Ketika Agama Serupa Pil Ekstasi di Grup WhatsApp
DemiWA). Bergerebok-bergerobak chat dari para bestie bermunculan di layar grup WA. Namanya juga aplikasi peranakan medsos arus utama Facebook.
pengantar tidur, saya biasanya membuka grup WhatsApp (Chat-chat bertengger dari atas ke bawah. Kayak bertandang-tandang buah pisang membanjiri layar WA.
Chat mereka tidak ada yang bisa diinterupsi. Kecuali mungkin Mbah admin grup sebagai kepala suku tertinggi yang bisa nge-delete kata-kata di grup WA.
Di malam suntuk itu, malam Rabu, bulan Ramadhan, 1445 H/2024 M berlangsung obrolan sembari diskusi ringan setelah saya mengusung beberapa tulisan dari pentolan intelektual beken. Profesor Sumanto Al Qurtuby namanya. Saya senang dengan tulisannya, yang relatif bebas.
Ragam tema tulisannya menukik ke soal cara berpikir dan potret seorang atau kelompok muslim.
Dari sekian banyak tulisan agama yang mendarat di grup WA, hanya Profesor Sumanto yang merangsang para bestie. Di sana ada senior yang bikin gemes dan yunior rasa suhu yang bikin lemes.
Tentu ada yang jempol dan ada yang bikin bete habis dan tidak sreg bahkan ogahan dengan tulisan Profesor Sumanto.
Begitulah, panas dinginnya grup WA, ia tetap grupku. Pasalnya, grup itu sebagai tele-nongkrong, yang istilah bestie di kota dulu disebut ruang silaturahim ide.
Nyatanya, tidak semua bestie, baik senior maupun yunior bersedia berbeda pendapat apalagi berdebat kusir. Setop! Debat kusir!
Berbeda pandangan, tetapi enak tenang berdiskusi. Daripada umpet-umpetan, mendingan kita berdiskusi.
Sudahlah, saya dan bestie memang tidak jarang berbeda pandangan. Hal itu adalah hal biasa.
Saya sepakat dengan saran dari kawan. Saat tebar pesona tulisan seseorang, usahakan hindarilah mencap penulis atau tokoh pemikir jika belum kenal secara bulat riwayat hidupnya. Berdiskusi tidak gampang di ruang WA karena apa isi kepala yang satu belum tentu sama dengan isi puluhan hingga ratusan anggota grup.
Tadinya, saya cuma membayangkan diskusi di bidang pemikiran atau penafsiran atas teks agama. Lalu, diskusi agama berkembang ke arah lain. Diskusi ditarik ke soal laknat-laknatan Tuhan jika menghambat dakwah.
Saya salah menduga. Saya kira diskusi agama sekitar halal haram, surga neraka hingga soal gamis bin jubah. Saya pikir yang diskusikan soal mengapa tidak pakai jenggot.
Jika sudah berjenggot, pria muslim dianggap belum syar'i. Belum lengkap katanya jika bercelana jingkrang. Terus, apalagi setelah jingkrang? Setiap bid'ah dalalah, setiap dalalah neraka tempatnya. Kita pun bisa sesak nafas dibuatnya.
Memangnya agama hanya soal jingkrang dan bid'ah. Karena tidak ada tuntunannya, ada pihak yang menolak organisasi. Ia tidak ada di zaman Nabi. Absen di zaman para sahabat.
Terus, mengapa ada oknum yang aktif sebagai Aparat Sipil Negara (ASN)? Bukankah di pemerintahan ada organisasi perangkat daerah?
Masalahnya juga, mengapa sekalian naik onta karena berkendaraan roda empat hingga pesawat terbang tidak ada di zaman Nabi. Apakah semuanya masuk ke wilayah ibadah dari perkara dunia?
Itulah mengapa ruang diskusi di WA penuh warna-warni. Anda anggap salah, saya anggap benar. Tergantung darimana kita melihatnya.
Istilahnya, jika hanya memakai kaca mata kuda, saya yakin, penilaian seseorang terhadap masalah hanya satu arah.
Padahal agama dilihat dari berbagai arah. Diskusi agama mesti multipersfektif. Coba kita melihat bak di atas puncak gunung. Segala arah relatif bisa dilihat.
Bayangkan saja, orang sesekali membaca tulisan tentang pemikiran Islam dari tokoh tiba-tiba mencap agen sekuler. Diskusi dan diskusi. Barang satu jam diskusinya lantaran jika tidak dibatasi bisa tembus pagi.
Ada bestie yang corak berpikirnya masih itu saja. Bagus juga, prinsipnya biar zaman berubah, keyakinan tetap kokoh. Ajeg jadinya.
Akan ketahuan jika seseorang yang hanya satu arah sudut pandangnya, ujung-ujungnya soal hitam putih kesimpulannya. Sedikit-sedikit tidak boleh di sini dan di sana.
Seseorang bahkan meminta kita beristigfar lantaran perkara pokok atau rambu-rambu agama dilabrak. Bagi pihak yang hanya melihat sesuatu secara kaca mata kuda, tidak ada istilah konteks-konteksan dan penafsiran baru.
Sudah berapa angkatan diskusi. Anggaplah sekarang, angkatan ke-5 diskusi di grup WA, tetapi masih berputar-putar pada hitam putih, tidak boleh ini dan itu.
Banyak sisi yang perlu kita pelajari. Dari masa ke masa pasti sesuatu yang mengalir. Seseorang memang jago berapologi, yang setiap saat dianggap penting setidaknya pembelaan atau pembenaran atas suatu masalah.
***
Saya mulai nge-chat sebuah petikan. "Aku tenang ketika aku tidak melihat keburukan orang lain, tapi aku gelisah karena keburukan itu ada di dalam diriku sendiri." Petikan ini dari Ibnu Arabi.
Tanggung muncul celutupan dari profesor muda. Profesor Hadi tepatnya. Apa komentarnya? "Dahsyatullah ...! Jadi pengantar tidur," ujarnya.
Saya membalasnya. "Uhuyy Prof!
Kita (sebagian kecil alumni IMM) lebih mundur dari masa kejayaan alias zaman keemasan dunia Islam di abad 8-13 M (teologi/kalam, fiqih, filsafat, sains, tasawuf, dan sebagainya). Kita tahu, salah satu gembong sufi adalah Ibnu Arabi.
Layaknya balas bergantung. Profesor Hadi berkomentar kembali. "Sains bergerak maju dengan pola search-re-search, teruuuus. Maka paham agama tidak boleh mundur, atau jumud. Ntar...putus dulu diskusinya. He he."
"Pengantar tidur ye, jawabku." Iye, adami teguran dari "langit." Waktunya rehat. Begitu kata Prof. Hadi.
Besoknya, ada yang saya perlu komentari tentang kiriman video lewat Facebook (FB) dari Ustadz Khalid Basalamah. Kiriman link FB dari bestie lain bernama Dokter Iman Subekti.
"Seperti halnya di Masjid Raya, tampaknya Ustadz Khalid di hari-hari mendatang akan sulit mendapat izin ceramah di Masjid Kubah. Ini hanya prediksi," kata Iman. Terlepas dari kekhawatirannya, saya mencoba berkomentar. "
Dari rerataceramahnya Ustadz Khalid, apa dan bagaimana kontennya?"
Mendadak muncul komentar dari bestie yang lain. "Materinya Quran hadis persis dengan materi dakwah Muhammadiyah terutama tempo dulu. Saat itu Muhammadiyah juga dilabeli Wahabi dan dipersekusi di mana-mana. Maka lucu ketika saat ini ada juga oknum-oknum Muhammadiyah ikut-ikut juga menyerang model dakwah yang dilakukan saudara-saudara kita Salafi.
Sekarang Muhammadiyah berdamai dan mesra dengan NU karena sudah meninggalkan model dakwahnya Al Quran-As Sunnah," urai Doktor Siswanto.
Bestie ini paling sewot jika ada pendapat atau pandangan yang berbeda dengannya. Tipe bestie ini pukul rata. Istilahnya, gaya buldozer. Dia menjadi sparing diskusi denganku lewat grup WA.
"Oh, pantesan!" Sahutku.
"Ada apa dengan Salafi?" Tanya Doktor Siswanto. "Ini persis yang saya sebut kelucuan yang tidak lucu. Mengaku Muslim tetapi susah berdamai dengan sesama Muslim. Tapi membanggakan pemikiran atheis dan non Muslim," tambahnya lagi.
Mengutip pemikiran Profesor Sumanto. Begini kutipan, nyaris 99,99 persen.
"Fenomena tentang ke-salafi-an bukan hanya ada di komunitas Islam, tetapi juga di kalangan Kristen. Sewaktu Profesor Sumanto Al Qurtuby dua tahun tinggal di Virginia, USA, dulu, dia berkesempatan menelusuri jejak-jejak "Kristen salafi" ini.
Di antara mereka ada yang menamakan diri Amish, Old Order Mennonite dan Hutterites. Semua dari rumpun teologi Anabaptis. Kelompok ini sangat ketat dalam mentaati dan mencontoh aturan, perilaku dan adat-kebiasaan serta menjauhi hal-ikhwal yang tidak pernah dilakukan oleh pendiri agama mereka (Yesus Kristus) dan generasi Kristen awal ("salafus shalih")."
Salafi-Wahabi ada yang keren kok. Kita (termasuk saya) punya akhi dari Salafi. Belakangan saya baru tahu. Ternyata Salafi "terpecah" dua," kataku.
Selanjutnya, saya bertambah penasaran.
"Kenapa ada Salafi yg keren dan tidak?" Total ulasan di bawah dari Profesor Sumanto agar saya tidak sendirian berpendapat. Dibantah dia seorang pakar yang mumpuni.
"Banyak orang salah paham atau kurang cermat dalam melihat fenomena Salafisme dan Wahabisme. Bagi banyak orang, "kaum Wahabi" dan Salafi selalu diidentikkan dengan intoleransi dan kekerasan. Saya rasa pandangan ini tidak tepat. Tidak semua kaum "sawah" (Salafi-Wahabi) itu bersikap intoleran, anti-pluralisme, dan pro-kekerasan.
Dengan kata lain, selain kelompok "Sawah ekstrim" yang gemar melakukan pemaksaan dan kekerasan terhadap orang dan kelompok lain itu, juga ada kaum "Sawah moderat" yang meskipun memiliki pandangan keagamaan konservatif (seperti kaum "Sawah ekstrim") tetapi tidak memaksakan pandangan dan keyakinannya itu kepada orang atau kelompok lain."
"Maka lahirlah Islam moderat alias moderasi beragama." Ini komentarku.
Masih dari Doktor Siswanto. "Kencangnya persekusi saudara-saudara kita yang dicap Salafi-Wahabi karena konten dakwahnya tidak lepas dari pembiaran dan justifikasi pandangan kita sesama muslim."
Komentar ini dari Doktor Siswanto. "Itulah saya pertanyakan apa konten ceramahnya selama ini? Corak berpikir Ustadz Khalid bagaimana?" Begitu kataku.
Lantas, komentarku pun dibalas lagi oleh Doktor Siswanto. "Berhati-hatilah kita yg mengaku Muslim. Jika menghambat sesama Muslim yang berdakwah menyampaikan risalah Allah dan Nabi-Nya maka Laknat Allah pasti menunggu.
Bagi seorang Muslim yang paham, tidak ada alasan pembenaran apa pun untuk menghalang-halangi orang berdakwah. Lawannya penghambat itu adalah Allah SWT." Saya tidak bisa membedakan sentilan Doktor Siswanto dengan iklan bahaya rokok (he he).
Begitulah ceritanya banyak paham Islam? Di Muhammadiyah saja paling tidak ada Muhammadiyah Garis Lurus dan Muhammadiyah Garis Lucu? Ada yang konservatif ada yang moderat progresif bahkan ada yang Pos-Moderat Progresif.
Apa komentar Doktor Siswanto? "Sekarang pilihan kita 2 (dua): mendukung penghambat dakwah atau mendukung pendakwah yang dipersekusi?"
Saya dukung pendakwah yang dipersekusi, tetapi, ada tetapinya? Alasannya?
Berkali-kali pimpinan Muhammadiyah ngomong seputar model dakwah potongan persyarikatan. Yang mana itu? Yang jelas Muhammadiyah, Islam Wasathiyah, moderat, yang selalu didengung-dengungkan terutama lewat pengajian.
Sayangnya, saya sudah hapus link tulisan Prof. Haedar tentang Islam Washatiyah Moderat. Lumayan kurang dari 10 tulisan tentangnya. Termasuk buku: ”Manhaj Gerakan Muhammadiyah: Ideologi, Khittah, dan Langkah.” Tebal pula buku karya Profesor Haedar Nashir.
Nah, yang saya maksudkan bahwa setuju persekusi selama model dakwah dari siapa saja. Inilah modelnya.
"Model dakwah yang cenderung mengarah kepada da'wah at-ta'ashub (dakwah kepada fanatisme), takfir (suka mengkafirkan), rafdhul ghair (menolak eksistensi golongan lain), karohiyyatul ghair (membenci golongan lain), daulah islamiyyah (negara Islam), al-hijrah, al-qital (perang) dan al-'unf ai-irhabiyyah (ekstremisme/terorisme)." Inilah kutipan dari Profesor Amin Abdullah. Oke deh!
Saya juga punya penilaian tersendiri dengan serunya diskusi kita di grup WA. Malah diskursus agama lebih seru daripada "KUA Inksklusif?"
Buktinya, link beritanya tidak digubris oleh warga grup WA. Jangankan disentil, beritanya saja tidak nongol di pelosok ruang WA. Sekarang pun kita bisa berbicara soal agama sebagai pil ekstasi di ruang WA. Diskusi atau diskursus agama yang lucu, yang tidak lucu, kembali lucu.