Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I
Panduan Mengatur Keuangan untuk Finansial Sehat saat Ramadan
Selama bulan suci Ramadhan seperti sekarang ini, masyarakat lebih condong untuk menghabiskan atau spend money. Hal itu didasari karena banyak kebutuhan atau yang lain sebagainya.Â
Lalu, sebenarnya apa yang harus lebih kita waspadai dan kita perhatikan supaya Ramadan tetap tenang dan kantong juga aman.
Memang sebenarnya itu semua adalah fenomena yang menarik karena terjadi atau dilakukan setiap tahun di bulan Ramadhan.
Namun, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah apakah persiapan Ramadhan diikuti dengan perencanaan yang baik seperti perencanaan makanan, pakaian, dan lainnya.
Jika tidak terencana dengan baik maka yang ada hanyalah sikap berlebih-lebihan yang mengarah pada over spending.
Ini juga terbukti dari beberapa survey yang menyampaikan bahwa pengeluaran masyarakat Indonesia saat Ramadhan mengalami kenaikan. Kemudian juga secara global juga mengalami kenaikan. [sumber]
Jadi, sebenarnya yang paling penting adalah bagaimana perencanaannya kemudian implikasinya pada persiapan dan saat menjalani Ramadhan itu sendiri.
Berkaca dari ramadhan tahun-tahun yang sebelumnya, menurut Greget Kalla Buana spesialis keuangan syariah, ada tiga hal yang sebenarnya bisa kita waspadai untuk menjadikan ramadhan yang mindfulness, self control, dan moderation.
Mindfull maksudnya adalah kita sadar bagaimana kita mengeluarkan uang selama ramadhan.
Self control artinya menahan. Karena esensi puasa adalah tidak sekedar menahan lapar dan harus tapi juga menahan emosi, psikologi, mental, pengeluaran, finansial, maupun spiritual.
Sedangkan moderation (moderasi) adalah kita tidak melakukan sikap-sikap yang kikir tapi juga tidak boros (balance/seimbang).
Memahami skala prioritas untuk menyeimbangkan keuangan saat Ramadhan
Secara garis besar, esensi dari Ramadhan adalah menahan. Kita harus menahan dari apapun itu.Â
Akan tetapi selama Ramadan atau menjelang Ramadan, harga kebutuhan naik seperti kebutuhan atau barang-barang dapur.Â
Kemudian belum lagi kita juga harus mengalokasikan misalkan ada hal-hal yang kadang apakah ini dianggap penting atau tidak seperti misalkan memberikan hampers.Â
Lalu, ada juga kewajiban kita seperti untuk memberikan tunjangan hari raya kepada orang yang mungkin bekerja dengan kita seperti asisten rumah tangga atau sopir.Â
Bagaimana cara kita menyeimbangkan hal itu?
1. Menentukan skala prioritas
Terlebih dahulu kita harus paham ada yang namanya skala prioritas. Ini yang akan menjadi salah satu strategi untuk dapat menerapkan tiga poin tadi; mindfulness, self control, dan moderasi.
Skala prioritas pun terbagi menjadi empat hal; kewajiban, kebutuhan, keinginan, dan demand.
Biasanya kita hanya paham dua hal yakni mengenai kebutuhan dan keinginan saja.Â
Padahal sebenarnya diawali dengan kewajiban. Kewajiban itu adalah hal yang menyangkut hak orang lain, yang dihukumi wajib oleh negara dan agama, serta kemudian yang harus kita tunaikan diawal misalnya pajak dan zakat, gaji karyawan, sedekah untuk orang tua kita yang membutuhkan, cicilan dan hutang.Â
Baru setelah itu kita masuk kepada kebutuhan yang mendukung keberlangsungan hidup kita saat ini. misalnya sandang-pangan-papan, budgeting untuk ramadhan, serta persiapan untuk lebaran.
Selanjutnya adalah mengenai keinginan seperti hampers atau membeli barang baru. Itu memberikan nilai tambah tapi tidak mengancam keberlangsungan hidup kita kalau misalkan tidak terpenuhi.Â
Yang terakhir adalah demand, adalah suatu keinginan yang di-backup dengan buying power. Misalnya adalah kalau mau lebaran maka orang akan melakukan renovasi rumah atau melakukan open house. Itu hanya dapat dilakukan bila di-backup dengan baik oleh buying power. kalau tidak ada berarti tidak perlu dilakukan.
Jadi, itu yang pertama bahwa kita harus paham tentang skala prioritas.
2. Perencanaan anggaran/ budgeting
Pada dasarnya, sebenarnya ramadhan ini menjadi bagian dari pembentukan habit/kebiasaan. Bahwa pada 11 bulan sebelumnya kita sudah punya budgeting untuk setiap bulannya.Â
Akan tetapi terkadang ada perbedaan karena memang ada hal-hal yang hanya kita keluarkan selama Ramadan.Â
Misalnya untuk kegiatan mudik atau buka puasa bersama.Â
Mengenai hal itu biasanya kita sudah punya perencanaan yang kemudian tinggal kita terapkan.
3. Proses belanja yang terencana
Mengenai masalah ini pun ada 4 variabel, yakni mutu, jumlah, waktu dan dimana hendak dibeli.Â
Keempat poin tersebut harus kita persiapkan betul dengan perencanaan spot spending tadi.
Kita mau belanja dimana, kapan dan jumlahnya berapa serta mutu seperti apa yang kita inginkan.
Ramadan bisa dijadikan sebagai momentum untuk membentuk kebiasaan finansial. Finansial yang baik atau positif tentunya hendaknya tidak hanya berhenti di Ramadhan saja. Tapi juga berlanjut di bulan-bulan berikutnya berikutnya sampai kita bertemu lagi pada Ramadhan tahun depan.
Membangun mindset untuk mindfull finance
Dalam mewujudkan finansial sehat saat Ramadhan, maka kita harus punya mindset supaya kita bisa membentuk mindfull finance yang tidak hanya berhenti pada saat Ramadhan namun ini juga terus berlanjut.
Ini merupakan satu metode finansial untuk pembentukan habit. Bahwa taruhlah 40 hari kita menjalani Ramadhan hingga lebaran (30 hari ramadhan dan 10 hari lebaran).Â
Masa 40 hari ini kita gunakan untuk membentuk kebiasaan yang baru. Setelah itu pada 11 bulan berikutnya adalah sebagai pembuktian apakah yang kemarin kita lakukan itu terbukti menjadi habit.
Meskipun menurut penelitian proses pembentukan habit itu memerlukan waktu ada yang hanya 18 hari dan ada juga yang butuh 200 hari artinya masing-masing orang berbeda-beda.
Tapi setidaknya saat Ramadan ini justru merupakan momentum yang sangat tepat untuk orang-orang menerapkan resolusinya disertai dengan membentuk habit yang baru yaitu mindfull finance.
Wujud nyatanya adalah kita memastikan pada waktu puasa hingga lebaran bahwa kita makan dan kita habiskan. Serta bisa pula kita pastikan bahwa apa yang kita beli akan kita habiskan sehingga tidak ada yang terbuang percuma.
Faktanya, ketika Ramadhan hingga lebaran kita menyadari bahwa sampah makanan itu meningkat. Saya pikir ini kontra produktif dengan semangat Ramadhan.Â
Kemudian kita bicara soal pakaian atau fast fashion (baju lebaran) yang hanya dipakai satu kali pada saat lebaran lalu kemudian disimpan.
Oke, baiklah. Maka ini yang menurut saya kita fokuskan untuk Ramadhan kali ini bahwa secara betul-betul kita beribadah lengkap secara vertikal dan secara horizontal.
Secara horizontal adalah kepada sesama/masyarakat yang kemudian mendorong kita melakukan perbaikan diri menjadi lebih sustainable.
Hal itu yang harus kita kedepankan sehingga nanti setelah lebaran dan pada 11 bulan kemudian kita telah menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab dalam hal keuangan.
Bijak menyikapi keinginan agar tidak tekor
Terkait dengan kebiasaan membeli pakaian baru, serta semuanya yang serba baru untuk Ramadhan atau lebaran.
Itu yang kadang-kadang menjadi tradisi yang sepertinya dipahami tapi salah kaprah oleh masyarakat kita. Padahal mungkin itu sebenarnya tidak diperlukan.Â
Bagaimana kemudian kita bisa mengenyampingkan kebiasaan beli-beli baru dan fokus pada prioritas agar keuangan tidak tekor saat Ramadan.
Tipsnya adalah kalau kita mau beli sesuatu maka kita harus melihat apakah kita benar-benar membutuhkannya, jika di rumah masih ada maka artinya tidak harus selalu baru.
Kita dianjurkan misalnya menggunakan pakaian bagus yang menunjukkan sikap mensyukuri nikmat Allah SWT. Tetapi kita juga harus melihat apakah ada fungsi yang bisa dimaksimalkan dari yang sudah kita miliki misalnya soal pakaian, sepatu atau barang yang lainnya.
Kekhawatiran yang disinggung adalah kalau kita bicara dari sisi keuangan atau return on investment dari pakaian-pakaian baru yang hanya dipakai pas lebaran.
Rata-rata kebiasaan belanja pas lebaran itu biasanya adalah barang-barangnya yang sessional.Â
Seperti misalnya membeli baju kurung yang hanya dipakai saat lebaran. Jadi itu tidak efektif karena hanya bisa dipakai saat lebaran.Â
Sedangkan saat buka puasa atau lebaran, kita menjadi kalap untuk beli ini beli itu tapi akhirnya dibuang karena tidak sanggup menghabiskannya.Â
Keinginan-keinginan semacam itu juga harus kita batasi dengan cara yang disebutkan tadi yakni budgeting terlebih dahulu.Â
Kemudian memastikan bahwa apa yang kita beli itu bisa kita makan, pakai, gunakan dan manfaatkan tidak hanya sekali.
Ini benar-benar harus kita camkan selama bulan Ramadhan. Jangan sampai kita tekor saat Ramadhan karena pola finansial yang tak sehat.
*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
Akbar Pitopang | 25 Ramadhan 1444 H.
[SAMBER 2023 Hari ke-16: Finansial Sehat saat Ramadan]