Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Penulis

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Daripada Nekat Mudik, Lebih Baik Fokus Menggapai Lailatul Qadar

16 Mei 2020   15:30 Diperbarui: 18 Mei 2020   10:43 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daripada Nekat Mudik, Lebih Baik Fokus Menggapai Lailatul Qadar
ilustrasi plarangan mudik membuat kita bisa fokus untuk memperbanyak ibadah dan mengejar Lailatul Qadar| Sumber: Abdul Qodir/AFP via Kompas.com

Beruntunglah muslimin/muslimah yang tahun ini tidak direpoti dengan urusan mudik dan persiapan perayaan Idul Fitri yang berlebihan, sehingga dapat lebih khusus mempersiapkan diri dan keluarga untuk menggapai Lailatul Qadar. Allah SWT menjanjikan berkah dan kesejahteraan di malam itu.

Umur kita belum tentu selama itu. Jika pun sepanjang umur kita beribadah maka nilainya belum tentu sebanding dengan satu malam Lailatul Qadar.

Tahun ini kita dilarang mudik. Ikuti dan patuhi saja aturan itu. Hikmahnya, totalitas mengejar Lailatul Qadar haruslah lebih besar, lebih giat-kuat-bersemangat. Mudah-mudahan 10 hari terakhir bulan Ramadan tahun ini kita semua mendapatkan malam yang lebih baik daripada 1000 bulan (83 tahun) itu.

*

Sayangnya, banyak dari kita yang demi mudik apapun dilakukan. Pada tahun-tahun lalu, mudik berarti berdesakan di jalan, berpanas-panas, antre-macet-mogok, dan karenanya banyak muslim/muslimah yang tidak berpuasa sepanjang perjalanan mudik. 

Sebenarnya sayang sekali keterpaksaan itu, sebab kalau pun diganti puasa pada hari lain tentu nilai ibadahnya jauh berbeda.

Mudik menjadi semacam ritual tahunan. Sepanjang tahun kita berusaha keras mencari nafkah dan memperbaiki taraf kehidupan, ada saatnya mudik yang matang direncanakan. Rencana itu dilakukan jauh hari agar tidak kehabisan tiket dan perjalanan lebih nyaman (pesawat terbang, kereta api, bus, dan mobil travel). 

Ada pula yang menggunakan sepeda motor meski kendala dan tantangannya lebih besar.

Bersamaan dengan mudik maka berbagai bekal pun dibawa. Mulai dari uang kontan untuk dibagi-bagi kepada sanak-saudara di kampung halaman, juga dana untuk persiapan merayakan Lebaran. 

Bentuknya bisa berupa persiapan pakaian dan peralatan salat baru, persiapan aneka hidangan-makanan-minuman, bahkan juga persiapan merenovasi dan memperbaharui perabotan rumah. 

Tapi tahun ini berbagai kesibukan itu sebaiknya ditinggalkan dulu. Apalagi bila harus melakukan berbagai cara supaya dapat lolos di tempat-tempat pemeriksaan arus mudik.

Ada yang untuk transpor harus membayar berlipat dari harga sebelumnya. Sejumlah mobil travel memberi semacam jaminan sampai ke tujuan tanpa hambatan. Ada yang mesti melalui jalan tikus (jalan-jalan kecil di luar jalan raya/tol). 

Ada yang harus berkompromi dengan petugas jalan raya. Ada pula yang berusaha mengelabuhi petugas dengan menaikkan mobil mereka ke atas truk towing (mobil khusus pengangkut mobil karena mogok atau rusak).

Itu sebuah perjuangan berat demi mudik. Padahal sudah dilarang, dan mengapa tidak dipergunakan untuk memperbanyak kegiatan beribadah di rumah.

Banyak mobil (aneka jenis kendaraan umum) yang dipaksa kembali ke kota semula (putar balik) dan tidak boleh meneruskan perjalanan mudik karena dinilai melanggar ketentuan. Biaya sudah terlanjur keluar, tetapi rencana mudik gagal.

Ramadan tinggal 10 hari terakhir. Kini saatnya justru untuk memperbanyak amal ibadah demi mengejar Lailatul Qadar. Sekali saja seumur hidup bisa mendapatkannya maka sudah sangat beruntung untuk bekal di alam akhirat kelak.

Kita harus menyadari ada hal yang berubah dan dengan keikhlasan harus mampu menyesuaikan diri. Barangkali inilah saatnya Allah memberi kesempatan pada siapapun yang belum pernah mendapatkan Lailatul Qadar untuk mendapatkannya.

*

Pandemi virus corona atau Covid-19 menyebabkan banyak hal berubah dan berbeda. Ketentuan untuk di rumah saja, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun berimbas pada ketentuan tidak boleh mudik.

Lebaran kali ini biar saja tidak seperti tahun-tahun lalu. Tidak harus mudik. Lebih baik fokus dan konsentrasi untuk mendapatkan Lailatul Qadar, atau malam kemuliaan yang lebih baik dari 1.000 bulan. Itu pilihan yang lebih baik, bahkan terbaik.

Bila tahun-tahun lalu para perantau, serta warga yang masih memiliki kampung halaman, disibukkan dengan urusan merayakan Hari Raya Idul Fitri, atau biasa disebut sebagai Lebaran, mengapa tidak sesekali seumur hidup mempersiapkannya dengan lebih baik, dengan cara berbeda.

Lebaran pasti datang. Tapi bukan mudik dengan segenap kerumitannya yang dipikirkan, tetapi ibadah dan amaliah yang diperbesar. Khusus untuk mengejar lailatul qadar.

*

Lailatul Qadar atau Lailatul Al-Qadar (bahasa Arab: malam ketetapan) merupakan satu malam penting yang terjadi pada bulan Ramadan. Di dalam Al Qur'an digambarkan waktu itu sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dan juga diperingati sebagai malam diturunkannya Al Qur'an.

Allah SWT berfirman (yang artinya):  "Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadr: 3 -- 5)

Jangan sampai pada 10 malam terakhir bulan Ramadan kita justru sibuk dengan urusan persiapan Lebaran, dan mengabaikan usaha untuk mendapatkan Lailatul Qadar.

Perlu pemahaman dan pengetahuan memadai untuk mengurungkan rencana mudik tahun ini. Selain itu perlu pula keikhlasan dan kesabaran untuk menunda. Sanak-saudara maupun kaum kerabat di kampung halaman pasti memaklumi bila sekali ini saja tidak mudik.

Kalau soal kiriman uang dan berbagai bingkisan ke orang-orang di kampung halaman dapat saja melalui jasa pengiriman. Supaya suasana Lebaran di sana tidak berbeda sama sekali dibandingkan dengan tahun-tahun lalu maka biarlah kiriman uang dan bingkisan saja yang datang.

*

Harapannya, pada 10 hari terakhir bulan Ramadan tahun ini masjid-masjid yang tadinya tertutup untuk kegiatan shalat berjamaah (shalat wajib maupun Jumatan) dapat dibuka khusus untuk muslim/muslimah yang hendak mencari Lailatul Qadar. Tentu saja dengan mengikuti ketentuan kesehatan yang berlaku.

Adapun amalan untuk menyongsong Lailatul Qadar, yaitu melakukan shalat wajib (lima waktu) dengan khusuk dan pada awal waktu.  Untuk menambah pahala shalat wajib pada masa pandemi Covid-19 usahakan shalat berjamaah di rumah.

Pada 10 hari terakhir Ramadan, khususnya malam-malam ganjil, dianjurkan untuk memperbanyak shalat malam, yaitu shalat tarawih, shalat taubat, shalat tasbih, shalat tahajud, shalat hajat, dan shalat witir.  

Selain itu juga memperbanyak membaca Alquran, serta berzikir untuk mengingat Allah SWT. Zikir dapat berupa mengulang-ulang bacaan istighfar, tahlil, tasbih, tahmid, dan takbir.

Jangan lupa mengirimkan salawat kepada Nabi Muhammad SAW dan memperbanyak sedekah. Sedekah dapat diberikan kepada saudara, fakir miskin, dan para tetangga di kampung halaman.  

Bersamaan dengan berbagai amalan di atas perlu pula memperbanyak muhasabah diri (merenungi berbagai kesalahan yang pernah kita lakukan) dan bertaubat (bersungguh-sungguh tidak melakukan lagi).

Satu hal lagi jangan lupa berdoa, salah satunya doa berikut ini:  Allohumma Innaka Afuwwun Kariim Tuhibbul Afwa Fa'fuanna.  Artinya:  "Ya Allah, sesungguhnya Engkau Zat Maha Pengampun lagi Maha Pemurah, senang pada ampunan, maka ampunilah kami, wahai Zat yang Maha Pemurah."

*

Kemeriahan hari raya Idul Fitri 1441 Hijriah tahun ini memang sangat berbeda. Pandemi Covid-19 mengharuskan kita melakukan social distancing. Mudik pun dilarang. Maka, daripada mudik, lebih baik fokus untuk mendapatkan Lailatul Qadar.

Mudah-mudahan nilai dan pahala ibadah setiap muslim/muslimah tahun ini berlipat ganda pahalanya. Terlebih bila kita bisa mendapatkan Lailatul Qadar. Dengan dilandasi niat dan usaha keras kiranya Allah mengijabah keinginan kita. Aamiin. ***

Sekemirung, 16 Mei 2020 M / 23 Ramadan 1441 H

Baca juga tulisan sebelumnya:
waspadai-pedagang-samarkan-daging-babi-menjadi-daging-sapi
mendadak-imam-salat-tarawih
cerpen-iman-salat-tarawih-dadakan-2
andai-tidak-ada-kata-cucu-juga-dikerahkan
tercyduk-produsen-paket-sembako-isi-batu-ferdian-paleka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun