charles dm
charles dm Freelancer

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Belanja Lebaran dan Jebakan Kebutuhan Palsu

7 Mei 2021   22:34 Diperbarui: 7 Mei 2021   22:40 1792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belanja Lebaran dan Jebakan Kebutuhan Palsu
Ilustrasi belanja online: bsframework.io

Patut diakui selama bulan Ramadan aktivitas belanja setiap orang meningkat. Sebagian besar terjadi pada sektor konsumsi. Dibanding 11 bulan lainnya, banyak kebutuhan harian yang meningkat drastis, entah itu kebutuhan pokok, maupun kebutuhan pendukung lainnya.

Walau Ramadan tahun ini berlangsung di tengah pandemi Covid-19, pemenuhan kebutuhan primer tetap menjadi prioritas. Meski terjadi penyesuaian di sana-sini karena dampak pandemi yang tak bisa dielak, soal konsumsi hampir tak bisa ditawar. Justru di bulan puasa, urusan makan dan minum terasa semakin penting.

Bila belanja makanan dan minuman adalah penting, bagaimana dengan jenis belanja lainnya seperti pakaian, perabotan rumah tangga, dan lainnya?

Walau pemerintah menyerukan pembatasan sosial dalam berbagai skala dan menganjurkan agar masyarakat sebaiknya di rumah saja, apakah dengan sendirinya membatasi ruang gerak dan perilaku belanja masyarakat?

Apalagi saat ini aktivitas berbelanja tidak lagi bertumpu pada transaksi tatap muka, tetapi sudah dipermudah oleh teknologi digital. Belanja online sudah bukan lagi sesuatu yang baru, malah sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat.

Asumsi tersebut tampaknya valid bila mengacu pada hasil riset Continuum terkait aktivitas belanja online di kalangan pengguna media sosial belakangan ini. Lembaga penelitian itu, sebagaimana dilansir cnnindonesia.com (3/5/2021), menemukan peningkatan signifikan aktivitas belanja online pada rentang 1-25 April 2021. Dengan kata lain, selama periode Ramadan geliat belanja online meningkat tiga kali lipat.

Riset bertajuk "Analisis Perilaku Konsumen Menggunakan Pendekatan Big Data" yang dipublikasikan Senin (3/5/2021) berasal dari pengamatan 1.204.102 pembicaraan di 934.671 akun media sosial.

Analis Data Continuum Muhammad Azzam coba menarik beberapa kesimpulan. Aktivitas fisik yang terbatas di tengah pandemi, membuat masyarakat lebih memilih berbelanja online ketimbang offline. Dari sisi produk yang dibelanjakan, mayoritas adalah pakaian-utamanya pakaian lebaran (47 persen), perabotan rumah tangga (18 persen), komunikasi dan jasa (8 persen), restoran (6 persen), dan sebagainya.

Kebutuhan Palsu

Ada sejumlah hal menarik yang patut dipertanyakan dari riset tersebut. Salah satunya bagaimana hubungan tingkat konsumsi tersebut dengan pendapatan? Dampak pandemi begitu masif dan menyasar hampir semua sektor dan lapisan masyarakat. Tidak terkecuali urusan ekonomi umumnya, dan pendapatan khususnya. Tak hanya lingkup makro (bangsa-negara), tetapi juga  mikro (setiap individu masyarakat).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun