalanya sambil tetap menatap hape masing-masing.
"Sambil kalian cari tafsirnya, ada yang ketemu ayat lainnya?"