Oktav Unik Ardiana
Oktav Unik Ardiana Guru

Anak perempuan pertama dari 4 bersaudara yang tengah belajar mengabdi pada dunia pendidikan. Masih terus belajar, belajar, dan belajar

Selanjutnya

Tutup

TRADISI Pilihan

Ramadan Masa Anak-anak, Memang Jadi Cerita yang Selalu Dikenang

2 April 2023   16:46 Diperbarui: 2 April 2023   16:51 1416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramadan Masa Anak-anak, Memang Jadi Cerita yang Selalu Dikenang
sumber: pixabay.com

Seringkali menjumpai quotes di media maya yang menyatakan bahwa menjadi anak-anak jauh lebih mudah dibandingkan menjadi orang dewasa. Dahulu ketika kita masih kecil, acapkali berpikir bahwa menjadi orang dewasa sepertinya justru sangat menyenangkan. Banyak hal dapat dilakukan oleh orang dewasa. Banyak tempat dapat dikunjungi dengan bebasnya. Banyak uang, banyak teman, banyak pengalaman, dan dapat melakukan segala hal yang diinginkan.

Begitu telah beranjak dewasa, muncul pemikiran sebaliknya. Lebih nyaman menjadi anak kecil. Bebas dari tuntutan, bebas berekspresi, bermain, bersenang-senang dengan teman sepermainan, dan tidak perlu memikirkan kebutuhan keseharian. Lantas, mana yang lebih benar?

Tentunya pada kondisi ini tak ada pendapat benar dan salah. Menganggap bahwa anak kecil jauh lebih bahagia ketimbang orang dewasa tentu tidak selamanya benar. Namun tidak pula sepenuhnya keliru. Menjadi anak-anak dengan dunia ajaibnya kita saat itu memang merupakan bagian dari perjalanan hidup luar biasa yang bahkan sampai saat ini masih senantiasa dikenang.

Mulai dari pengalaman indah dan menyenangkan sampai kejadian-kejadian kurang membahagiakan yang tidak kita harapkan. Semua itu merupakan kepingan-kepingan memori menuju pendewasaan. Semua itu ialah masa-masa yang akan menjadi pengingat bahwa kita pernah menjadi anak muda dan belia.

Apa yang berkesan di bulan Ramadan saat masih kecil?

Ramadan selalu punya cerita di setiap tahunnya seiring bertambahnya angka usia dan berkurangnya jatah usia. Mulai dari Ramadan masa kecil dengan segala drama menghiburnya menuju remaja dengan kisah masa pubertas dan pencarian jati diri hingga pada masa pendewasaan di mana tanggung jawab akan diri tidak lagi dibebankan pada kedua orang tua dan keluarga.

Kenangan Ramadan di masa kecil pun masih teringat jelas dengan segala bumbu-bumbu kehebohan dan ciri khas dunia kanak-kanak. Jika diingat-ingat kembali, rasanya ingin mengulang hal yang pernah kita lakukan di masa itu. Bahkan ketika kita menjumpai kejadian menyenangkan serupa yang dilakukan anak-anak saat bulan Ramadan saat ini, dalam hati menyetujui bahwa diri ini pernah berada di masa seasyik itu. Lalu, apa saja kegiatan berkesan yang pernah dirasakan?

1. Meramaikan kegiatan megengan dan unggah-unggahan menyambut bulan Ramadan

Sebelum memasuki bulan Ramadan, masyarakat di desa tempat saya tinggal akan melakukan tradisi megengan dan unggah-unggahan. Megengan sendiri merupakan kegiatan rutin yang dilakukan dengan cara menyiapkan nasi bungkus atau tumpeng untuk dimakan bersama di surau terdekat. 

Biasanya kegiatan ini dilakukan selepas waktu Maghrib sebelum tarawih pertama menjelang bulan Ramadan. Tiap rumah membawa nasi bungkus sesuai jumlah anggota keluarga di dalamnya untuk dibawa ke surau. Namun, diperbolehkan jika ingin membawa lebih. 

Nasi bungkus tersebut dikumpulkan menjadi satu kemudian dibagikan secara acak kepada jamaah surau dan warga sekitar. Biasanya terdapat pula keluarga yang ditunjuk memasak tumpeng ukuran sedang serta jajanan beraneka ragam.

Kami para anak kecil pada saat itu akan turut meramaikan kegiatan megengan tersebut sebagai wujud syukur dipertemukan kembali dengan bulan suci Ramadan. Tak jarang kami berebut untuk mendapatkan jajan yang dibagi oleh ibu-ibu pengurus surau.

Sebelum kegiatan syukuran berlangsung, pada sore harinya kami melakukan kegiatan unggah-unggahan yang merupakan agenda rutin dalam bentuk ziarah menuju makam tempat keluarga terdahulu yang telah meninggal. 

Anak-anak biasanya ikut para orang tuanya menuju makam keluarga untuk mendoakan sanak keluarga yang telah mengahadap Sang Pencipta. Pada kegiatan unggah-unggahan ini mengandung makna supaya kita tidak lupa bahwa pada akhirnya kita juga akan kembali kepada Tuhan.

2. Bermain petak umpet, gobag sodor, kembang api, dan wayang

Untuk mengisi kegiatan puasa di siang hari sepulang sekolah, biasanya kami yang saat itu masih anak-anak akan berkumpul dengan teman sepermainan untuk bermain petak umpet, gobag sodor, dan wayang. Permainan berhenti saat adzan Asar berkumandang dan akan dilanjutkan kembali selepas salat tarawih. Tak jarang pula anak laki-laki akan membawa petasan untuk saling mengagetkan. Akan tetapi, petasan seringkali mengganggu ketenangan para tetangga bahkan kami pernah terkena teguran dari para tetangga utamanya mereka yang memiliki bayi maupun balita. Lalu, kami mengganti petasan dengan kembang api yang lebih ramah lingkungan.

3. Mengisi buku Ramadan

Selepas salat tarawih, kami yang saat itu masih duduk di bangku sekolah dasar tentunya akan memanfaatkan waktu untuk mendengarkan ceramah dari imam tarawih maupun beliau yang ditunjuk untuk mengisi ceramah. 

Kami membawa buku ajaib amalan yaumiyah yang diberikan oleh ibu wali kelas di sekolah untuk diisi selama bulan Ramadan. Buku ini berisi tentang kegiatan yang kita lakukan selama Ramadan sehingga sering disebut sebagai buku Ramadan. 

Di dalamnya terdapat target amalan seperti salat lima waktu, Dhuha, dan salat rawatib, tadarrus Al-Quran, salat tarawih beserta isi ceramahnya, kultum di waktu Subuh, kegiatan infaq, dan khutbah di hari raya Idul Fitri. 

Targetan tersebut diwajibkan diisi dengan jujur dan sungguh-sungguh karena merupakan bagian penilaian di sekolah. Setelah libur lebaran, buku Ramadan akan dikumpulkan sebagai bukti monitoring kegiatan yang telah dilakukan selama bulan suci Ramadan.

4. Berebut tanda tangan pengisi ceramah tarawih dan kultum Subuh

Hal yang harus ada di dalam buku Ramadan ialah tanda tangan pengisi ceramah tarawih dan kultum Subuh. Setiap hari kami berebut untuk mendapatkan tanda tangan beliau. Tak jarang beberapa anak akan menuju rumah pengisi ceramah apabila terlambat meminta tanda tangan.

Sebenarnya bapak pengisi ceramah dan kultum Subuh telah memerintahkan kami untuk antri dalam meminta tanda tangan. Akan tetapi, naluri kami saat itu yang masih anak-anak seolah menggerakkan kami untuk berlomba menjadi yang pertama untuk memperoleh tanda tangan. 

Ada rasa puas tersendiri ketika berhasil menjadi yang pertama memperoleh tanda tangan. Meski terkadang beberapa teman akan ngambek karena rebutan, dhisit-dhisitan mendapatkan tanda tangan menjadi momen persaingan anak-anak yang sulit untuk dilupakan.

5. Pesantren kilat di sekolah

Menuju sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan biasanya sekolah akan mengadakan kegiatan pesantren kilat yang dimulai dari agenda berkumpul bersama mendengarkan kultum sebelum berbuka puasa, buka puasa bersama, tarawih, tadarrus, hingga kegiatan sahur bersama. Keesokan harinya barulah kembali ke rumah masing-masing. Seringkali di tengah kegiatan pesantren kilat juga diselipkan games seru yang membangkitkan semangat anak-anak di kala itu.

Selain di sekolah, pesantren kilat juga diadakan oleh TPQ tempat kami mengaji saat itu. Waktu pelaksanaannya hampir sama yakni sehari semalam. Hal yang membedakan biasanya rangkaian acara di TPQ yang lebih fleksibel dan bentuk permainan yang lebih beragam. Biasanya pengurus TPQ juga akan mengundang narasumber interaktif seperti pendongeng atau motivator khusus anak-anak.

6. Jalan-jalan sore berburu takjil

Kegiatan menunggu berbuka biasanya dikenal dengan istilah ngabuburit (ngalantung ngadagoan burit). Istilah ngabuburit yang berasal dari bahasa Sunda ini dapat dimaknai dengan kegiatan santai sambil menunggu waktu sore hari. 

Adapun ngabuburit dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti berburu takjil, ikut kajian, membantu orang tua, menonton TV, hingga jalan-jalan. Akan tetapi saat kami kecil, istilah ngabuburit belum kami kenal. Biasanya kami menghabiskan waktu menunggu berbuka dengan janjian bersama teman untuk jalan-jalan sore sambil membeli aneka takjil di tepi jalan raya.

7. Belanja kebutuhan berbuka puasa

Ketika libur sekolah, biasanya ibu akan mengajak berbelanja ke pasar untuk membeli kebutuhan berbuka dan sahur. Kami akan berangkat pagi supaya pulang ke rumah tidak terlalu siang dan ragam kebutuhan di pasar pun masih komplit apabila kami gasik ke pasar. Pasar tradisional di dekat tempat kami hanya buka sampai pukul sembilan pagi. Jika sudah telalu siang, kami akan lebih memilih berbelanja di warung dekat rumah atau penjaja sayuran keliling.

8. Mendengarkan dongeng dari Mbah Kakung

Saat Mbah Kakung masih hidup dan sehat, kami para cucu akan berkumpul untuk mendengarkan tausiyah kehidupan dari Mbah Kakung. Cerita yang dibawakan Mbah Kakung random setiap harinya, mulai dari motivasi untuk istiqomah berpuasa, cerita legenda mistis, sejarah, bahkan sampai cerita tokoh wayang. Meskipun terkadang cerita beliau tidak tuntas, namun entah mengapa kami tetap suka mendengarkannya. Biasanya Mbah Kakung akan bercerita sebelum kami pergi bermain dengan teman sebaya atau jika di hari Minggu, Mbah Kakung akan bercerita di waktu pagi hari selepas kami mandi.

Ramadan di masa kecil banyak memberikan pembelajaran bagi kita. Mulai dari latihan berpuasa dan belajar makna berpuasa, melakukan amalan-amalan kebaikan dan kegiatan menyenangkan, serta mendengarkan nasihat orang yang lebih tua merupakan upaya edukatif menanamkan pada diri bahwa Ramadan memang benar-benar istimewa. Ramadan menjadi momentum yang selalu dinantikan dan dirindukan. Ramadan menjadi waktu membahagiakan penuh kebaikan.

Cilacap, 02 April 2023

Oktav Unik Ardiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun