Menaklukkan "Hasrat Belanja" Jelang Lebaran, Cara Meniti Senyuman di Hari Idul Fitri
Lebaran sebentar lagi, belanja Apa?
Sebagai orangtua sekaligus Ayah dari 4 orang anak, menyimak pertanyaan yang menjadi tema samber hari ke-24 ini, sejujurnya membuat pikiranku semakin kusut. Hiks...
Secara psikologis, ketika pergerakan jumlah hari kurang dari satu minggu lagi menjelang lebaran, pertanyaan itu bisa berubah menjadi mimpi buruk yang betah magang di akhir-akhir Ramadan.
Di media massa, entah media elektronik, media cetak hingga media sosial. Tiada waktu, tanpa bujukan "hayuk berbelanja!".
Suguhan berbagai produk berseliweran! Memanjakan mata dengan tawaran harga yang menggiurkan. Membuat jiwa-jiwa konsumtif yang semula terpenjara, jadi meronta-ronta.
Mulai dari bahan bangunan, setidaknya cat rumah, pakaian, hingga makanan datang bertamu di kelopak mata.
"Kalau ruang tamu diganti warna biru, keren, Yah!"
"Yah! Ada mukenah bagus. Harganya lumayan. Cocok untuk salat Id."
"Kita beli kue kering buatan Bude aja, Yah! Harganya lebih murah!"
Aih, terkadang aku berpikir. Coba aja, sesekali kita semua sepakat tak ada lebaran! Namun, itu sesuatu yang tak mungkin, ya?
Hematku, sesungguhnya bukan urusan berbelanja. Tapi kenapa pemilihan waktu berbelanja harus menjelang Ramadan, ketika semua hal tetiba menjadi sebuah kebutuhan?
Bukan rahasia lagi. Pengeluaran anggaran rutin kebutuhan saat Ramadan, biasanya akan meningkat dari bulan-bulan selain Ramadan.
Apatah lagi menjelang lebaran, nyaris semua harga meningkat tajam. Seiring dengan rumus demand and suply. Ketika semakin banyak permintaan, harga akan mengalami lonjakan.
Sebagai kepala keluarga. Aku sudah semakin terlatih untuk menaklukkan momentum "hasrat belanja" jelang Ramadan. Aku tulis caraku, ya?
Pertama. Butuh Kejujuran tentang Anggaran Keuangan
Kehidupan tak berhenti sesudah lebaran. Jadi, sebagai kepala keluarga, aku juga harus realistis untuk berpikir kelangsungan pemenuhan kebutuhan sesudah lebaran, kan?
Jadi, caraku adalah jujur dengan anggaran yang tersedia saat lebaran kepada semua anggota keluarga. Aku tak mau, menjadi ayah yang seperti "Toko Serba Ada". Memperlihatkan kondisi keuangan yang tampak baik-baik saja.
Kedua. Menyusun Prioritas Bersama
Sesudah memastikan, anggota keluarga tahu anggaran yang tersedia. Kemudian mengajak mereka menyusun kebutuhan bersama berdasarkan prioritas. Apa yang memang benar-benar dibutuhkan saat lebaran.
Okelah jika kue-kue lebaran. Tapi baju lebaran? Hal itu bisa dilakukan jauh-jauh hari sebelum lebaran. Ketika harga pakaian masih normal tanpa lonjakan, kan? Termasuk merehab rumah, tak harus di momentum lebaran, tah?
Ketiga. Menata Anggaran Rutin Lebaran
Percayalah. Pasti ada anggaran rutin saat lebaran. Entah sebagai THR untuk orang yang membantu di rumah. Termasuk tunjangan untuk anggota keluarga, Orangtua serta Mertua.
Belum lagi angpau untuk keponakan yang datang, anak teman atau sesiapapun yang dianggap patut untuk disisipkan angpau. Tak harus bernilai besar, namun mesti ada, kan? Masa sekali setahun, gak nyicipin uang jajan?
Keempat. Mewaspadai Anggaran Tak Terduga
Nah, ini juga butuh dihitung, kan? Semisal biaya merawat kendaraan, agar tak alami kerusakan di momen lebaran. Termasuk anggaran BBM yang dibutuhkan.
Menata Hati, Meniti Senyuman pada Idul Fitri
Begitulah! Aku memilih untuk tega, jika berkaitan pada keberlangsungan kehidupan sesudah lebaran. Pengalaman mengajarkan padaku, untuk tidak berbuat nekad! Apalagi kemudian sibuk meminjam kiri-kanan untuk lebaran.
Sejak dini aku memberikan pengertian kepada anggota keluarga, terutama anak-anakku. Jika lebaran bukanlah membuka gerbang hawa nafsu lebar-lebar!
Keberuntungan bagiku, karena sejak kecil diberitahu dan dilatih 4 konsep di atas, anak-anakku pun tak melakukan pemberontakan. Urusan membeli baju atau modifikasi rumah, bisa dilakukan kapan pun. Tak harus di momentum lebaran.
Sing penting, saat lebaran nanti. Semua anggota keluargaku bisa menata hati dan meniti senyuman di hari idul fitri.
Jadi, jika ditanyakan, aku belanja apa? Belum ada! Tapi, anak gadisku sudah memesan beberapa macam kue lebaran! Ahaaay...
Curup, 07.05.2021
[Ditulis untuk Kompasiana]