Agung Han
Agung Han Wiraswasta

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

TRADISI Pilihan

Bahwa Diantara Sifat Orang Mulia adalah Memaafkan Orang Lain

29 April 2023   06:58 Diperbarui: 29 April 2023   07:05 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahwa Diantara Sifat Orang Mulia adalah Memaafkan Orang Lain
dokumentasi pribadi

Hallo Kompasianer's, ada yang sudah mulai puasa Syawal ?

Yuk, genapkan pahala puasa Ramadan dengan  puasa 6 hari  di bulan Syawal. Bukankah salah satu teladan Baginda Nabi SAW, adalah menyegerakan diri dalam berbuat kebaikan. Mumpung Syawal masih di awal,  sangat dianjurkan bersegera dalam kebaikan.

Idul fitri, identik dengan maaf memaafkan. Sampai di negeri tercinta, ada adat atau kebiasaan mudik demi sungkem pada orangtua. Kalau di kampung saya, hari kedua lebaran diisi keliling bermaaf-maafan dengan tetangga.

Sebagai anak rantau, sebenarnya ada yang mengganjal di benak. Untuk kebiasaan bermaaf-maafan di kampung halaman, tempat yang notabene telah lama kami tinggalkan. Saya merantau sekitar 30 tahun-an, orang di kampung lumayan banyak yang tidak saya kenal.

Ya, tiga atau empat hari saja di kampung halaman, saya seperti orang asing. Penghuninya sudah beda generasi, kebanyakan teman seangkatan berkelana ke berbagai tempat. Kalaupun ada yang mengingat saya, adalah orang sudah sepuh (angkatan ibu atau bulek saya).

Maaf memaafkan dengan tetangga di kampung, (menurut saya) tidak terlalu membutuh effort. Tidak ada sisi emosional yang dilibatkan, dan tidak ada kejadian menguatkan prosesi memaafkan. Saya sekadar salaman, tanpa mengenal orang yang sedang disalami. Bisa dibilang, kami  tidak pernah berinteraksi sama sekali.

Kalaupun kebetulan, ketemu dan berpapasan dengan teman-teman lawas. Bahan obrolan kami, seputar mengulang kejadian masa kecil yang nyaris terlupakan. Selebihnya, menanyakan keberadaan teman-teman sepermainan.

Saya akui, sungkem dengan ibu berhasil membuat perasaan teraduk-aduk. Saya tak sanggup berucap, kalimat serasa tercekat dan diiringi air mata yang menderas. Emosi masih terasa bergolak, saat istri dan anak-anak sungkem (untuk ini tidak harus di kampung halaman).

Kembali saya menahan isak tangis, saat bermaafan dengan beberapa kakak kandung dan kerabat dekat. Khususnya pada kakak nomor empat, saya punya cerita masa lalu cukup panjang. Mengingat kejadia per kejadian, kerap kali melahirkan perasaan haru.

Baca di sini ; Nostaligia Ramadan bareng Kakak yang Ngeselin dan Kini Disayang 

Sudah seharusnya, maaf memaafkan di hari lebaran memiliki nilai sakral. Karena soal memberi maaf, adalah perkara yang tidak mudah. Ada perjuangan batin harus dilalui, untuk memberi maaf pada orang yang pernah menyakiti hati. Efek dari memberi maaf, juga tidak bisa dibilang sepele. Bagi si pemberi maaf, dia akan merasakan kelegaan yang luar biasa. Karena berhasil berdamai dengan diri, berhasil melunturkan ego demi sesuatu yang hakiki.

Saya simpulkan, bahwa prioritas mudik di hari lebaran, adalah untuk sungkem pada orangtua. Selanjutnya, bermaaf-maafan dengan saudara dan kerabat dekat. Selebihnya (bermaaf-maafan dengan tetangga tidak kenal), anggap saja bonus--hehehe.

--------

Namanya manusia, tempatnya berbuat kesalahan dan alfa. Antar teman, saudara, kerabat, atau orangtua, sangat mungkin terjadi silang sengketa. Demikian sunatullah berlaku, dan membawa hikmah besar dibalik setiap peristiwa.

Sependek perjalanan hidup telah dilalui, saya tidak ubahnya teman-teman Kompasianer's.  Pernah dikecewakan, dibohongi, disepelekan, dan sikap semisal lainnya. Atau sangat mungkin, (tanpa sadar) justru saya yang melakukan kesalahan yang merugikan orang lain.

Berada di posisi dicurangi atau dinistakan, tentunya sangat tidak mengenakkan. Membuat batin sesak dan sakitnya sampai ulu hati, butuh waktu panjang menyembuhkan. Bagi pihak disakiti, biasanya enggan punya urusan dengan yang menyakiti.

Kalaupun yang disakiti menyimpan bara, bisa jadi akan membalas di suatu hari kemudian. Maka bagi yang sadar menyakiti orang lain, janganlah menunda waktu untuk meminta maaf. Karena kalau kebablasan, akibatnya bisa fatal.

Sementara bagi pemilik jiwa tangguh, dia akan melapangkan dada untuk memaafkan. Meski memaafkan bukan perkara mudah, tetapi justru disitulah ujian orang yang ingin menjadi mulia. Karena orang-orang dibarisan orang mulia, mereka yang selalu berusaha mengalahkan  ego. Tidak memberi celah bagi setan, untuk menjerumuskan dirinya ke lembah kehinaan.

dokpri
dokpri

Bahwa Diantara Sifat Orang Mulia adalah Memaafkan Orang Lain 

Di beberapa artikel di Kompasiana, saya pernah menuliskan tentang kekaguman saya pada sifat Nabi Yusuf AS. Nabi dengan paras rupawan, serupawan tutur kata dan budi pekertinya. Di hari kelahiran beliau, dibarengi dengan hujan deras pertanda keberkahan.

Kemudian di masa kecil di perjalanan menuju Kan'an, ibunda tercinta berpulang saat melahirkan Bunyamin adik kesayangan. Yusuf kecil menonjol dalam kecerdasan, mampu menjawab pertanyaan Nabi Yakub -- ayahanda kesayangan. Sebagai nabi, Sang ayah sudah merasakan bahwa darah kenabian akan diwariskan pada Yusuf.

Baca di ; Kisah- Kisah Quran adalah Kisah Inspiratif Ramadanku  

Hingga terkisahlah sebuah mimpi penuh makna, Yusuf melihat matahari bintang dan sebelas bulan bersujud di hadapannya. Mimpi yang menjadi muasal, tumbuhnya benih-benih iri dengki di hati saudara tua satu ayah beda ibu.

Yakub merasai gelagat ini, berusaha bersikap wajar terhadap Yusuf di hadapan anak yang lain. Namun sifat iri dengki, ibarat api membakar daun kering. Demkian setan terus menghembuskan rayuan, pada saudara tua Yusuf atau melalui dua ibu (ibu saudara tua).

Sampai akhirnya terjadi kisah tragis melegenda, yaitu pembuangan Yusuf ke dalam sumur tua. Dan jalan terjal kenabian dimulai, Yusuf  dari kecil hingga usia dewasa, melewati ujian demi ujian yang dahsyat.

tangkapan layar film Yusuf- dokpri
tangkapan layar film Yusuf- dokpri

Singkat cerita, ...

Ilmu menakwil mimpi, mengantarkan Yusuf dari penjara kemudian menduduki posisi bendahara kerajaan. Mengatasi tujuh tahun masa panceklik, penduduk berbondong menukar gandum ke Mesir. Termasuk penduduk Kan'an, tempat ayah dan keluarga saudara tua Yusuf tinggal.

Yusuf dengan kebesaran jiwa dimiliki, menjamu saudara dengan istimewa. Hal demikian sama sekali tidak disadari saudara, tetapi sang ayah (Nabi Yakub) di rumah merasakan ada sesuatu yang janggal.  Yusuf mencari cara sangat elegan, mengirim baju untuk diusapkan pada wajah  ayah. Nabi Yakub di usia senja, matanya buta saking sering menangis menanggung beratnya perpisahan dengan Yusuf.

Ada salah satu bagian yang epic, yang membuat rasa takjub ini tidak berpenghabisan. Adalah saat semua saudara menyadari, bahwa petinggi kerajaan yang berdiri dihadapan adalah adik yang pernah mereka celakai. Satu persatu saudara tua minta maaf, menyesali kelakuan yang mereka perbuat.

Nabi Yusuf, manusia pilihan dengan segala kemulian. Sama sekali tak menyimpan dendam, tiada niat membalas perilaku keji yang pernah diterima. Kepada sepuluh saudara yang pernah menistakan, dirangkul dalam kebesaran jiwa yang luar biasa. 

Dan untuk keberhasilan mengatasi masa paceklik, Raja mengijinkan Yusuf memboyong keluarga besarnya pindah ke Mesir. Bahkan Kerajaan telah menyediakan, tempat tinggal di lokasi strategis di Mesir-- Subhanalloh, wallahu 'alam bishowab.

Dari kisah Nabi Yusuf AS, saya memetik hikmah sangat dahsyat. Bahwa keputusan memaafkan, bukan perkara yang sepele. Tidak sembarangan orang sanggup, mengemban sifat yang mengantarkan diri pada kemuliaan. Sementara bagi yang minta maaf, tentu ada upaya dilakukan. Meski effort untuk hal tersebut, (menurut saya) tidak seberat yang memberi maaf.

Ya, bahwa sikap memaafkan, membutuhkan energi yang sangat besar. Adalah energi untuk mengalahkan ego, energi  untuk menaklukkan bisikan setan yang berhembus kecang di dalam diri. 

---

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Kita manusia biasa, yang hidup di akhir jaman. Kepada siapa lagi mencari suri tauladan, kecuali kepada manusia pilihan. Kepada para nabi dan nama-nama hebat, yang kisahnya diabadikan dalam kitab suci Al Qur'an.

Betapa semua kejadian sepanjang jaman, sesungguhnya solusinya telah dirangkum pada perilaku para Nabi. Kita umat Rasulullah Muhammad SAW, bisa mencontoh sikap para nabi. Termasuk sikap memaafkan, ternyata sikap yang (sama sekali) tidak merugikan diri sendiri.

Bahwa dari memaafkan, akan membukakan kita pada pintu menuju kemuliaan. Karena diantara sifat orang mulia adalah memaafkan orang lain. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun