Angklung Ramadhan
"Ada apa?" tanya Rahma. "Itu kayaknya Toro. Ada apa dia di sini ya?"
Mereka bergegas menuju ke tempat tersebut.
"Hai, Toro. Kok ada di sini?" tanya Dzul.
"Eh, teman-teman. Iya, aku lagi bantu bapak ibuku di sini," jawab Toro.
"Ini angklung kan?" Dimas ganti bertanya.
"Iya, ini angklung," jawab Toro lagi. Dipegangnya salah satu alat musik dari bambu itu, lalu digoyangnya perlahan. Terdengarlah bunyi khas yang enak didengar.
"Tiap sore aku ke sini, makanya nggak bisa ikut kumpul lama-lama sama kalian di kelas," lanjut Toro. "Ibuku ada si sana, jualan takjil. Aku di sini mencoba jualan angklung-angklung ini. Nanti bapak sebentar lagi menyusul ke sini."
"Wah, bagus banget dong ini," kata Subhan. "Kamu sudah bisa belajar berwirausaha dari kecil. Belajar mandiri."
"Iya, lumayan bisa buat nambah uang beli buku dan jajan," kata Toro sambil tertawa kecil.
Tak lama kemudian datang seorang laki-laki dewasa. Laki-laki itu mengenakan peci hitam, baju lengan pendek berwarna putih dan celana hitam.
"Teman-teman, perkenalkan. Ini bapakku," kata Toro memperkenalkan laki-laki itu.