Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.
Di Sana Sarung, di Sini Sarung
"Sunat? Nggak ada." Genduk mengernyitkan dahi. Setahunya, tak ada cerita saudaranya ada yang akan khitan.
"Kok, belinya banyak, kayak mau ada yang sunat." Pria ganteng itu memprotes panic buying yang terjadi di depan matanya tadi.
"Ya, kan murah dan bagus. Kuning, pink, oranye sama hijau untukku. Sisanya oleh-oleh buat bapak dan kakak. Kalau di rumah, bapak pakai sarung dan kakak rajin sembahyang ke masjid. Biar nanti kakak makin semangat sholat lima waktunya. Kamu lupa, ya? Bapak sebentar lagi mau ulang tahun. Lagian, tadi kan harganya 100 ribu, aku sudah bisa turunin 50 ribu, berarti kalau tadinya mau beli 3 dapat 6, dong. "Genduk membela diri.
"Yaaaa, tiga, memangnya tubuh kamu bisa bikin kloningan? Satu saja kenapa sih, yang pink saja kek, warna kesukaanmu." Si pria tetap saja tak paham pola pikir istrinya.
Untung saja, si ibu sudah selesai membakar ikan. Bau harum dari pembakaran semakin mengundang selera. Makan seafood murah tapi tidak murahan, tak kalah dengan restoran hotel berbintang. Rasanya nendang, harganya bisa digoyang. Topik sarung dipetikemaskan, saatnya makan.
Menit demi menit melesat bagai anak panah lepas dari busurnya. Genduk membelalakkan mata, tak percaya melihat piring-piring di depannya kosong! Bagaimana mungkin makanan yang seharusnya disantap sekeluarga itu habis dimakan dua orang saja? Luar biasa, seperti seharian berpuasa saja padahal itu hari biasa. Bukannya puasa masih besok?
Uang rupiah berpindah tangan dari Genduk ke pemilik warung. Piring-piring diangkuti anak si ibu. Sebagai rasa terima kasih, Genduk memberi tip pada si bocah. Tak berapa lama, mereka meninggalkan warung menuju tempat dijualnya ikan asin.
Berjalan kaki usai makan adalah salah satu cara untuk membiarkan organ di dalam perut mendaur ulang makanan yang sudah dikunyah tadi. Dengan bergerak atau berjalan kaki, ada kalori yang terbakar karena pemakaian energi.
Setengah jam kemudian, mereka sudah kembali di deretan warung tenda pasar Ujung. Genduk tertarik dengan salah satu gerobak berisi gorengan.
Ada tahu petis, pisang goreng, sukun goreng, ketela goreng, badak, pisang molen, pisang karamel .... Camilan itu sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia, dikudap sore-sore sembari ngeteh atau ngopi cantik. Sebentar lagi bulan puasa, hawa makan dibatasi. Hari itu, apa yang ada dinikmati saja.
Suaminya seperti sapi dicocok hidung, memilih gorengan apa saja yang ingin dicoba. Sayang, mereka harus menunggu karena pembeli sebelumnya keburu memborong dagangan.