RAMADAN

Mesin dan Hasrat untuk Mengetahui

27 Maret 2024   11:58 Diperbarui: 3 April 2024   11:04 1513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mesin dan Hasrat untuk Mengetahui
Robot Manusia (sumber gambar: beritasatu.com)

Begitulah enaknya hidup dengan nge-Googling. Sore-sore jelang matahari tergelincir di sebelah barat, saat itu saya mengintip layar Google di ponsel saya dengan wajah sendu. 

Masalahnya, ada berita mengenai peringkat pengetahuan itu bukan berkelas dusun atau berkelas kaleng-kaleng, tetapi kelas dunia.

Saya tidak bisa menutupi ekspresi saya. Senyum, sebel atau biasa-biasa saja? Sebentar, jari-jari saya ini akan “berselancar” di atas tuts-tuts ponsel saya. 

Sebetulnya, sejak itu, saya menatapi sebuah informasi seraya mengakses link berita, berjudul: “Knowledge For All." Saya buka link berita itu. 

Akhirnya, saat itu, saya menjadi terhibur karena tidak repot untuk mencari tahu lewat Mbah Google. Saya memang tidak menelan mentah-mentah berita. Saya membaca kontennya.

Kita melihat data tahun 2023. Indonesia bertengger di peringkat ke 79 dari 133 negara. Di atasnya ada Usbekistan, peringkat ke 78 dan di bawah Indonesia ada Filipina, peringkat ke 80. Saya memergoki data sebelumnya, Indonesia di peringkat ke 81 (2022) dari 132 negara. 

Adakah kekuatan yang menampilkan berita tersebut? Google, sebuah mesin. Saya mulai dari mesin ini.

Kendatipun pengetahuan yang bersumber dari buku dalam bentuk-bentuk teks tertulis, dari perpustakaan, naskah, arsip atau pernyataan-pernyataan tertulis secara manual digantikan dengan informasi berbasis onlen di zaman now

Tetapi, ia bisa dibaca setelah dicetak. Parahnya lagi, jika orang-orang tanpa memakai lensa cembung pun sudah ketahuan belangnya, bahwa mereka masih tidak melek membaca ketika media tulisan onlen melimpah-ruah. 

Sebagian juga dari media cetak masih di puncak-puncaknya untuk bisa bertahan hidup di era digital.

Buat apa juga lembaga resmi mengumumkan peringkat dunia jika memang khalayak ramai tidak bisa dipaksa untuk menelan habis apa saja informasi yang masuk ke mereka. 

Apakah Anda memasang pengeras suara? Hei pak, ini berita onlen lagi viral! Hei mas, balik-balik dong, tolong baca berita terkini!

Yang enteng-enteng saja beritanya, seperti perang takjil di kampung, maka sebagian orang masih cuek membaca beritanya. Apalagi berita anyar yang jaraknya membutuhkan gunung pun didaki, lautan pun diseberangi di lima benua. 

Ditambah sebagian orang kurang mood dengan berita yang tidak ada sangkut pautnya dengan kebutuhan dasar. Jangan dikira orang-orang kampung bergaya tradisional. 

Sisa apalagi yang abang-abang dan none-none tidak dimiliki? Sudah bukan rahasia dapur rumah tangga, jika informasi sudah sampai di pulau kapuk atau di kamar mereka.

Lah, sungguh prihatinkah kita mengenai berita dunia? Misalnya, Indeks Pengetahuan Global (Global Knowledge Index) diukur dan dirilis oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP). 

Di situlah, jika tidak lewat Google sebagai mesin pencari, kita mau apa? Bukan kita mempertuhankannya. 

Coba sekarang, kita buru informasi seputar apa saja, ada di Google?

Saking pentingnya pengetahuan yang terukur, kita menyaksikan berita lewat Google, dari tembok ratapan di layar internet, poco-poco, tango, soal gandum Ukrania hingga melonjaknya harga pangan di dalam negeri.

Pokoknya, nyaris tiada hari tanpa nge-Googling. Saya dan Anda capek sendiri bermain dan klik ini itu. 

Sekadar informasi. Dikabarkan, permintaan pencarian online seluruh dunia lebih 70 persen ditangani oleh Google. Ia bukan hanya mesin pencari. Ia juga sebagai mesin pelayan yang menawarkan aneka produk. Entah itu layanan dan produk berupa email, e-book, jejaring sosial, browser web, perangkat lunak produktivitas, berbagi video, ponsel hingga iklan internet.

Lagi pula, sekitar sepekan lebih penantian puasa Ramadhan begini, 1445 H/2024 M tiba-tiba membaca berita membuat saya galau. Oh, ternyata, oh ternyata! 

Kini, kita tahu mengapa muncul julukan Wakanda atau apalah untuk negeri ini. Kita lupakan saja yang sok tahu semeleketje itu.

Sejak nge-Googling berita resep masakan, termasuk di bulan puasa Ramadhan, politik, olah raga, cerita warga Lampung, Abdul Rahman Siswanto gowes 7 (tujuh) bulan sampai di Mekkah, Arab Saudi hingga mencari Tuhan tandingan di era Artificial Intelligence. Tuhan dalam mesin.

Jika boleh saya tahu, pak. Saat ini, pengetahuan pakai indeks. 

Saya mau ngomong apa lagi pak? Karena saya tidak tahu, maka saya bertanya soal informasi tentang mesin.

Mesin, Hasrat, dan Pelepasannya

Mulanya lewat mata telanjang, yang bergantung pada batas terluar berbulat putih. Ketiadaan cahaya berbulat putih di balik titik kegelapan. 

Pengetahuan inderawi didukung dengan lingkaran hitam bola mata kita seolah-olah muncul kegelapan, dilacak melalui sentuhan tubuh. Pada tubuh yang menggairahkan, dimana siang dan malam menggiring tatapan melalui lingkaran bola mata. Selanjutnya, sentuhan tubuh yang tergairahkan mengeluarkan pergerakan dari tatapan mata.

Pengetahuan melipatgandakan tatapan mata seluas dirinya; mengubah batas cahaya menjadi sebaran jaringan diskursus yang tidak dapat dikontrol dengan tubuh.  

Cahaya diubah dan diserap oleh bulatan putih dalam batas mata yang menghilang dalam tatapan mata lain yang menyilaukan mata lahiriah.  

Tatapan dengan warna campuran hanya dibuat batas garis edar benda, yang dilihat hanya sekilas.

Kita tidak akan pernah kehilangan hasrat untuk menatap layar medsos atau layar internet. sebagaimana komposisi warna menarik mata ‘biasa’, padat dan cair, banyak dan sedikit di bawah asuhan pengetahuan tentang sensasi. Hasrat untuk bermain medsos lewat mata dan tangan saya, yang dikonstelasikan tanpa peta. Hasrat untuk mengetahui melebihi hirarki bermain. 

Mengambil salah satu nilai ganda yang memperlambat aliran beritanya agar tidak menyerang dirinya dengan residu informasi.

Baruch Spinoza mengambil garis dan permukaan terhadap tubuh yang terjalin kelindang  dengan hasrat. 

Spinoza menyatakan cara keluasan berupa tubuh dan pikiran menunjukkan cara pemikiran. Nyaris Spinoza tidak menyinggung hasrat antara tubuh dan pikiran. 

Hasrat menandai pergerakan dari tertundanya satu pikiran ke pikiran lainnya di balik tubuh. Dari sini, pengetahuan tentang tubuh sama pentingnya dengan hasrat. 

Spinoza percaya tentang pikiran dan tubuh dalam relasi timbal-balik. Saya kagum pada tubuh, terlepas apakah ia terjalin kelindang dengan hasrat.

Untuk mempertahankan keutuhan esensinya, hasrat mesti bebas dari rujukan, pengulangan boros, dan replikasi. Hasrat juga telah keluar dari perangkap ‘teks’ atau ‘ketidakhadiran pesona’ dari tubuh, sensasi melalui mata, dimana tubuh bisa dilacak dengan jejak-jejak. Desiran-desiran nafsu keluar dari pikiran ke arah tubuh, yang teralokasir dalam kesenangan.

Kelebihan isapan jempol atas pengetahuan tentang tubuh tidak lebih dari hasrat revolusioner ala Deleuzean. Hasrat-hasrat molekuler Gilles Deleuze menuju titik kedalaman kesadaran yang kosong. 

Nah, pengetahuan bertugas untuk mengurai teka-teki antara pemindahan dan pemutusan bukti-bukti. Jangankan benda-benda, mimpi dan khayalan menjadi obyek pengetahuan.

Pengetahuan yang tidak terjebak dalam keteraturan pengamatan dan verifikasi.

Atas nama pengamatan mata telanjang terhadap bulan sabit dianggap memiliki titik celah dari pengetahuan tentang bentuk, letak, dan jarak yang terhitung atau terukur mengiringi permukaan benda-benda. 

Tetapi, saat pengetahuan menangkap kedalaman hasrat sebelum darah mengalir keluar melebihi titik permukaan di balik permainan tanda. Saya sadar, sebagian membuat orang puyeng dan sebagian mengamini ‘arkeologi pengetahuan’ Michel Foucault. Anda tahu kan tentang pilihan?

Atau begini. Anda pikir, saya punya pilihan. Saya tidak punya pilihan. Kecuali, saya pilih sesuai dengan hasratku. Anda kira, saya sibuk mengorek-gorek jagat berita onlen demi menutupi mager, malas bergerak saya.   

Yang repot Anda sendiri. Apa yang ada dalam hasratku pada pengetahuan belum tentu Anda senangi. 

Saya pikir, ketidaksesuaian hasrat dengan tubuh terdapat celah-celah darah dan mimpi ilusif sebagai batas yang bisa diwaspadai oleh pengetahuan, yang secuil bahkan saya tidak tahu.

Segala sesuatu yang anti hasrat untuk bermain dan menolak hasrat untuk mengetahui itulah sumber dari sesuatu yang terkekang. Mereka lebih doyan pada pengekangan hasrat daripada pelepasannya. 

Sekali hasrat dikekang, di situlah hasrat represif. Persisnya, hasrat untuk kuasa akan terjalin kelindang dengan hasrat untuk mengetahui sebanyak hasrat untuk bermain. Antara hal-hal yang berkaitan dengan ‘keragaman pelepasan hasrat’ dan hal-hal yang ‘nyata’.

Hasrat berarti kita melihat pluralitas dengan cara menorobos permukaan tubuh.  Kita perlu menarik keluar bentuk-bentuk kerawanan hasrat yang terkekang, dimana salah satu retakan yang mengacaukan pengetahuan, sekalipun ia sangat samar dari prasangka.

Selain itu, penglihatan melalui tatapan keluar lebih efektif, karena ia dapat mengukur dirinya seberapa jauh ia terperosok dalam titik terjauh dari aliran hasrat. Energi abstrak mengendalikan dirinya demi pemenuhan nafsu atas nafsu. Hasrat terbebas, nafsu terpenuhi. 

Gelora nafsu yang sepeleh berada dalam ruang bebas (setelah hasrat dibebaskan dari kekangan, sebentar lagi hasrat untuk berteman tanpa nafsu untuk berperang).

Inilah saatnya kita keluar dari mimpi panjang! Sejak seseorang yang hanyut dalam tatapan birahi, rahasia malam dan malam yang indah dipisahkan dari pengosongan gejolak hasrat. Saat saya mendengar melalui telinga, sebagaimana hilangnya jarak yang mendekatinya! 

Saya dengan Google. Kelahiran mesin ditandai dengan sebuah garis koordinasi hasrat dan tubuh. Mesin, tubuh, dan hasrat apa yang perlu kita ketahui? 

Dalam ketidakhadiran hasrat dan di tengah kekosongan imajinasi munculah mesin. Suatu mesin yang berbeda dari sebelumnya.

Saya kira, imajinasi dan pengetahuan tidak pernah saling memotong lintasan dan alur hasrat.

Sampai saat ini, satu-satunya titik temu pengetahuan dengan benda-benda dan obyek-obyek adalah hasrat. Saya melihat titik awal dari imajinasi seperti kita ketahui memiliki jangkauan yang berlipat ganda dan melampaui segala apa yang diperkirakan sebelumnya. Istilahnya, imajinasi ibarat si buta yang menggendong si lumpuh. Kedua sisi ini memiliki beban, selama keduanya menanggung gaya beratnya logika. Kisah si buta dan si lumpuh mungkin ada di Google?

Sehingga keduanya boleh dikatakan berbeda dengan seorang pemabuk memegang senapan atau dia melihat dua tiang listrik padahal hanya satu saja jumlahnya. 

Sensasi penglihatannya merupakan kekacauan imajinasi, dari adonan terpadu dalam mesin dan kebinatangan; dicelupkan kedalam gerakan-gerakan nafsu terboncengi sejauh tubuh sebagai titik pertemuannya.

Saya menuju pembiakan tubuh setelah ia diperas oleh nalar. Berikut, ia patut meracuni, menyebarkan, membatasi, menipu, membujuk, dan merangkul bayangan yang ia sendiri junjung tinggi. 

Semakin melawan saya berhasrat, satu sisi terang dari “Anda” mengambil titik celah dari kedalaman dan menempatkan mimpi dan teks diterima secara terpisah sebagai “bacaan” dan “tulisan baru.” Tentang gagasan, dijejali lika-liku tantangan, diberi beban dan polesan tubuh.

Dari jauh, saya lebih berhasrat menyelamatkan Anda dari rasa percaya diri secara berlebih-lebihan. Saya ada bukan karena Anda berpikir dan tubuh Anda nyata. Saya juga berpikir bukan karena Anda. Bahwa saya berhasrat untuk mengatasi saya tidak berpikir.

Tetapi, saya tidak menjadi yang lain. Lebih baik tetap sebagai manusia, antara alamiah dan tiruan, antara jelas dan meragukan. Saya yang melekat pada hasrat untuk mengetahui hanyalah sebuah jejak-jejak dan tanda-tanda hasrat tanpa akhir. Subyek hanyalah jurang terdalam dari saya dan Anda sebelum benda-benda. 

Saya tidak memenuhi prasangka. Pengetahuan tentang hasrat yang menubuh tidak lebih dari mesin. 

Suatu mesin dalam pengertian luas. Saya ada berarti secara tidak langsung dibangun oleh mesin. Saya kira, mesin ada dimana-mana. Saya ada sesuatu yang tidak dihadirkan dalam tubuh murni, tetapi hasrat yang terpencar-pencar.

Bahwa sesuatu yang tidak tinggal diam dalam berpikir saya ‘ada’. Antara mimpi dan fiksi, hasrat yang menubuh sedikit demi sedikit melanggar batas-batas. Setidaknya, nafsu terkekang atau hasrat yang terkontrol agar kebebasan tidak menjadi ilusi.

Ada saatnya nafsu harus dikekang sebagai syarat untuk melihat bahwa nafsu serakah sebagai nafsu yang lain itu nyata. Kita akan paham jika hasrat untuk mengetahui sudah ada sejak mesin primitif. 

Suatu mesin dalam bentuknya sendiri. Mesin yang masih alami. 

Di era medsos ini, kita akan tahu jika mesin primitif dan mesin modern sudah repot dibedakan. Di situlah, saya akan yakin, hasrat untuk mengetahui atau hasrat untuk kuasa. Saya kira, saya ada di sekitar mesin. Suatu mesin yang berkuasa. Hasrat memang ada di dalam dirinya sendiri.

Suatu hasrat akan dihancurkan ketika ia bercampur-aduk dengan selera rendah hingga nafsu serakah. Tepat di atas fenomena hasrat, maka saya menyatu dengan mesin saat saya menerobos ruang benda-benda.

Mesin, Hasrat, dan Sensasi

Wah, masih keterlibatan “mesin.”  Hasrat bersama tubuh. Ia sejenis mesin dari hasrat yang menubuh. 

Aliran hasrat ditopang oleh tubuh. Suatu tubuh yang berlipatganda setelah berserakan. Tetapi, dalam mesin yang dilihat secara sangat istimewa. Pengetahuan tentang tubuh menjelma mesin yang termolukerisasi. Ia tidak lebih daripada jaringan “mekanisme hasrat yang menubuh.”

Suatu tubuh dalam bentuk “mesin tanpa tubuh,” yaitu dari tubuh murni atau alamiah menjadi tubuh artifisial. Kata lain, hasrat yang menubuh sebanyak mesin virtual. 

Saya ada melalui mesin virtual. Hasrat untuk mengetahui datang dari mesin virtual. 

Medsos, Google atau internet, dan ruang siber lainnya sebagai mesin virtual. Saya ada dengan tubuh untuk menghidupkan sesuatu yang belum diketahui sama sekali bisa diubah dengan hasrat saling menopang dengan tubuh. Karena hasrat seiring dengan tubuh, maka keduanya hanya sampai kepada dirinya sendiri. Ia hanya meniru dan menampilkan sesuatu dalam mesin artifisial, sekalipun tiruan dan penampilan luar tidak jauh berbeda dengan tubuh bahkan hasrat. 

Saya kira, dari satu mesin ke mesin untuk mengetahui tanpa lelucon. Ia adalah mesin super dahsyat di luar pengetahuan sebelumnya.

Meskipun mesin bisa meniru berbicara, bergerak, dan memudahkan pengenalan, pemenuhan dan kegunaan, ia masih selalu sebagai mesin. Suatu mesin yang tidak terampas hak otonominya. 

Karena mesin, langsung ataupun tidak langsung, yaitu hasrat otomat yang dialamiahkan. Mesin bukan tumpangan bagi tubuh karena ia melebihi hasrat atau ketidaksadaran yang khas.

Tetapi, ia tidak pernah mengatakan dengan penuh kesadaran, kecuali kesadaran yang rapuh. ”Saya berpikir” sekaligus ”saya berhasrat” sesuatu di balik tatanan citra atau di seberang tatanan mesin. 

Saya memilih e-book, misalnya, berarti mesin dalam tanda hasrat untuk mengetahui, yang menandakan mesin tanpa tubuh melebih kehendak dan selera. Ia tidak sekadar mengada. Tetapi, suatu mesin yang disesaki oleh ritual perayaan seperti membaca, menganalisis, dan menulis.  

Untuk bertanya ulang mengapa semua yang kita lihat dan apa yang belum kita tatap dan hasrati sebagai sesuatu yang dikuasai dan lemah dihadapan sesuatu yang menguasai pengetahuan di antara benda-benda.

Karena itu, tanpa hasrat untuk mengetahui, tidak ada pembentukan kata-kata melalui mesin tulisan. Ketidakhadiran ruang kosong akibat kata-kata tidak ada kesesuaian antara apa yang pernah diucapkan dan pembuktian ilmiah.

Apa yang kita ketahui tentang perputaran siang dan malam, ia digiring ke arah pengulangan dan digores ulang, jejak-jejak di mana kata-kata yang menerobos benda-benda yang dituliskan, digambarkan, dan dibacakan secara bergairah. 

Apa yang bisa kita bicarakan dari kata-kata dalam ruang berbicara yang disediakan oleh mesin? Saya mendengarkan musik yang ditandai sentuhan hanya satu kali melalui mesin. Bagaimana dengan berulang kali tersentuh oleh mesin? 

Karena itu, mata kita masih berkedip sembari acungkan jempol terhadap penyelidikan, verifikasi, dan penemuan sebagai bagian dari hasrat untuk mengetahui, yang dipadukan dengan kata-kata yang pernah kita ucapkan.

Hasrat untuk mengetahui diletakkan dalam ruang yang diartikulasikan sebelum mencapai titik koordinasi, dimana hiruk-pikuk mekanisme pernyataan a priori dan pengalaman bersarang dan meretas di tengah kata-kata atau kalimat. 

Pengetahuan dibacakan dalam ketidakterbatasan garis, gambar, warna, tanda, jejak, dan kertas merebak dalam mesin.

Jadi, pengetahuan yang ditandai melalui alur dan saluran benda-benda atau obyek-obyek. Tentu saja hasrat dan kesenangan tidak gampang dianalisis secara serampangan.  

Dari sini, hasrat dan kesenangan tidak terpengaruh oleh imajinasi dan benda-benda yang tidak disembunyikan teka-tekinya. Kita dapat memperhatikan petikan kalimat: “Seekor kucing memiliki penciuman hidungnya lebih tajam daripada kuku kakinya."

Sementara manusia haus, lapar, kenyang, buang air, dan tidur bukan hanya kata-kata, tetapi, juga sesuatu yang ada di balik obyek pengetahuan.

Kembali pada sejenis insting yang pernah diutarakan. ”Sehabis makanan dilahapnya, seekor kucing bisa menjilat sisa-sisa makanan. Manusiapun tidak ikut cemburu melihatnya.” Anehnya, manusia dan jejak-jejaknya ditandai dengan mesin melebihi tubuh alamiahnya. 

Pengetahuan bukan menumpuk pada indera. Pengetahuan bukan hanya urusan pengamatan (observasi). Ia juga ditemukan dalam jejak-jejak digital, teks-teks tertulis onlen, gimik, dan pernyataan saksi ahli.

Pengetahuan tidak bergantung patokan teks dan ujaran yang kita tampilkan ke permukaan; pengetahuan kadangkala muncul di tengah sepinya godaan. 

Hasrat untuk mengetahui begitu dekat dengan kekerasan konsep, titik awal dimana tanda-tanda hasrat, penderitaan, luas, panjang, dan tinggi diletakkan dalam sesuatu yang tidak terukur dan terukur. Pengetahuan tidak abai atas bujuk rayu; ia tidak lebih dari artikulasi, yang bisa berbicara tentang benda-benda atau obyek-obyek yang diuji melalui validasi kebenarannya. 

Nyatanya, pengetahuan terletak pada sesuatu yang a priori dan pengalaman. Tugas kita bagaimana menangkap benda-benda dan obyek-obyek pengetahuan yang membuat kita geli atau sulit tersenyum.

Tibalah verifikasi lain bukan untuk menghakimi obyek pengetahuan yang datang berikutnya. Dalam ketelitian yang ketat, pengetahuan berkembang pada tahapan verifikasi terhadap wujud tiruan. 

Pengetahuan layak menghadirkan kekuatan, sesuatu yang tidak terhingga atau tanda-tanda tentang manusia dan dunia lain agar bisa lebih dikenalinya secara seksama. 

Saya hanya berandai-andai. Misalnya, sosok laki-laki bertato seekor singa yang menandakan keberanian atau kejantanan. 

Sebutlah dia sebagai sosok pria mantan narapidana atau sosok pria preman bertampang sangar, yang belum tentu dia berhati jahat.

Jika hanya suatu pengamatan sekilas dan terburu-buru, nampaknya pengetahuan akan keluar dari pernyataan naratif, pemikiran reflektif, dan petikan-petikan kalimat. Karena itu, pengetahuan tetap membuka ruang kata-kata demi hasrat untuk mengetahui (diskursus filsafat dan diskursus ilmiah) tidak serta-merta sesuai dirinya antara kekoheranan pengamatan dan verifikasi dengan kata-kata atau pernyataan yang pernah diucapkan.

Pengetahuan berusaha untuk menemukan ketidakseimbangan, yang memberi nama dirinya sebagai bagian dari benda-benda dan obyek-obyek yang ditandai. Di situlah terjadi pembicaraan yang ironis, ia menumpuk dalam kata-kata dan tanda ekspresif. Maka dari itu, pengetahuan yang dibangun di atas hasrat dan imajinasi.

Selanjutnya, seberapa jauh ia semata-mata menciptakan titik nadir penampakan luar bercampur-aduk sisi kematian filsafat dengan titik akhir pemujaan atas tubuh. Karena alasan-alasan mesin ketidaksadaran molekuler ala Deleuzian tidak bertahan lama sepanjang ia memberi jejak-jejak dan tanda-tanda bagi dunia nyata, dalam sudut pandang yang berbeda. 

Pengetahuan tentang kekaguman, keintiman, pertukaran dan jalan keluar dari kedalaman yang gelap. 

Karena itu, permainan tanda bahaya (kacaunya pengetahuan akibat diperalat oleh politik). Saya ingin mengatakan, jika saya harus meniru kata-kata, padahal saya tidak bisa. Saya harus berbicara sesuai hasrat untuk mengetahui tentang sejauh mana kata-kata meninggalkan tanda-tanda dan jejak-jejak. Apa yang saya bicarakan memiliki jarak yang sama dengan benda-benda, ujaran, dan tulisan. 

Apa juga yang saya bicarakan dengan kata-kata tersenggol dengan hasrat untuk mengetahui. Ia berbeda dengan ironi dan ilusi. Pengetahuan bukan lagi selingan peristiwa, tetapi juga bergeser pada hasrat untuk mengetahui.

Apapun bangunan pengetahuannya, mesin yang ada dalam imajinasi masih tetap melibatkan persepsi indera. Kini, mesin yang berbeda mengambil alih sensasi. 

Sensasi sentuhan, cita rasa, penciuman, dan penglihatan, dan pendengaran, misalnya disebut sensasi luar menurut Descartes. Selanjutnya, sensasi yang berganti dan berubah menjadi mesin virtual.

Sedangkan gairah tubuh yang terluapi dari hasrat, ketika imajinasi dan mimpi dipadatkan di dalam kemeriahaan “selera melalui tubuh” dengan pesona melimpah ruah di sekeliling kita.  

Di bawah suatu ketelitian menempatkan ruang pengetahuan muncul sejak Abad Nalar atau Abad Mesin. Ketika perubahan gelora malam (jika saya tidak mengigau, saya bisa saja mengatakan suatu hasrat direduksi oleh kegemaran untuk mencari tahu tentang imajinasi. Ia tanpa tergesa-gesa meletakkan sensasi di luar teka-teki tentang dunia ‘teror’, ‘yang Lain’ dan ‘yang nyata’.

Pengetahuan menempatkan kaum obskuntaris berlari di atas sebuah lensa cekung melalui pemaksaan dirinya untuk berpikir dan memerlihatkan seluas-luasnya rentetan tanda kerawanan gairah lain. Di samping itu, kehadiran sensasi gurih atau lezatnya makanan bisa menukik melalui tubuh.

Sensasi dipengaruhi melalui hasrat untuk mengetahui sebelum keduanya terjalin kelindan antara satu dengan lainnya. Hasrat untuk mengetahui sensasi melalui tubuh. Kita bisa tergoda dengan mesin virtual. 

Apa jadinya jika tidak ada wujud virtual? Kembalikah ke wujud alamiah?

Saya kira, kegiatan bisa berjalan tanpa wujud virtual atau tanpa mesin artifisial. Orang bisa kembali menggunakan sarana informasi lewat burung merpati. 

Kita tahu, sebuah pos merpati ada jauh sebelum ada medsos. Saya yakin, orang tidak ingin menunggu sebulan lamanya atau lebih untuk menerima informasi lewat pos merpati.

Saya ada, saya berhasrat. Saya berhasrat di tengah hasrat dalam mesin lainnya. Ketika saya berada di titik koordinat terjauh, maka setiap retakan, lempeng, dalam, luas, tinggi, panjang-pendek, dan semburan nafsu yang dilengkapi sifat, bentuk, dan tanda melebihi sensasi. Begitulah, mesin adalah kita. Hasrat untuk mengetahui dengan tubuh digeluti di ujung teriakan malam. 

Pada satu sisi, pengetahuan melintasi, menggali, dan menemukan kembali dirinya di tengah pusaran aliran darah dan aliran hasrat dalam tubuh: tinggi dan rendah, besar dan kecil. Dalam ‘tanda-tanda’: gelak tawa dan ironi, galau dan absurd. Pergerakan sensasi diambil-alih dengan mesin otomat.  Saya berhasrat dalam kekaguman pada tubuh yang monoton. 

Di sisi lain, daya ‘pesona’ tubuh berakhir dalam tubuh baru. Tubuh virtual. 

Tubuh digumuli oleh imajinasi. Ia disentuh melalui mesin. Ia ada melalui hasrat untuk mengetahui sebagaimana tubuh lebih nyata.

Meskipun gerakan tiruannya ditampilkan penuh elegan, seperti topi sulap mencari deret ukur untuk sekedar menyenangkan penonton yang sesungguhnya tidak bisa diukur. Kecuali ia berapa banyak topi sulap mengeluarkan burung merpati. Itu sudah lain ceritanya.

Disalurkannya hasrat untuk mengetahui secara merata, muncul di tengah kerumunan mainan imajinasi sebagai cuilan mesin pengganda mimpi atau citra gairah, dimana teka-teki, guyonan, dan pesan yang tegas merenggut kualitas tubuh (citra, warna, bau, panas, dingin ala Lockean). 

Tetapi, hasrat untuk berpikir untuk mencari tahu tidak bisa ditukarkan dengan mesin khayalan karena ia hanya seperti tubuh yang berbeda. Ia adalah hasil cangkokan antara wujud alamiah dan wujud artifisial. Saya yakin, pengetahuan sampai pada keadaan tertentu tidak sampai pada ibarat ‘sakit-sakitan’, ‘menguap’ dan ‘musnah’ ditelan oleh kuasa waktu.

Melalui pengetahuan yang tidak ceroboh, kadangkala ‘hasrat untuk mengetahui’ seiring hasrat untuk berpikira’ lebih mengganggu daripada ‘hasrat untuk berdandan’. Ia bisa didekatkan pada titik koordinasinya dengan tujuan apa sehingga tubuh merupakan sesuatu yang tidak tabu melalui hasrat untuk berdandan yang ringan, seperti hilangnya kecantikan wajah. 

Hasrat yang disalurkan untuk mencapai tujuan-tujuan penampilan tubuh. Akibat hasrat dan kesenangan, maka tubuh yang hanya ditampilkan seiring dengan ilusi. Imajinasi adalah umpan balik bagi pikiran dan ilusi dari hasrat untuk bebas.

Saya berhasrat, jika Anda berpikir saat catur yang Anda mainkan merangsang hasrat saya untuk bermain pada langkah kedua. Saya berhasrat untuk menunda langkah ketiga lantaran ada hal-hal yang belum muncul saat saya bermain catur. Saya berhasrat, tubuh lebih dari hal-hal di luar mimpi. 

Dari sini, saya berhasrat untuk mengetahui bersama imajinasi. Lalu, syaraf otak, jari, dan mata muncul saat saya berhasrat untuk mengetahui dimana titik celah bermain catur.

Saya ada, yang pasti karena saya berhasrat. Tubuh dengan kesenangan yang gemerlap tidak lebih dari hal-hal yang menggiurkan selera atau hasrat yang telah terkontrol hanya sampai pada titik tolak dimana ia ditumbuhkan melalui esensinya sendiri. Saya ada karena saya berhasrat bahwa tubuh adalah topeng bagi kesadaran (pikiran ala Cartesian). Saya berhasrat, kita juga bisa berbicara, bahwa tidak keliru jika kita menanyakan ada apa di balik aura kekerasan buku (berisi dogma-dogma yang mengekang hasrat untuk mengetahui, yang berbeda).

Coba kita menanyakan pada rohaniawan? Bagaimana rohaniawan berhadapan dengan hasrat seksual non manusia? Hasrat dijejaki dan disaluri dalam tubuh yang ingar-bingar.

Kemudian, apakah kita menyalahkan pada orang dengan pengetahuan yang remeh? Seperti penyandang tuna netra, orang tidak melihat mata lahiriahnya, yang berkesimpulan, bahwa bumi berbentuk prisma. Siapakah yang mengatakan, luas lingkaran sama dengan penderitaan, kecuali dia sedikit dibumbuhi guyonan yang berantakan?

Saya hanya membayangkan dan saya hanya menuntut jika saya persis orang-orang lain tidak tejatuh dalam penderitaan. 

Saya ada, dimana penderitaan sama kuatnya dengan imajinasi. Saya berhasrat untuk mengetahui betapa lamunan kosong menandakan suatu ruang virtual yang saling mengisi dengan ruang alamiah.

Apapun tubuh virtual lewat internet atau Artificial Intelligence, ia hanya menempatkan dunia yang dilihat dari permukaan. Mengapa? 

Kedalaman selera dan moral yang kosong sebagai biang dari berhentinya kita menemukan siapa diri kita. Siapa saya? Tubuh atau onggokan daging? 

Siapa saya? Apa yang mengekang saya berhasrat. Dogma yang mengekang. Percuma dogma mengekang. Mesinlah yang menjadi hasrat untuk mengetahui. Suatu mesin yang melahap setiap kesenangan, kesedihan, kebencian, dan rasa cinta. Mesin adalah mesin. Ia bukan benda padat. Ia bukan materi.

Mesin yang tidak berasal dari tubuh, mesin tanpa tubuh. Suatu mesin dari tubuh alamiah yang dianugerahi hasrat untuk mengetahui. Hasrat dalam dirinya sendiri.

Sensasi penciuman dan mata penglihatan paling tajam, sekalipun dimistikasi dengan “tubuh yang memikat.” Mekanisme hasrat muncul di antara hal-hal remeh temeh. Istilah ”mesin hasrat” dikembangkan oleh Deleuze dan Guattari dalam Anti Oedipus: Capitalism and Schizophreni(2000) sebagai pengetahuan yang membuat manusia lebih efisien, efektif, dan nyaman sekaligus menanggung beban dari keadaan dirinya.

Tetapi, mesin virtual telah menjadi kekuatan saat dipisahkan dan disatukan oleh hasrat untuk mengetahui. Hasrat adalah mesin dalam bentuknya yang berbeda. Sesuatu yang berbeda adalah pengulangan dari mesin alamiah menjadi mesin virtual, yang saling bertukar dan saling berganti.

Singkat kata, saya berhasrat tidak disamaratakan dengan suatu jaringan mesin. Ia bukan lagi mesin, melainkan mesin itu sendiri. Hasrat yang bersifat abstrak, dimana jaringan darah, aliran sel syaraf tubuh ditanjaki dengan sensasi: mata, telinga, hidung, lidah, perut, dan di bawah perut perlu didekatkan dengan cinta kasih atau yang benar-benar spiritual.

Mesin otomat benar-benar bertemu dengan tubuh yang plural. Tubuh yang disembunyikan di balik otak. 

Akhirnya, dunia seolah-olah sepi dari drama. Yang ada hanya permukaan yang perlu diuji terus-menerus dengan balas dendam kesunyian.

Ingatan dan imajinasi disamarkan dengan jaringan syaraf otak, dimana saat terjaga, tidur dan mimpi melibatkan denyut nadi atau aliran darah. Lihatlah pengetahuan modern paling mutakhir! 

Seolah-olah otak alamiah seperti seekor keledai memikul beban sebelah kiri dan kanan, bukan hanya di dalam, tetapi juga di luar tubuhnya. Dalam tubuh yang tertukar muncul mesin lain.

Kepada hal-hal yang ditumbuhkan di luar hirarki tidak lebih dari sekelumit penegasan: ’Saya keluar dari bisikan setan cerdik’ setelah memeriksa ”saya pikir.” Saya berhasrat tidak lebih dari hasrat untuk mengetahui melalui mesin kata-kata dan angka-angka.

Saya pikir, angka-angka atau tatanan geometri digantikan dengan tanda atau tata bahasa melalui mesin, yang belajar tentang penderitaan, kebahgiaan, dan cinta. Saya ada, ditandai oleh mimpi, halusinasi, ilusi, dan semua hal-hal nyata. Titik tolak mesin dimana tanda hasrat untuk mengetahui akan dimulai pada saat kita terjaga dan bermimpi kembali.

Saya menemukan dunia dalam keadaan sekarat, ironis, pandir, dan angkuh. Dimanakah  selera, cahaya, rasa panas, dingin, dan setiap yang muncul dari sensasi? Saya kira, hasrat adalah hasrat. Wujud otomat atau mesin secara alamiah melekat dalam hasrat. 

Bukan lagi perkara biasa, bahwa saya berhasrat atau kita belum berpikir apa-apa tentang apa belum diketahui. Jenis kecerdasan selalu memiliki relasi dengan mesin. 

Jika saya tidak berhati-hati pada retorika dan tubuh, ia begitu rawan dan rapuh, karena hasrat tidak bergerak bersama seorang karyawan. Jam tangan atau jam di dinding sebagai mesin sebagai gambaran simpel. Kita tanpa sadar dikendalikan oleh jam kerja. Sesuatu yang bukan mesin alamiah.

Spesies langkah yang tidak bisa disentuh oleh tubuh. Misalnya, menyentuh kue lezat di atas meja berlanjut ke mulut sampai pengetahuan ini diganggu kenikmatan bersifat temporal. 

Satu pelajaran bagi kita, dalam pengamatan yang spontan secara bertubi-tubi, di bawah insting yang merata, mata dan hidung seekor kucing lebih peka daripada manusia. Ia setidak-tidaknya lepas dari isi perut buncit. 

Terlalu kenyang perut akan mengganggu berpikir serius adalah satu-satunya lompatan terakhir pengetahuan primitif dengan pengetahuan modern, tetapi lomptan terakhir dan jaringan ‘nyata’ dari citra pengetahuan tidak dapat diartistiskan kebodohan dalam masa kini, dari kemalasan atau kekerdilan kita. 

Inilah, akibat lompatan dan jaringan kehomogenian pengetahuan yang meletakkan tubuh untuk dimekanisasi, diperebutkan dan dikuasai oleh insting.

Seseorang yang tidak memikirkan untuk tidak makan akan lebih picik daripada menyalurkan kenikmatan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Meringankan beban cita rasa untuk menggiring mereka mengenal tanda kehidupan. Saya makin sering bertanya. 

Aliran darah yang dipompa dari jantung, saluran pencernaan menyantuni makanan, racun dalam tubuh disaring oleh ginjal dan seterusnya sebagai akibat proses biokimia. Mesin alamiah itu disamarkan dan dinetralisir oleh mesin-mesin baru; melalui porsi besar dari tanda hasrat yang lentur. Mesin-mesin mengetahui kode-kode rasa lezat atau nikmat melalui makanan.

Melalui “mesin selera” yang (warna makanan-minuman dieksekusi oleh ‘mesin pengelola’) dalam relasi dan pertukaran yang ‘nyata’ merupakan bagian dari kode-kode cecapan yang tidak terelakkan. Karena itu, kode dan mesin selera diselundupkan kedalam tingkat kesenangan yang tidak terhingga.

Mesin artifisial yang dimanipulasi sebagai kebenaran yang tipikal di atas panggung. 

Tetapi, mesin selera disamarkan dengan mesin itu sendiri. Selain itu, kode-kode pencecap, seperti lidah, tatkala lidah yang menandai berapa tinggi kualitas hidangan sarapan yang lezat. Saya kira, selera justeru tersedia perangkap baru yang ia ciptakan oleh mesin lainnya. 

Saya kira, mistifikasi kesenangan serta pergerakannya ada dalam obyek pengetahuan. Sudah tentu, mesin bebas dari selera umum, yang diubah melalui hasrat-hasrat molekuler. Mesin yang datang kemudian akan ditandai dengan hasrat.

‘Saya’ berhasrat belum tentu saya memilih apa yang ada dihadapan saya. Saya bebas berarti harus bebas dari luar, bukan sesuatu berasal dari dalam. Mesin datang dari dalam. 

Seseorang berkepala besar, berdada lebar, berbadan tegak, berperut sederhana hingga berperawakan gagah. Bayangkanlah tanda tanya besar tanpa jawaban pasti dalam karikatur! Wujud artifisial lenyap dalam wujudnya sendiri. 

Warna, bau, dan cita rasa di dunia luar bukan sebagai non fiksi. Wujud alamiah masih terkurung dalam sensasi. Mengapa jeritan korban melebihi gigitan ular beludak? Siapa yang menyentuh sedikit saja luka dengan banyak darah muncrat di sekitar tubuh.

Saya mulai tahu karena saya tidak tahu, betapa kita masih terus belajar kepada seekor cicak memenuhi kebutuhannya. Cicak tergantung kepada alam. Ia tidak pernah tinggal diam, sekalipun mangsanya lebih besar dari ukuran tubuhnya. 

Tanda aneh yang dimasukkan kedalam orang yang senang bertopang dagu atau berpangku tangan. Hal ini terlepas dari saya, ketika binatang membunuh seekor binatang. Sungguh-sungguh kita tidak tahu untung. 

Bagaimana tidak, kita sudah diberikan segalanya. Sisa kita ingin mesin mengarahkan kemana masa depan. Seperti seorang guru besar di perguruan tinggi hanya sibuk dengan penelitian dan melupakan penderitaan. 

Dari pengetahuan ilmiah, kebenaran yang sepihak akan menguasai, mendominasi, menyerap, dan menyebarkan diskursus. Saat hasrat melepaskan dirinya dari mesin, bagaimana?

Saya pikir, begitu banyak hal yang saya tidak tahu. Adakah yang benar-benar terbebas dari hasrat? Melacak kembali jejak-jejaknya yang hilang, melepaskan ikatan mekanis dari tubuh agar hasil bicara, menatap, mencium, meraba, dan mengecap sampai kesenangan melalui tubuh. Suatu tubuh melebihi dari apa yang dirasakan, sebagaimana mesin bisa menciptakan tawa dan sedih sebelum dirampas oleh penyakit. 

Saya membayangkan, kita sedang dilanda bahagia bersamaan sekumtum mawar menghiasi kamar kita. Saya menerima luapan cinta, membaca, menulis atau merenung. 

Sesungguhnya kita menarik kembali pengetahuan yang terabaikan oleh nafsu-nafsu buta menjadi hasrat yang keluar amarah dan dendam membara.

Mesin terdiri sel-sel syaraf atau sumsum otak dan gelisahnya otot-otot yang disinyalkan dan didistribusikan kedalam organ-organ tubuh. Sekali lagi, ia adalah mesin tanpa tubuh (kecuali perpaduan antara alamiah dan virtual). 

Sebagai contoh, seorang terdakwa karena melakukan tindak pidana korupsi (saat menjalani proses hukum, tidak jarang si terdakwa jatuh sakit). Nafsu-nafsu aktif dan lembam bercampur-aduk dengan perasaannya, cepat atau lambat. Dia langsung mengasosiasikan ingatannya dengan aparat penegak hukum: polisi, hakim dan jaksa; selanjutnya, pengetahuan dihantui, imajinasinya dirusak kedalam bentuk-bentuk yang dianggap ‘nyata’, yakni penjara atau jenis hukuman lain (tiang gantungan akan memanggilnya).

Seorang perokok berat, akan mencari alur kenikmatan yang sama ketika pengetahuannya dibelokkan hanya sekadar melampiaskan nafsunya dan memotong aliran hasrat, berarti kehendak bebas yang dianutnya terjatuh dalam selera, gambar atau warna ilusi berlipat-ganda sampai rasa sakit akan menjemputnya. 

Setiap penyakit berakibat bagi penikmatnya, didekati oleh diskursus setelah kenikmatan yang dibelokkan dari superfisial menjadi aliran hasrat atau selera manusia. 

Dapat dikatakan, bahwa wabah penyakit yang akan menggeregoti tubuhnya, gonjang-ganjing darah, kolesterol menanjak, kacaunya asam urat sudah dapat disimpulkan pasti kita akan mencari obat atau dokter. 

Memang betul, jika sebuah jam rusak dibawa ke tukang reparasi, mesin mobil diperbaiki di bengkel dan tubuh sakit di bawah ke dokter, tetapi semua cara pandang itu berakhir ketika jaringan-jaringan di luar tubuh kita menghadirkan keindahan dan kebahagian hakiki dari elemen ruhani dalam pengetahuan kita. Tidak mengherankan, diantara terapi efektif ialah mendengarkan musik dan mendekatkan kekuatan ajaib di luar tubuh pasien.

Karena itu, Descartes tidak lagi takjub kepada mesin otomat yang dipantulkan tubuh. Tetapi, dia bisa gila jika masih banyak wabah penyakit yang tidak bisa dipermainkan, dilacak, dan tidak tersembuhkan dengan mesin, yang katanya memiliki daya guna, spontan, dan keteraturan yang fantastis dan bahkan ajaib. 

Buat apa kita gelisah, berduka cita, tegang, tuli, dan mata rabum, jika hanya tubuh saja tempat penghakimannya? 

Pengetahuan tentang emosi-emosi masing-masing tidak lagi bermain dengan satu permainan marabahaya. Saya masih percaya dengan diskursus yang membuka kedok.

Terlucutinya tubuh bukan berarti berubahnya wujud alamiah menjadi wujud virtual sebagai penyebabnya. Ini tidak bisa dijelaskan apakah ada hasrat yang liar atau mesin yang kusut. Berpencar-pencarnya tubuh sebagaimana hasrat yang berserakan.  

Saya kira, hasrat untuk mengetahui atau hasrat yang buntu kembali mengalir dalam pembuluh darah, yang diukur melalui mesin.

Sesungguhnya kita bisa melihat hasrat melalui mesin virtual, ketika jari-jari tangan memecet tuts-tuts ponsel itulah terjadi penampakan hasrat. 

Ponsel atau medsos sebagai mesin penghibur yang setia dan sesaat. Bahasa dan logika dalam mesin, yang membuat para pemikir atau penulis memainkan kata-kata.

Saya percaya jenis pergerakan mekanis tertentu, maka sesuatu yang tidak bisa kita lihat akan menjadi saluran terakhir bagi metafisika. 

Hasrat bukan sebatas penyesuaian asal-usul tanpa cacat bawaan dalam pengetahuan yang ditampilkan melalui mesin. 

Suatu mesin dianggap sebagai jalan tengah bakal mengubah sesuatu dan membedakan sesuatu yang absurd. Akhirnya, malas berpikir dalam satu menit berarti dianggap kehilangan seratus tahun. Semuanya bukanlah  membela apa-apa yang belum dilihatnya sendiri. Karena itu, mesin masih tetap menjadi rahasia, yang datang kepada saya dalam seribu satu macam permainan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun