Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.
Di Sana Sarung, di Sini Sarung
"Sarung, Mister. Suka warna apa?" Penjual bertopi lusuh mengulurkan sebuah sarung warna hijau.
"Nggak mau. Aku mau makan." Suami Genduk menggelengkan kepala. Tujuannya ke pasar Ujung memang bukan untuk belanja.
"Kasihan, Mister, belum ada yang terjual. Untuk beli kado lebaran anak-anak bulan depan." Penjual berbadan gembul merangsek ke tubuh si bule.
"Iya, Mister, satu saja belinya nggak papa, biar bisa setor juragan." Tambah penjual satunya yang berbadan kerempeng.
"Nggak." Si tamu berbadan besar itu tetap keras kepala.
"Ih, kasihan, pak. Jangan pelit, ah. Aku beli, ya. Satu orang satu, nggak papa, kan." Genduk memandangi wajah-wajah penjual yang lesu karena suaminya tetap tak niat membeli sarung. Rasa kasihan menyelimuti hatinya. Jika seharian tidak laku, nanti keluarganya makan apa? Itung-itung ibadah, sebentar lagi bulan ramadan.
Sarung-sarung mulai dijereng penjual, demi mempermudah calon pembeli melihat motif dan warna sarung yang ada. Tangan-tangan Genduk mulai menarik beberapa helai sarung yang mempesona. Kuning, hijau, pink, biru, merah, oranye .... Yang tadinya rencana beli 3, jadi 6 sarung.
Dasar perempuan cerdik, Genduk menawar harga yang diajukan pedagang Rp 100.000,00 satu sarung menjadi Rp 50.000,00. Perempuan itu tahu, andai membanting harga separohnya dan tidak dikasih, tak masalah. Karena sebenarnya, Genduk tak butuh sarung tapi ingin membantu melariskan barang dagangan saja. Dan lagi, waktu menilik bakaran ikan tadi Genduk sempat berbisik-bisik dengan ibu yang sedang membakar ikan untuk menanyakan berapa harga pasaran normal sarung Flores. Si ibu mengatakan Rp 50.000,00 sudah bagus.
Transaksi berakhir, para pedagang bergegas meninggalkan warung dan memburu turis-turis yang baru saja keluar dari mobil menuju warung sebelah. Mereka pergi tanpa diantar.
"Buk, siapa yang sunat?" Suami Genduk bertanya. Pandangan matanya menuju sarung yang dilipat Genduk, masuk ransel.
Ia belajar mengamati ketika tinggal di Indonesia, bahwa sarung dipakai untuk sholat, ke masjid, di rumah saat santai atau saat sunatan. Sarung adalah pakaian yang biasa dipakai kaum pria ketimbang laki-laki. Meski ia tahu sebentar lagi bulan puasa, sarung banyak dicari, tetap saja ia heran ketika istrinya beli. Bukankah Genduk berjenis kelamin perempuan dan tak pernah pakai sarung?