Mesin dan Hasrat untuk Mengetahui
Kini, kita tahu mengapa muncul julukan Wakanda atau apalah untuk negeri ini. Kita lupakan saja yang sok tahu semeleketje itu.
Sejak nge-Googling berita resep masakan, termasuk di bulan puasa Ramadhan, politik, olah raga, cerita warga Lampung, Abdul Rahman Siswanto gowes 7 (tujuh) bulan sampai di Mekkah, Arab Saudi hingga mencari Tuhan tandingan di era Artificial Intelligence. Tuhan dalam mesin.
Jika boleh saya tahu, pak. Saat ini, pengetahuan pakai indeks.
Saya mau ngomong apa lagi pak? Karena saya tidak tahu, maka saya bertanya soal informasi tentang mesin.
Mesin, Hasrat, dan Pelepasannya
Mulanya lewat mata telanjang, yang bergantung pada batas terluar berbulat putih. Ketiadaan cahaya berbulat putih di balik titik kegelapan.
Pengetahuan inderawi didukung dengan lingkaran hitam bola mata kita seolah-olah muncul kegelapan, dilacak melalui sentuhan tubuh. Pada tubuh yang menggairahkan, dimana siang dan malam menggiring tatapan melalui lingkaran bola mata. Selanjutnya, sentuhan tubuh yang tergairahkan mengeluarkan pergerakan dari tatapan mata.
Pengetahuan melipatgandakan tatapan mata seluas dirinya; mengubah batas cahaya menjadi sebaran jaringan diskursus yang tidak dapat dikontrol dengan tubuh.
Cahaya diubah dan diserap oleh bulatan putih dalam batas mata yang menghilang dalam tatapan mata lain yang menyilaukan mata lahiriah.
Tatapan dengan warna campuran hanya dibuat batas garis edar benda, yang dilihat hanya sekilas.
Kita tidak akan pernah kehilangan hasrat untuk menatap layar medsos atau layar internet. sebagaimana komposisi warna menarik mata ‘biasa’, padat dan cair, banyak dan sedikit di bawah asuhan pengetahuan tentang sensasi. Hasrat untuk bermain medsos lewat mata dan tangan saya, yang dikonstelasikan tanpa peta. Hasrat untuk mengetahui melebihi hirarki bermain.