Muhammad Saddam Haikal
Muhammad Saddam Haikal Mahasiswa

Hanya manusia biasa yang membiasakan diri untuk terbiasa belajar, mengajar, dan diajarkan

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Idulfitri: Cara Menyikapi Pertanyaan dan Pernyataan Menyakitkan saat Lebaran dengan Stoikisme

1 Mei 2022   09:51 Diperbarui: 1 Mei 2022   10:24 1558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Idulfitri: Cara Menyikapi Pertanyaan dan Pernyataan Menyakitkan saat Lebaran dengan Stoikisme
Idulfitri (Foto: Rodnae Productions dari Pexels)

Oleh karena itu, dikotomi kendali adalah pemahaman dan keterampilan kita dalam mempertanyakan apakah suatu peristiwa yang terjadi merupakan kendali kita atau tidak.

Dikotomi kendali memberikan kita pemahaman bahwa sesuatu yang berada di bawah kendali kita hanyalah pikiran dan tindakan kita itu sendiri. Sementara itu, kejadian-kejadian selain dari dua hal tersebut merupakan hal eksternal yang tidak memiliki andil sama sekali terhadap kebahagiaan kita, seperti lingkungan, cuaca, iklim, pikiran dan tindakan orang lain, atau bahkan takdir.

Dengan menyadari bahwa kita adalah manusia biasa yang tidak bisa mengendalikan pemikiran, perasaan, dan tindakan orang lain; kita menjadi lebih terampil dalam mengendalikan diri. Oleh karena itu, dikotomi kendali menjadi cara yang cocok untuk kita coba agar mental kita menjadi lebih kuat.

Ketika dihadapkan oleh berbagai peristiwa, tanyakan apakah saya memiliki andil untuk mengubah peristiwa itu? Jika tidak dapat diubah, maka saya hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga jika harus memikirkan dan menyesalinya karena peristiwa itu berada di luar kendali saya. Sama seperti Premeditatio Malorum, dikotomi kendali juga menuntut kita untuk segera memikirkan solusi setelah menafsirkan suatu peristiwa.

Mari kita ambil satu gambaran: kamu hari ini memiliki janji kencan dengan pacarmu dan tiba-tiba saja hujan turun deras. Kamu bisa memilih apakah ingin mencaci-maki hujan itu atau menyadari bahwa hujan merupakan peristiwa yang berada di luar kendalimu. Teriak-teriak sekencang apa pun atau membanting seribu pot bunga juga tidak akan membuat hujan itu berhenti seketika, bukan?

Oleh karena itu, stoikisme menyarankan kita untuk segera berpikir apakah peristiwa yang menimpa merupakan kendali diri atau tidak. Ketika sesuatu yang berada di luar kendali saya terjadi, maka tidak ada gunanya menyesali atau memarahi peristiwa tersebut. 

Sebaliknya, yang bisa saya lakukan adalah mengatur pikiran dan tindakan saya sendiri terhadap peristiwa itu. Di titik inilah kita menjadi lebih tenang dalam menghadapi setiap peristiwa. Dengan kata lain, kita menjadi "paten" dari dalam seperti pohon yang memiliki akar kuat.

Pada momen hari raya, dikotomi kendali adalah prinsip yang harus kita pegang erat agar tidak terombang-ambing dengan emosi negatif ketika mendengar pertanyaan dan pernyataan menyakitkan. Dengan begitu, suasana hari raya tidak menjadi rusak atau terkotori oleh rasa kesal dan dendam.

Ketika bertemu dengan sanak saudara, kita harus pahami secara betul bahwa mereka semua berada di luar kendali kita. Setiap perkataan, emosi, perasaan, pikiran, dan perbuatan saudara bukanlah sesuatu yang bisa kita kontrol. Untuk itu, percuma saja kita bereaksi berlebihan terhadap tindakan atau ucapan mereka yang tidak mengenakan di hati.

Pertanyaan dan pernyataan menyakitkan dari sanak saudara tidak akan benar-benar menyakiti kita apabila kita menyikapinya secara tepat, yaitu dengan tidak merasa "tersakiti". 

Stoikisme berprinsip bahwa peristiwa-peristiwa di luar diri kita merupakan peristiwa netral yang tidak menentukan kebahagiaan kita, termasuk ucapan dan tindakan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun