Sekadar Teks Tertulis yang Kacau
Birahi bukanlah negativitas, tetapi sebagai bentuk kematangan pemikiran. ”Tubuh” di balik menjadi luapan aliran cahaya, yang bisa membanjiri ruang pengetahuan setelah hasrat yang terkontrol sebagaimana lukisan menghasilkan obyek di atas kanvas.
Lukisan dan pelukis tidak lagi predikat yang menghubungkan dirinya dengan obyek nyata.
Subyek berupa kesadaran telah tereksplotasi menjadi obyek selera meruangi diri dan tenggelam di bawah permukaan kanvas.
Tetapi, kita dapat melihat, bahwa luapan arus ereksi dan puberitas yang tidak terkontrol atau rezim dispotik akan merenggutnya dan menyamarkan kilatan citra, tanpa kanvas dan korden menutupi kembali cahaya dipancarkan oleh lukisan. Dalam gambar yang jelas dan nyata, lebih cerdik dari ’rezim kebenaran’ dari kuasa yang hadir dalam kehidupan.
Kini, tidak lebih dari penghapusan jarak dan pengucilan posisi subyek dan obyek, daya ereksi dan puberitas yang tidak terbatas melebihi dirinya sendiri; tidak ada representasi diri, ini berarti kekacauan citra pikiran dialirkan kedalam diri seseorang yang ingin melihat sumber kedalaman selera yang kosong menjadi ’logika permukaan’.
Selain materialitas kesadaran, ada media meledak, mitologi, hasrat, dan kesenangan mengisi ruang pengetahuan mengenai citra gelap, bahwa citra setan pikiran sebagai satu rezim logika dapat menyembunyikan dirinya dalam logikanya sendiri.
Tetapi, ia nampak sebagai kebenaran di balik kelamnya peristiwa tragis nyata (citra perang nuklir, bencana kelaparan atau genocide) merupakan citra paling kejam melintasi tubuh dan keindahan gambar tiruan yang diproyeksikan oleh indera.
Aliran-aliran cahaya dibelokkan, dimana citra dilepaskan tanpa rujukan, ’logika permukaan’ sesungguhnya tidak bersembunyi dalam citra media atau citra teknologi, tetapi ia bersembunyi dalam citra pikiran dan citra mimpi, tempat dimana nafsu diterangi oleh kelengahan fatal dalam cahaya malam dan kabutnya siang.
Sejauh ini, tulisan adalah agen pengetahuan yang khas memiliki satu pendulum sama dengan logika permukaan di dalam sumbu yang berbeda, sehingga ia berada dalam kemiripannya sendiri, sebagaimana citra melepaskan dan menyerap turunan atau tiruannya sendiri.
Sebagai obyek yang tidak mengenal arus cahaya di dalam celah yang dipadati tirai kain menghiasi jendela dibungkam oleh teka-teki dalam ruang studio sang pelukis, dimirip-miripkan muatan dengan sebuah ruang meditasi ala Cartesian yang tidak terbatas.
Tubuh diuji dalam ketidakhadiran makna. Di atas gurun pasir yang terhampar membuat kita masih terjaga.